Rehabilitasi Bendung Molor, 8.900 Hektar Sawah di Aceh Utara Kekeringan
Sekitar 8.900 hektar sawah di delapan kecamatan di Aceh Utara mengalami kekeringan. Hal itu terjadi karena rehabilitasi Bendung Krueng Pase molor dari target yang ditetapkan.
Oleh
ZULKARNAINI
·5 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Rehabilitasi Bendung Krueng Pase di Desa Maddi, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, tak kunjung rampung. Akibatnya, lahan sawah seluas 8.900 hektar di delapan kecamatan mengalami kekeringan. Petani kehilangan pendapatan dan terancam kesulitan memenuhi kebutuhan pangan.
Berdasarkan pantauan Kompas,Minggu (18/6/2023), lokasi proyek itu tampak sepi. Tidak terlihat adanya pekerja yang mengerjakan pembangunan. Pembangunan bendung itu baru berjalan pada tahap pengecoran tiang dan dinding saluran air. Progres pembangunan baru sekitar 35 persen.
Proyek Bendung Krueng (Sungai) Pase mulai dikerjakan sejak Oktober 2021. Namun, hingga Juni 2023, proyek itu belum selesai. Akibatnya, ribuan hektar sawah milik petani di delapan kecamatan mengalami kekeringan. Petani tidak bisa mengelola sawah karena kesulitan mendapatkan air.
Salmiah (60), seorang petani di Desa Alue Ie Mirah, Kecamatan Nibong, menuturkan, sawahnya kini kering kerontang karena tidak teraliri air. Beberapa hari lalu, hujan memang sempat mengguyur, tetapi tidak cukup untuk membuat tanah menjadi lunak.
”Hidup kami susah kalau tidak bisa garap sawah karena tidak ada pendapatan lain,” kata Salmiah.
Sawah satu petak milik Salmiah terakhir panen pada Februari 2023. Saat itu, sawah tersebut digarap menggunakan air hujan. Akibatnya, panen yang didapatnya pun tidak optimal. Saat ini, sawah tersebut seharusnya sudah saatnya dibajak kembali. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan karena tidak tersedia air.
Salmiah menuturkan, saat ini dirinya masih memiliki beberapa karung padi yang diperkirakan cukup untuk dikonsumsi selama tiga bulan mendatang. ”Kalau tidak bisa ke sawah, harus beli beras,” katanya.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Aceh Utara, saat ini, sawah seluas 8.900 hektar milik para petani di delapan kecamatan di sisi kiri dan kanan Krueng Pase mengalami kekeringan. Sawah tersebut mengandalkan pasokan air dari Krueng Pase. Namun, sejak 2021, pasokan air dari sungai tersebut terhenti karena sedang bendung sedang dalam proses rehabilitasi.
Delapan kecamatan yang terdampak kekeringan adalah Meurah Mulia, Syamtalira Bayu, Samudra, Nibong, Tanah Luas, Matang Kuli, Syamtalira Aron, dan Tanah Pasir. Jumlah penduduk di delapan kecamatan itu mencapai 200.000 jiwa.
Tokoh masyarakat Desa Meunye Lhee, Kecamatan Nibong, Zainal Abidin, menuturkan, para petani harus terkena dampak dari buruknya pelaksanaan proyek tersebut. Petani kehilangan pendapatan dan kesulitan memenuhi kebutuhan pangan, terutama beras.
”Ada ribuan petani di delapan kecamatan bergantung hidup pada sawah. Kalau bendung itu tidak siap, petani bisa kelaparan,” kata Zainal.
Hidup kami susah kalau tidak bisa garap sawah karena tidak ada pendapatan lain.
Miliaran rupiah
Dalam kondisi normal, Zainal mengatakan, para petani biasanya menggarap sawah dua kali dalam setahun. Namun, sejak rehabilitasi Bendung Krueng Pase dilakukan, para petani hanya bisa menggarap sawah sekali setahun dengan mengandalkan air hujan. Biasanya, musim hujan datang pada akhir tahun.
Zainal menambahkan, dengan luas sawah 8.900 hektar dan asumsi panen 7 ton per hektar, para petani kehilangan potensi panen 62.300 ton dalam sekali tanam. Dengan asumsi harga gabah sebesar Rp 5.000 per kilogram, para petani berpotensi kehilangan Rp 311,5 miliar.
Kepala Dinas Pertanian Aceh Utara Erwandi menyatakan, petani sangat terpukul atas molornya rehabilitasi Bendung Krueng Pase. Hal ini karena pendapatan mereka bergantung sepenuhnya dari pertanian, khususnya sawah.
”Sejak bencana akhir 2020 yang lalu, berarti sudah tiga kali musim tanam gadu (musim tanam yang mengandalkan air hujan), petani tidak turun ke sawah,” kata Erwandi.
Dia menambahkan, untuk membantu para petani, Kementerian Pertanian akan membangun dua unit irigasi perpompaan di Kecamatan Tanah Luas dan Tanah Pasir. Dinas Pertanian Aceh Utara juga akan memberi bantuan benih kepada petani sebanyak 57 ton.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara juga terus berupaya mengendalikan inflasi agar beban pengeluaran petani tidak semakin berat. Selain itu, bantuan benih jagung juga disalurkan agar petani memiliki sumber pendapatan lain.
Berdasar data Badan Pusat Statistik Aceh, produksi padi di Aceh Utara pada 2022 sebanyak 318.432 ton, menurun dibandingkan dengan produksi tahun 2021 sebesar 360.353 ton. Luas panen juga menurun dari 62.454 hektar pada 2021 menjadi 54.723 hektar pada 2022.
Rehabilitasi Bendung Krueng Pase merupakan kewenangan Balai Wilayah Sungai Sumatera-I. Proyek tersebut dibiayai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan besaran anggaran Rp 44,8 miliar.
Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera I Heru setiawan menuturkan, pengerjaan rehabilitasi bendung tersebut tidak rampung sesuai target karena pihak kontraktor tidak mampu melaksanakan pembangunan sesuai kontrak.
Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Rudy Jaya. Dalam kontrak pertama, rekanan diberikan waktu 446 hari atau 14 bulan, yakni sejak Oktober 2021 hingga Desember 2022. Namun, hingga jatuh tempo, progres proyek itu hanya 35 persen.
”Waktu itu terjadi beberapa kali bencana banjir. Makanya, pembangunan tidak berjalan sesuai target,” kata Heru.
Setelah itu, Balai Wilayah Sungai Sumatera I dan kontraktor sepakat memperpanjang kontrak hingga Desember 2023. Namun, pada Januari-Maret 2023 tidak ada aktivitas pembangunan apa pun di lokasi proyek itu.
Melihat kondisi tersebut, Balai Wilayah Sungai Sumatera I memilih mengakhiri kontrak dengan PT Rudy Jaya. ”Kami khawatir jika tidak diakhiri kontrak semakin banyak ketertinggalan, sementara waktu terus berjalan,” ujar Heru.
Heru menambahkan, saat ini, sedang dilakukan proses penunjukkan kontraktor baru untuk melanjutkan sisa pembangunan. Heru pun optimistis proyek itu bakal selesai pada akhir 2023 sehingga dapat dioperasikan mulai awal 2024.
Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat, Ruslan Daud, menyatakan, rehabilitasi bendung itu harus dikebut agar petani bisa menggarap sawah dengan maksimal.
”Pemilihan kontraktor baru harus tepat agar pelaksanaan sesuai target. Petani menunggu bendung itu rampung. Jangan sampai mereka kembali kecewa,” kata anggota DPR asal Aceh itu.