Kumpulkan Kades Se-Jateng, Ganjar Minta Penanggulangan Tengkes Dipercepat
Sejak menjabat sebagai gubernur pada 2013, sudah lebih dari Rp 8 triliun anggaran yang digelontorkan untuk desa-desa di Jateng. Tahun ini, ada Rp 1,7 triliun yang disalurkan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengumpulkan semua kepala desa dan perangkat desa se-Jateng di Gelanggang Olahraga Jatidiri, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (5/6/2023). Jelang masa-masa akhir jabatannya, Ganjar meminta para kepala desa di wilayahnya untuk mempercepat penyelesaian sejumlah persoalan desa, salah satunya menekan angka stunting atau tengkes.
Dalam kegiatan itu, Ganjar yang masa jabatannya akan berakhir pada September 2023 mengucapkan terima kasih kepada para kepala desa dan perangkat desa di wilayahnya yang telah bekerja keras mengatasi persoalan desa. Ganjar juga mengingatkan, masih ada sejumlah persoalan yang harus segera dibereskan.
”Satu, soal penurunan angka kemiskinan. Lalu, penurunan angka stunting seperti yang telah diprogramkan Presiden. Tugas kami melakukan percepatan (penyelesaian persoalan) itu,” kata Ganjar, Senin.
Dalam beberapa kesempatan, Ganjar menyebut, penanganan tengkes sepaket dengan penuntasan persoalan kemiskinan ekstrem. Hal itu karena daerah yang masuk daerah zona merah miskin biasanya kasus tengkesnya tinggi.
Di Jateng, ada sejumlah program yang diselaraskan untuk mengatasi persoalan kemiskinan eksrem dan tengkes, antara lain Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng, Jo Kawin Bocah, dan Satu Organisasi Perangkat Daerah Satu Desa Binaan.
Berdasarkan perhitungan elektronik, Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat pada 2018, tingkat tengkes di Jateng berada di angka 24,4 persen. Setahun kemudian, angka itu turun menjadi 18,3 persen.
Pada 2020, kasus tengkes di Jateng kembali turun menjadi 14,5 persen, kemudian turun menjadi 12,8 persen pada 2021. Adapun menurut penghitungan terakhir, yakni pada 2022, angka tengkes Jateng sebesar 11,9 persen.
Menurut penghitungan terakhir, yakni pada 2022, angka tengkes Jateng sebesar 11,9 persen.
Ganjar menambahkan, sejak dirinya menjabat sebagai gubernur pada 2013, sudah lebih dari Rp 8 triliun anggaran yang digelontorkan untuk desa-desa di Jateng. Tahun ini, ada Rp 1,7 triliun yang disalurkan. Ia berharap dana itu dikelola dengan baik, tidak dikorupsi, dan dimanfaatkan untuk mengatasi persoalan-persoalan di masyarakat.
Selain persoalan kemiskinan dan tengkes, Ganjar juga berpesan agar persoalan infrastruktur diselesaikan. Sementara itu, persolan terkait kekerasan kepada anak dan perempuan ataupun persoalan lingkungan di perdesaan juga dinilai penting untuk diatasi.
Kepala Desa Dermasuci, Kabupaten Tegal, Mulyanto yang hadir dalam kegiatan di Semarang itu mengatakan, pihaknya akan berupaya mempercepat mengentaskan anak-anak di wilayahnya dari tengkes. Saat ini, di desa itu masih ada 50 anak yang mengalami tengkes. Tahun depan, angka itu ditargetkan berkurang setidaknya 60 persen.
”Tahun ini, kami menganggarkan Rp 60 juta untuk pengentasan stunting di Desa Dermasuci. Dengan anggaran tersebut, secara rutin, kami akan menyalurkan makanan siap santap dengan gizi seimbang kepada anak-anak yang menderita stunting. Kenapa makanan siap santap tidak uang? Karena kalau uang, terkadang tidak dipakai untuk memenuhi nutrisi anak, tetapi dipakai untuk yang lain,” tutur Mulyanto.
Selain pengetasan anak-anak dari tengkes, Dermasuci juga menargetkan perbaikan infrastruktur desa. Perbaikan infrastruktur meliputi perbaikan jalan, fasilitas umum, dan perbaikan balai desa yang rusak akibat bencana tanah bergerak. Anggaran yang disiapkan untuk program tersebut mencapai Rp 1 miliar.
Sementara itu, di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Blora, pengentasan anak-anak dari tengkes juga bakal menjadi prioritas. Kepala Desa Gabusan Parsidi menyebut, di wilayahnya masih ada 28 anak yang mengalami tengkes. Tahun depan, ia menargetkan nol tengkes di wilayahnya.
”Nanti kami ada program pemberian bantuan makanan tambahan untuk anak-anak tersebut. Selain itu, ada juga edukasi kepada para ibu terkait gizi seimbang,” ucap Parsidi.
Di Desa Gabusan, pengentasan warga dari kemiskinan ekstrem juga menjadi fokus penanganan. Di wilayah tersebut, dari total warga sebanyak 2.500 jiwa, sekitar 25 persennya masuk dalam kategori keluarga miskin ekstrem. Kendati tak memerinci, Parsidi menyebut pihaknya akan mengatasi kemiskinan ekstrem melalui program pemberdayaan masyarakat.