Sapi Bali, Komoditas Ternak Andalan Bali
Sapi bali merupakan sapi lokal asli Indonesia. Pengembangan sapi bali dapat menjadi upaya mendukung pemenuhan kebutuhan daging nasional.
Sapi bali merupakan rumpun ternak asli Indonesia. Sapi bali adalah sapi potong potensial, yang dapat diandalkan. Jumlah sapi bali di Indonesia diperkirakan paling signifikan, yakni sekitar 30 persen, dari populasi sapi yang ada dan persebaran sapi bali di Indonesia ada mulai dari Sabang sampai Merauke.
Dalam orasi ilmiah berjudul ”Ketersediaan Pakan Hijauan, Tantangan Pengembangan Sapi Bali” yang disampaikan Ni Nyoman Suryani pada Rapat Senat Terbuka Universitas Udayana, Bali, 9 Oktober 2021, disebutkan, sapi bali merupakan rumpun sapi potong yang terbanyak dipelihara di Indonesia dengan populasi mencapai 4,8 juta ekor atau mencapai 32,31 persen. Hal itu berdasarkan rilis hasil akhir Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) dari Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik tahun 2011.
Baca juga: Sapi Lokal Bisa Jadi Solusi Sementara Atasi Defisit
Namun, populasi sapi bali di Bali saat ini terindikasi mengalami penurunan. Ditemui di Kota Denpasar, Senin (29/5/2023), Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada mengatakan, hasil pendataan ulang jumlah sapi menunjukkan populasi sapi di Bali sekitar 380.000 ekor. Penurunan jumlah sapi itu, menurut I Wayan Sunada, karena penghitungan populasi sapi sebelumnya menggunakan angka estimasi.
”Sebelum tahun 2022, angka estimasi populasi sapi di Bali sekitar 650.000 ekor,” kata I Wayan Sunada. ”Ketika terjadi penyakit mulut dan kuku, kami melakukan vaksinasi dan sekaligus mendata ulang populasi sapi. Ternyata jumlah sapi hasil pendataan 2022 sekitar 380.000 ekor,” ujar I Wayan Sunada.
Kondisi itu memengaruhi kebijakan kuota pengiriman sapi dari Bali ke luar daerah, yang juga mengalami pengurangan. Pada 2023, Bali mengurangi kuota pengiriman sapi, baik untuk ternak potong maupun sebagai bibit. Berdasarkan Keputusan Gubernur Bali Nomor 936/03-F/HK/2022 tentang Jumlah Ternak Potong dan Bibit Sapi Bali Antar Pulau Tahun 2023, selama 2023, jumlah ternak potong sapi Bali ditetapkan sebanyak 30.000 ekor dan jumlah bibit sapi bali 2.000 ekor.
Adapun perinciannya, pada catur wulan I-2023, jumlah ternak potong sapi bali ditetapkan sebanyak 5.000 ekor, catur wulan II-2023 sebanyak 20.000 ekor, dan catur wulan III-2023 sebanyak 5.000 ekor. Sebelumnya, Bali melepas 60.000 sapi dalam setahun ke luar Bali. Menurut I Wayan Sunada, pengurangan kuota pengiriman sapi itu bertujuan menjaga keseimbangan populasi ternak sapi di Bali.
Pelepasan sapi bali sebanyak 20.000 ekor pada catur wulan II-2023, menurut I Wayan Sunada, tidak terlepas dari tingginya kebutuhan ternak potong pada Idul Adha pada Juni 2023. ”Kami tetap melarang pengiriman sapi betina produktif,” katanya.
Baca juga: Geliat Kampung Sapi Astomulyo di Lampung
Meningkatnya kebutuhan ternak, khususnya sapi bali, tampak di Pasar Hewan Beringkit, pasar hewan yang dikelola Perumda Pasar Mangu Giri Sedana Kabupaten Badung, di Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Minggu (11/6/2023). Saudagar sapi asal Melaya, Kabupaten Jembrana, I Kadek Wartama (48), mengatakan, permintaan terhadap sapi bali sudah meningkat sejak Mei 2023.
