Pascapandemi, Perlu Gotong Royong Tangani Masalah Kesehatan Warga
Semangat gotong royong perlu dikembangkan untuk bersama-sama menangani masalah kesehatan pascapandemi. Banyak masalah masih dihadapi Jawa Tengah.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Setelah pandemi Covid-19 berlalu, saat ini masih ada masalah kesehatan masyarakat yang tetap memerlukan perhatian dan kepedulian bersama. Penanganan masalah tersebut juga tetap perlu ditangani bersama, dengan melibatkan kerja sama dari berbagai pihak.
”Pascapandemi, masih tetap ada masalah kesehatan yang perlu ‘dikeroyok’ bersama-sama,” ujar Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam sambutannya di acara bakti sosial kesehatan Tri Suci Waisak 2567 BE/2023 yang digelar Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) di Taman Lumbini, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (30/5/2023).
Selama pandemi, dia menyebutkan, terdata 56.000 ibu hamil di Indonesia terdeteksi positif Covid-19, 3 persen di antaranya meninggal dunia.
Namun, setelah pandemi, kematian ibu melahirkan, kematian anak-anak masih tetap menjadi momok di mana saja, termasuk di Jawa Tengah.
Selain itu, menurut dia, Jawa Tengah juga masih menghadapi persoalan lain terkait kualitas kesehatan, yaitu masalah tengkes (stunting). Sekalipun cenderung terus turun, prevalensi angka tengkes di Jawa Tengah di tahun 2022 terdata masih mencapai 20,8 persen. Padahal, di tahun 2024, angka di setiap daerah ditargetkan mampu ditekan hingga 14 persen.
”Perjuangan mencapai target prevalensi stunting 14 persen tersebut jelas tidaklah mudah karena di Jawa Tengah saja masih ada lima kabupaten yang angka prevalensi stunting-nya, masih tinggi, lebih dari 20 persen,” ujarnya. Lima kabupaten yang dimaksud adalah Kabupaten Wonosobo, Tegal, Brebes, Demak, dan Jepara.
Dengan masih banyaknya persoalan, masalah di bidang kesehatan tersebut, Ganjar pun memuji setiap pihak yang mau secara sukarela melakukan kegiatan pengobatan seperti Walubi.
”Kegiatan dengan semangat gotong royong yang dilakukan hari ini semestinya juga kita kembangkan untuk banyak kegiatan di berbagai bidang lainnya,” ujarnya.
Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Supriyadi mengatakan, kegiatan pengobatan massal seperti yang dilakukan pada Selasa (30/5/2023) merupakan bagian dari kegiatan untuk meningkatkan darma tiap individu, menyadarkan akan kepedulian, rasa welas asih terhadap sesama.
”Memberikan bantuan seperti acara pengobatan massal adalah bagian dari upaya untuk menggugah kesadaran untuk terus berbagi dan memberi pertolongan kepada siapa saja yang lemah dan membutuhkan pertolongan,” ujarnya.
Karuna Murdaya, perwakilan dari Walubi, sekaligus selaku Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional 25667 BE/2023, mengatakan, pengobatan massal sebenarnya adalah kegiatan rutin yang diselenggarakan sebagai bagian dari rangkaian kegiatan perayaan Waisak.
Tiga tahun lebih berhenti karena terkendala situasi pandemi, pengobatan massal tahun ini akhirnya kembali digelar. Pengobatan massal kali ini melibatkan 200 dokter di mana sebagian di antaranya adalah dokter spesialis, seperti dokter spesialis bedah, spesialis anak, dan spesialis kandungan. Kegiatan pengobatan massal tersebut juga dibantu oleh sekitar 400 tenaga perawat serta sekitar 250 sukarelawan dari berbagai komunitas.
Dilakukan selama dua hari, 30-31 Mei 2023, kegiatan pengobatan massal tersebut diharapkan bisa membantu mengobati dan menangani penyakit yang diderita oleh warga di kawasan Borobudur dan sekitarnya.