Ratusan Anjing ”Liar” di Timor Tengah Selatan dieliminasi
Lebih dari 100 ekor anjing di Timor Tengah Selatan dieliminasi tim gabungan pencegahan dan penanggulangan rabies di TTS.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
SOE, KOMPAS - Lebih dari 100 ekor anjing yang sulit dikendalikan pemiliknya atau anjing liar di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, dieliminasi. Sampai pekan ketiga Juni 2023, tiga warga TTS dilaporkan meninggal digigit anjing rabies. Pemerintah Timor Leste pun berkoordinasi dengan Pemerintah RI guna mencegah rabies masuk negara itu.
Juru Bicara Satuan Tugas Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di Timor Tengah Selatan (TTS) Adi Tallo di Soe, Senin (19/6/2023), mengatakan, sejak Pemda TTS menyatakan keadaan luar biasa (KLB) rabies, Rabu (31/5/2023), Pemda mewajibkan semua anjing, hewan penular rabies (HPR) diikat atau dikandangkan oleh pemiliknya.
Adapun anjing yang tak diikat akan dieliminasi. Hal itu tertuang dalam surat keputusan bupati TTSNomor Dinkes 07.3.1/2694/V/2023 tentang kejadian luar biasa (KLB) rabies di daerah itu.
”Sampai hari ini ada lebih dari 100 ekor anjing yang dieliminasi. Anjing-anjing itu kami nilai anjing liar. Sebagian tidak diakui oleh warga di desa itu sebagai pemilik, ada pula warga yang mengaku memiliki, tetapi takut mendekat, apalagi mengikat atau kandangkan,” kata Adi.
Warga meminta petugas yang menangkap dan memvaksin anjing-anjing yang lepas itu. Namun, hal itu tak dibisa dilakukan. ”Tuannya saja takut karena dia ganas, apalagi orang lain. Jalan terakhir, ya dieliminasi,” kata Adi.
Ia mengatakan, SK bupati soal kewajiban mengikat atau mengandangkan HPR, itu sudah disosialisasikan ke seluruh desa dan kecamatan di TTS. Warga sudah paham. Jika masih ada anjing yang berkeliaran di kampung-kampung, apalagi bergerombolan, itu sangat membahayakan.
Di antara anjing yang dilepas bebas dan bergerombol itu, diduga ada di antaranya tertular virus rabies. Karena itu, petugas terus melakukan sosialisasi kepada pemilik agar segera mungkin mengikat atau mengandangkan, jika tidak ingin anjing dieliminasi.
Adapun anjing yang ditemukan menggigit atau menyerang manusia, juga langsung dielimasi. Otak dari anjing-anjing itu dikirim ke Balai Besar Veteriner Denpasar, Bali, untuk diperiksa.
”Dari 453 kasus gigitan anjing, gejala yang muncul khas rabies pascagigitan hanya empat kasus. Sementara gejala bukan khas rabies 55 kasus, belum ada gejala 394, dan rawat inap di puskesmas sebanyak satu kasus,” kata Adi.
Meski belum memperlihatkan gejala rabies, tetap diwaspadai karena masa inkubasi rabies dalam tubuh manusia mencapai 5-6 bulan, tergantung kondisi imun tubuh orang yang digigit.
Sebelum meninggal, korban memperlihatkan gejala-gejala gigitan rabies. Takut air, takut cahaya, demam tinggi, otot-otot lemas, kehilangan kesadaran, halusinasi, pusing, kelelahan, mual, muntah, dan lainnya. Karena itu, setelah digigit anjing, entah rabies atau bukan, warga segera melapor ke petugas kesehatan terdekat.
Meski belum memperlihatkan gejala rabies, tetap diwaspadai karena masa inkubasi rabies dalam tubuh manusia mencapai 5-6 bulan
Sampai saat ini tiga korban meninggal akibat gigitan anjing rabies, satu di antaranya digigit pada Januari 2023, kemudian meninggal Juni 2023.
”Warga harus bisa melakukan pencegahan dini bila digigit anjing, sebelum ke fasilitas kesehatan terdekat. Mencuci luka, bekas gigitan anjing dengan sabun selama 15-20 menit, kemudian melanjutkan pengobatan kepada petugas kesehatan,” katanya.
Sampai dengan 18 Juni 2023 total hewan penular rabies yang telah divaksin sebanyak 4.640 ekor, terdiri dari 4.340 ekor anjing, 297 ekor kucing, dan tiga ekor kera. Sisa dosis vaksin rabies untuk HPR sebanyak 1.360 dosis. Sementara total populasi anjing di TTS sekitar 60.000 ekor, belum termasuk kucing, dan kera. Setiap kepala keluarga memelihara anjing 1-8 ekor.
Terkait rabies di TTS, Kemenlu Timor Leste dan Kemenlu RI bersama Pemda TTS telah melakukan pertemuan secara luring dan daring, membahas bagaimana mencegah rabies tidak merembes ke Timor Leste. Pemerintah Timor Leste sudah mengantisipasi bila rabies itu sampai ke negara itu.
Pemerintah RI pun berkomitmen agar rabies di TTS cukup sampai di kabupaten itu. Semua pihak berusaha termasuk masyarakat di setiap perbatasan kabupaten agar tidak membiarkan anjing dari kabupaten lain masuk wilayah mereka, terutama anjing dari TTS.
Jika rabies di TTS merambat ke salah satu dari empat kabupaten tetangga, yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Malaka, dan Belu, dapat dipastikan rabies akan masuk dengan mudah ke Timor Leste. Empat kabupaten itu berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Anjing-anjing rabies bisa masuk melalui hutan di perbatasan, yang tidak terpantau warga.
Rivan Tamonob (45), warga desa Bena Kecamatan Amanuban Selatan, TTS, mengatakan, sejak pemerintah mengumumkan kasus rabies pada anjing, semua warga desa mulai ketakutan bepergian ke rumah tetangga, atau ke kebun. Mereka khawatir diserang anjing rabies secara mendadak.
”Saya setuju dieliminasi kalau pemilik tidak mau ikat atau kandangkan anjingnya. Nyawa manusia lebih berharga dari pada anjing. Sekarang, kita makin susah mencari asam di hutan dan kayu bakar. Anjing, kalau sudah terjangkit virus rabies sering menghilang ke hutan. Melihat manusia bisa langsung menyerang,” kata Tamonob.