Peningkatan permintaan sapi bali itu banyak dipengaruhi kebutuhan ternak kurban untuk Idul Adha. ”Peningkatan ini juga memengaruhi harga jual sapi bali yang ikut naik,” kata I Kadek Wartama di Pasar Hewan Beringkit, Mengwi.
Harga daging sapi hidup di Pasar Hewan Beringkit saat ini dinyatakan mulai Rp 52.000 sampai Rp 55.000 per kilogram. Adapun untuk sapi potong, menurut pembeli sapi potong asal Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, I Made Wardana (49) alias Pak Sadi, harga sapi potong hidup juga naik, saat ini mencapai Rp 120.000 per kilogram. ”Harganya mengikuti harga daging sapi di pasar,” kata I Made Wardana di Pasar Hewan Beringkit, Mengwi, Kabupaten Badung, Minggu.
Berkurangnya jumlah ternak sapi bali diakui I Nyoman Lumur (75), Ketua Kelompok Ternak Dharma Semara, Banjar Semaga, Kelurahan Penatih, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Ditemui Sabtu (10/6/2023), I Nyoman Lumur mengatakan, jumlah ternak sapi di kelompok ternak sapi mereka tersisa beberapa ekor saja.
Begitu pula dengan jumlah anggota kelompok ternak itu, menurut I Nyoman Lumur, juga sudah banyak berkurang. ”Sekarang semakin jarang orang yang memelihara sapi. Anggota kelompok ternak kami tersisa 17 orang dan tidak semuanya masih memiliki sapi,” kata I Nyoman Lumur.
Baca juga: Warga Tertipu Bisnis Sapi Rp 156 Miliar
Memelihara sapi di kawasan perkotaan menjadi tantangan, antara lain terbatasnya rumput, yang menjadi pakan sapi, karena area persawahan juga sudah terbatas. I Nyoman Lumur menambahkan, pemilik sapi, yang masih bertahan, di kelompok ternak sapi bali itu juga semakin menua usianya. ”Anak muda sekarang tidak berminat memelihara sapi karena memelihara sapi dianggap tidak menguntungkan, selain juga karena semakin sulit mendapatkan rumput yang menjadi makanan sapi,” ujar I Nyoman Lumur.
Guru Besar di Fakultas Pertenakan Universitas Udayana, Bali, Prof Dr Ir I Gede Mahardika mengatakan, pemeliharaan sapi bali di Bali sampai saat ini masih berskala kecil dengan jumlah ternak sapi umumnya tidak lebih dari lima ekor di setiap petani atau pemilik ternak.
Ditemui di Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Kota Denpasar, Selasa (13/6/2023), I Gede Mahardika mengungkapkan, di Bali belum ada pemeliharaan sapi berskala peternakan komersial. ”Pemeliharaan ternak sapi di Bali masih sebatas sambilan bagi petani. Itu pun dengan memanfaatkan lahan pekarangannya,” kata I Gede Mahardika.
Sejawat I Gede Mahardika di Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bali, Prof Dr Ir I Wayan Suarna, mengatakan, pemeliharaan ternak sapi di Bali umumnya sebagai tabungan hidup, yakni sapi dipelihara untuk dibesarkan kemudian dijual untuk membiayai kebutuhan hidup. ”Belum ada usaha secara profesional untuk peternakan sapi,” kata I Wayan Suarna, Selasa (13/6/2023). ”Belum tantangan lainnya, yakni di Bali belum ada sentra pangan untuk ternak,” ujar I Wayan Suarna.
I Wayan Suarna menambahkan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Bali sudah memberikan perhatian terhadap upaya pengembangan ternak sapi bali, di antaranya melalui upaya khusus sapi indukan wajib bunting (Upsus Siwab), yang kemudian diganti dengan program Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Sikomandan); upaya inseminasi buatan melalui Unit Pelaksana Teknis Balai Inseminasi Buatan Daerah Bali di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan; dan juga pembibitan sapi Bali di UPT Sentra Ternak Sobangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung di Kecamatan Mengwi.
