Takut Terdampak Serangan KKB, Ratusan Warga Nduga Mengungsi
Ratusan warga mengungsi ke ibu kota Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Hal ini demi menghindari konflik antara KKB dan aparat keamanan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS —Sebanyak 162 warga Kampung Nogolait mengungsi ke Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Mereka takut dan cemas terdampak kontak senjata antara TNI-Polri dan kelompok kriminal bersenjata.
Warga menempati bangunan SDN 1 Kenyam di pusat kota Nduga. Sebanyak 54 orang di antaranya adalah pria dewasa, 84 perempuan, dan 24 anak.
Kepala Operasi Damai Cartenz Komisaris Besar Faisal Ramadhani, Kamis (1/6/2023), mengatakan, 162 warga itu mengungsi karena ketakutan. Mereka cemas terimbas penyerangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) kepada aparat keamanan yang terjadi sejak Senin (29/5/2023).
”Penyerangan (oleh KKB) dipimpin Yotam Bugiangge,” ujar Faisal.
Faisal menjelaskan, Yotam adalah mantan anggota TNI Angkatan Darat yang desersi. Pada 17 Desember 2021, Yotam kabur dari satuannya, Kompi C Batalyon Infanteri 756/Wimane Sili, di daerah Senggi, Kabupaten Keerom, Papua.
Pria asal Kabupaten Nduga itu kabur sembari membawa satu senjata laras panjang. Yotam lantas bergabung dengan Egianus.
Mereka lalu menyerang 13 warga di Kampung Nogolait pada 16 Juli 2022. Akibatnya, 11 orang tewas dan 2 luka berat.
Sejauh ini, dua anggota KKB di Nduga ditangkap Rabu (31/5/2023). Mereka berinisial AK dan DB. AK terlibat menyerang Kampung Nogolait.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Wilayah Papua Frits Ramandey berharap, pemda Nduga memberikan perhatian bagi pengungsi di Kenyam. Mereka membutuhkan tempat mengungsi yang layak serta makanan dan air bersih.
Ia pun mengatakan, Komnas HAM Wilayah Papua terus berkomunikasi dengan aparat keamanan dan kelompok sipil bersenjata. Salah satu tujuannya, membebaskan pilot pesawat Susi Air, Philip Mark Mehrtens.
Sebelumnya, komplotan Egianus membakar pesawat Susi Air PK-BVY yang dikemudikan Philip. Pesawat dibakar setelah mendarat di Lapangan Terbang Distrik Paro, Nduga, pada 7 Februari 2023 pukul 06.17 WIT. Sejak itu, Philip disandera dan belum dibebaskan hingga kini.
”Upaya pembebasan Philip harus ditangani serius. Sebab, aksi itu dapat memicu operasi penegakan hukum yang berdampak konflik semakin meluas di tengah masyarakat,” ucap Frits.