Alih fungsi hutan menjadi area pertambangan memicu kenaikan suhu di Berau. Hal ini diperparah dengan tata kelola tambang batubara akibat beralihnya kewenangan izin dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Lantaran saat ini kewenangan pertambangan batubara ada di pemerintah pusat, pemerintah daerah di Kalimantan Timur mengklaim tak bisa berbuat banyak terhadap aktivitas pertambangan di daerahnya yang berkontribusi terhadap peningkatan suhu di Kabupaten Berau. Pemerintah setempat hanya bisa mengantisipasi kekeringan dan memanfaatkan lahan bekas tambang supaya kembali produktif.
Dalam Laporan Tematik Kompas, Senin (5/6/2023), suhu di Kabupaten Berau memanas 0,95 derajat celsius dalam 16 tahun dengan laju 0,6 derajat per tahun. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan laju pemanasan global yang berkisar 0,15 sampai 0,2 derajat celsius per tahun.
Penelitian Nicholas H Wolff dari The Nature Conservancy dan tim di jurnal Lancet Planetary Health (2021) menunjukkan, selama 2002 hingga 2018, seluas 4.375 kilometer persegi hutan di Berau telah dibuka. Ini setara dengan sekitar 17 persen dari luasan lahan di seluruh kabupaten ini. Beberapa di antaranya digunakan untuk pertambangan batubara.
Akibat deforestasi itu, fungsi pendinginan dari hutan hilang. Salah satu dampak dari peningkatan suhu ini adalah produktivitas pekerja di luar ruangan, seperti petani, pada siang hari menjadi lebih sedikit. Sebab, waktu istirahat semakin banyak di siang hari.
Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, pemerintah provinsi saat ini tak punya kewenangan soal pertambangan di wilayahnya. Mengacu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, izin pertambangan batubara ada di pemerintah pusat.
”Gubernur tidak punya kewenangan karena sudah ditarik semua (kewenangan pertambangan) ke Jakarta. Negara punya kewajiban mengatur regulasinya karena (menurut) undang-undang (izin) lari ke Jakarta,” kata Isran, saat wawancara khusus dengan Kompas, beberapa waktu lalu.
Untuk mengembalikan produktivitas lahan bekas tambang batubara, Pemerintah Kabupaten Berau menjalankan sejumlah program. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Berau Junaidi mengatakan, lahan bekas pertambangan yang sudah direklamasi dimanfaatkan untuk peternakan sapi dan kambing bagi warga, bekerja sama dengan perusahaan tambang.
”Misalnya, di area lahan bekas tambang PT Berau Coal. Di Binungan Blok 1 jumlahnya 155 ekor sapi. Binungan blok 2 ada 24 ekor kambing. Di Sambrata 38 ekor sapi, dan di Lati ada 43 ekor sapi," kata Junaidi dihubungi dari Balikpapan, Senin (5/6/2023).
Pihak perusahaan juga menanam rumput gajah untuk pakan ternak. Peternakan itu, selain dikelola perusahaan, juga menggandeng warga. Sedikitnya ada 65 sapi milik warga yang turut digembalakan di lahan bekas tambang itu.
Pemanfaatan lahan untuk peternakan, menurut Junaidi, dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan daging sapi dan kambing di Berau dan Kaltim. Sebab, selama ini kebutuhan daging kambing dan sapi Kaltim dipenuhi dari Sulawesi.
Menanggapi kenaikan suhu di Berau, pemerintah daerah setempat mengantisipasi agar petani terhindar dari kekeringan. Hal itu juga dilakukan untuk mengantisipasi dampak kekeringan akibat El Nino yang diperkirakan terjadi lebih awal di Indonesia.
Di Kaltim, curah hujan diperkirakan mulai berkurang pada Juni, Juli, dan Agustus 2023. Untuk mengantisipasi hal itu, beberapa kelompok tani di Berau sudah mengajukan proposal untuk pembelian pompa. Alat itu dibutuhkan untuk mengalirkan air dari sumber air terdekat saat terjadi kekeringan di lahan pertanian.
”Proposal itu akan kami usulkan di anggaran belanja tambahan (ABT) tahun ini. Atau setidaknya di anggaran murni 2024,” kata Junaidi.
Jaminan reklamasi tambang
Anggota Komisi I DPRD Kaltim, M Udin, mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan sekitar 54 pencairan dana jaminan reklamasi tambang batubara di Kaltim yang tidak wajar. Dana jaminan reklamasi ialah dana yang disetor perusahaan tambang sebagai komitmen untuk mereklamasi lubang tambang setelah selesai produksi.
Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Penutupan Tambang, bentuk jaminan reklamasi dapat berupa deposito berjangka, bank garansi, asuransi atau cadangan akuntansi.
Kami sedang upayakan terbentuk tahun ini. Nantinya ada pansus untuk CSR sendiri, pansus jaminan reklamasi sendiri. (M Udin)
BPK juga merekomendasikan untuk mendata permasalahan lingkungan akibat tambang batubara. Sebab, menurut temuan BPK, ada potensi 1.133 izin usaha pertambangan yang tidak aktif dan meninggalkan bekas tambang tanpa reklamasi.
Ini disinyalir akibat proses perizinan yang tidak tertata di masa silam. Sebelumnya, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi punya kewenangan memberi izin pertambangan. Saat beralih ke pemerintah pusat, dana jaminan reklamasi diduga diselewengkan oleh orang tak bertanggung jawab.
Udin mengatakan, DPRD Provinsi Kaltim telah membentuk Panitia Khusus Investigasi Pertambangan yang bertugas mengecek dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) perusahaan tambang, jaminan reklamasi, dan 21 izin usaha pertambangan (IUP). Masa kerja pansus ini selesai pada 2 Mei lalu.
Pihaknya akan mengajukan pembentukan pansus baru untuk menuntaskan persoalan pertambangan tersebut. Lantaran banyak hal yang perlu diawasi, pansus baru ini rencananya akan punya tugas spesifik masing-masing.
”Kami sedang upayakan terbentuk tahun ini. Nantinya ada pansus untuk CSR sendiri, pansus jaminan reklamasi sendiri,” kata Udin melalui sambungan telepon.