Kepala Bidang Peternakan di Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung Nyoman Alit Mahyuni mengatakan, UPT Sentra Ternak Sobangan dikhususkan sebagai tempat pembibitan dan pelestarian sapi Bali, selain sebagai tempat edukasi tentang sapi Bali. Ditemui di UPT Sentra Ternak Sobangan, Mengwi, Badung, Jumat (9/6/2023), Nyoman Alit Mahyuni mengungkapkan, jumlah pedet atau anak sapi sebagai bibit di Sentra Ternak Sobangan, Mengwi, sebanyak 79 ekor.
Sentra Ternak Sobangan secara rutin mendistribusikan bibit sapi bali kepada kelompok ternak di Kabupaten Badung, yang mengajukan permintaan hibah bibit ke Pemerintah Kabupaten Badung. Nyoman Alit Mahyuni menambahkan, populasi ternak sapi di Kabupaten Badung saat ini tercatat 32.229 ekor.
”Pemberian hibah bibit sapi bali ini sebagai upaya pemerintah melestarikan sapi Bali, menjaga populasi sapi, dan mendukung produksi sapi Bali,” kata Nyoman Alit Mahyuni, yang didampingi Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung I Gede Asrama, Jumat (9/6/2023).
Baca juga: Impor Tak Efektif Kendalikan Harga Daging Sapi
Kelompok ternak, yang menerima hibah bibit sapi tersebut, diwajbkan untuk mengembangbiakkan sapi dari hibah Pemerintah Kabupaten Badung. ”Kalau sapi induknya sudah delapan kali beranak, sapi itu boleh dijual,” ujar I Gede Asrama.
Dalam paparannya di orasi ilmiah berjudul “”etersediaan Pakan Hijauan, Tantangan Pengembangan Sapi Bali” (2021), Ni Nyoman Suryani menyatakan, pemerintah sedang mencanangkan program swasembada daging sapi. Produksi daging sapi nasional dipengaruhi oleh populasi sapi dan kualitas sapi. Semakin besar populasi dan semakin tinggi produktivitas daging sapi, maka kemampuan penyediaan daging sapi nasional akan cenderung semakin tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap potensi sapi bali, menurut Ni Nyoman Suryani, dalam orasi ilmiahnya itu, tumpuan pemenuhan kebutuhan daging nasional bisa dikatakan ada pada sapi bali.
Pendapat sama disampaikan I Gede Mahardika dan I Wayan Suarna pada Selasa (13/6/2023). Sapi bali adalah jenis sapi dwiguna, yakni dapat sebagai sapi potong dan juga sebagai sapi pekerja. Sapi bali, yang merupakan sapi asli dan murni Indonesia, memiliki sejumlah keunggulan, di antaranya penampilannya yang kompak dan sintal, kemampuan reproduksinya tinggi, efisien menggunakan pakan, dan kualitas daging yang baik dengan daging rendah lemak dan karkas yang tinggi.
”Kemurnian sapi bali harus dijaga karena sapi Bali dapat dikembangkan sebagai induk jenis sapi baru yang unggul dari hasil persilangan,” kata I Gede Mahardika.
Adapun I Wayan Suarna menyatakan, pengembangan peternakan sapi bali dapat menjadi upaya untuk mendukung pemenuhan kebutuhan daging nasional. Langkah pemerintah untuk mengembangkan populasi sapi melalui program Sikomandan dapat dilengkapi dengan penyediaan sapi betina untuk induk dan penyediaan sarana agar bibit sapi dapat tumbuh dengan baik, di antaranya, penyediaan pakan yang berkelanjutan.
”Kalau pemerintah serius mau mengembangkan sapi sebagai bagian dari sektor primer, pemerintah juga harus mengupayakan petani bergairah memelihara sapi. Salah satunya dengan mengangkat harga daging sapi dari petani,” kata I Gede Mahardika.