Pemprov Sulut Janji Siapkan Dana Darurat untuk Penanggulangan ASF
Pemprov Sulut akan menyediakan dana tanggap darurat untuk mencegah masuknya flu babi Afrika atau ASF dari daerah wabah. Anggaran dimanfaatkan untuk operasional personel di perbatasan dan pemusnahan babi terinfeksi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara berjanji menyediakan dana tanggap darurat untuk mencegah masukanya flu babi Afrika atau ASF dari daerah wabah. Anggaran tersebut akan dimanfaatkan, antara lain, untuk operasional personel di wilayah perbatasan dengan Provinsi Gorontalo serta pemusnahan babi dan daging babi yang terinfeksi.
Langkah ini merupakan kelanjutan dari penemuan bangkai-bangkai babi di dua daerah di Sulut sepekan terakhir. Antara 30-31 Mei 2023, ditemukan bangkai babi di Jembatan Kumelembuai, Minahasa Selatan. Hal serupa ditemukan di perkebunan Gunung Potong, Desa Pangu, Minahasa Tenggara, Minggu (4/6/2023).
Penjelasan tentang penemuan bangkai ini kembali bersirkulasi di media sosial, Selasa (6/6/2023). Melalui postingan tersebut, Camat Kumelembuai, Michael Kamang Waworuntu, menyatakan, kepolisian telah menginvestigasi temuan tersebut. Berdasarkan hasil investigasi itu, bangkai tersebut bukan milik peternak lokal.
Babi-babi tersebut mati di perjalanan, kemudian dibuang sembarangan di pinggir jalan. Karena itu, lanjut Michael, masyarakat tak perlu khawatir karena hingga saat ini pemerintah belum mendeteksi keberadaan ASF di Sulut. ”Daging babi lokal masih aman dikonsumsi,” katanya.
Sekretaris Daerah Sulut Steve Kepel menyatakan, Pemprov Sulut akan menyiapkan dana tanggap darurat sesuai aturan yang berlaku. Artinya, jika daerah sekitar seperti Gorontalo dan Sulawesi Tengah telah menerbitkan pernyataan adanya endemi ASF di wilayah mereka, anggaran tangap darurat di Sulut segera disiapkan.
Kendati begitu, Steve belum merinci berapa dana yang akan disiapkan. Untuk sementara, Pemprov Sulut telah meminta aparatur pemerintah di daerah perbatasan untuk meningkatkan kewaspadaan serta penyediaan lahan pemusnahan ternak. Kewaspadaan itu terutama berlaku untuk Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Bolaang Mongondow Selatan.
Menanggapi permintaan itu, Bupati Bolaang Mongondow Utara Depri Pontoh menyatakan siap menyediakan lahan pemusnahan ternak. Namun, dia juga meminta Pemprov Sulut untuk mengirim dokter atau petugas kesehatan hewan lainnya ke daerah perbatasan, terutama di pos-pos penjagaan muatan hewan dari arah Gorontalo.
”Kalau babi-babi yang di daerah Minahasa itu pasti sehat, tapi yang masuk ke Sulut belum tentu. Kita harus tahu berapa banyak yang kena dampak ASF dan harus dimusnahkan. Ini masalah komitmen, harus ada petugas di sana. Kalau dokter yang ngomong, kita tidak akan lawan (untuk musnahkan), asal ahlinya yang memberi keterangan,” kata Depri.
Depri juga meminta kepastian tentang prosedur standar operasi pemusnahan dan penguburan bangkai atau daging babi. ”Saya memikirkan dampaknya (infeksi penyakit). Mudah-mudahan tidak terkena ke manusia, apalagi ke perekonomian Sulut,” ujarnya.
Untuk sementara, Depri menyebut, sudah ada tim pemeriksa ternak di wilayahnya meskipun belum mencakup dokter hewan. Tim itu dibentuk untuk mengatasi penyakit mulut dan kuku (PMK) sejak November 2022. Tim tersebut telah terbiasa mengecek kelengkapan surat serta mencatat nomor polisi kendaraan yang lewat membawa masuk ternak ke Sulut.
Kita harus tahu berapa banyak yang kena dampak ASF dan harus dimusnahkan.
”Tapi ini antisipasi saja. Kami belum mendapat dasar undang-undang yang jadi pegangan. Kami menunggu solusi dari pemprov agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan di daerah kita. Saya sarankan juga, ada koordinasi antarprovinsi, yaitu antara Gubernur Sulut dan Gorontalo seperti saat pandemi Covid-19,” kata Depri.
Sementara itu, Wakil Bupati Bolaang Mongondow Selatan Deddy Abdul Hamid mengatakan, perlu didirikan satu pos pengecekan yang memadai di perbatasan wilayahnya dengan Gorontalo. Saat ini, pos yang ada tidak memadai sehingga petugas tak bisa berjaga selama 24 jam dan akhirnya lengah.
”Kalau bisa, dibangun satu check point yang dilengkapi sarana prasarana dan dokter hewan. Kita harap ada kerja sama dari semua pihak, jangan cuma kami di perbatasan. Kami juga minta ada pos-pos di daerah lain yang banyak peternak babi sehingga (kalau ada yang lolos dari Bolaang Mongondow Selatan) bisa tetap tercegah,” kata Deddy.
Hal senada juga disampaikan Kepala Kepolisian Resor Bolaang Mongondow Selatan Ajun Komisaris Besar Indra Wahyu Madjid. Sejak pekan ketiga Mei, Indra mengaku telah meminta adanya tambahan personel dari Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut.
”Jangan sampai kami tidak tahu hewan-hewan ini sudah terpapar atau belum. Selama ini, kami selalu pulangkan kalau ada yang datang dari Gorontalo. Tetapi, kalau mau dimusnahkan, di mana dan bagaimana? Karena masyarakat pasti akan komplain,” kata Indra.
Hingga kini, Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut menyatakan belum ada kasus ASF di Sulut. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut Nova Pangemanan mengatakan, dokter-dokter hewan telah turun ke kandang-kandang besar di Minahasa untuk mengambil sampel dari kandang, lalu mengujikannya ke Balai Besar Veteriner Maros.
”Sampai saat ini belum ada, tetapi harga daging babi malah sudah sangat turun. Biasanya Rp 40.000 per kilogram, sekarang sudah Rp 28.000. Jadi isu yang beredar saja sudah memengaruhi harga. Bisa kita bayangkan, bagaimana kalau sudah ada yang positif,” ujarnya.
Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut Hanna Tioho mengatakan, permintaan untuk mengirim dokter hewan ke wilayah perbatasan sulit untuk dipenuhi. Hal ini karena jumlah dokter hewan di dinas itu hanya empat orang, termasuk Hanna.
Di samping itu, dokter hewan hanya tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sulut, yakni 2 orang di Kotamobagu, 1 di Bolaang Mongondow, 1 di Minahasa, 2 di Minahasa Selatan, dan 2 di Tomohon.
”Memang kami ini ’barang langka’. Di Sulut belum ada jurusan dokter hewan. Pemprov sudah sempat buka kuota (calon pegawai negeri sipil) yang cukup besar, tetapi tidak ada yang mendaftar,” katanya.