Kelelahan Biksu Thudong Terbayar dengan Keramahan Warga
Rombongan biksu yang melakukan ritual thudong mengaku perjalanan di Indonesia tidak melelahkan karena selalu disambut kegembiraan dan antusiasme warga. Mereka pun memuji toleransi dan kerukunan warga.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Ritual thudong adalah perjalanan dengan berjalan kaki yang melelahkan untuk dilakukan. Namun, saat melakukannya di Indonesia, rombongan biksu asal Thailand mengakui semua rasa lelah tersebut bisa diminimalkan karena terbayar oleh semua keramahan warga yang ditemui mereka di sepanjang jalan.
Biksu Kantadhammo mengatakan, ritual thudong sudah biasa mereka lakukan di beberapa negara lain, seperti Malaysia dan Thailand. Namun, ritual thudong yang dilakukannya di Indonesia sungguh-sungguh, diakuinya, memberikan pengalaman yang berbeda.
”Saat menjalankan ritual thudong, kami biasanya akan berhenti, beristirahat setelah menempuh jarak tiga atau lima kilometer. Namun, di Indonesia, senyum dan keramahan warga memberi semangat luar biasa sehingga kami pun sering baru beristirahat setelah menempuh jarak 10 kilometer atau lebih,” ujarnya, saat ditemui setelah acara penyambutan di tempat Ibadat Tri Dharma (TITD) Liong Hok Bio, Kota Magelang, Jawa Tengah, Selasa (30/5/2023).
Saat melakukannya di Malaysia atau Thailand, menurut dia, ritual thudong lebih sering dijalankan dengan menjalankan meditasi secara tenang. Di Indonesia, ritual tersebut lebih banyak dilakukan dengan sering menyapa dan berkomunikasi dengan warga sekitar, yang sudah antusias menyambut mereka di sepanjang jalan. Sambutan warga tersebut bukanlah sesuatu hal yang menganggu.
”Kegiatan menyapa warga adalah bagian dari ibadah dan misi kami untuk berbagi cinta kasih dan menebarkan semangat toleransi,” ujarnya.
Rombongan biksu yang menjalankan ritual thudong dari Thailand telah tiba di Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, pada Selasa siang sekitar pukul 14.00. Dengan beberapa kali kunjungan yang dilakukan di sejumlah titik, rombongan biksu tersebut akhirnya tiba di TITD Liong Hok Bio sekitar pukul 17.35. Rombongan ini terdiri dari 33 biksu dan dua umat Buddha.
Sambutan warga yang demikian antuasias tersebut, menurut dia, juga sekaligus menggambarkan bentuk toleransi dan penghormatan masyarakat Indonesia terhadap figur rohaniwan dari agama lain.
Keramahan dan toleransi tersebut, menurut dia, juga tergambar dari kesediaan warga beragama lain untuk berdialog dengan mereka.
”Kami bahkan juga sempat singgah dan menginap di rumah salah seorang tokoh ulama Muslim,” kata Kantadhammo.
Biksu lainnya, Biksu Wongsin Labhiko Mahathera, mengatakan, setelah sampai di Kota Magelang, maka rombongan ini berarti telah melakukan perjalanan selama 68 hari, dan menempuh jarak 2.600 kilometer.
Dia menuturkan, semua anggota rombongan sangat senang, terhibur dengan sambutan warga yang demikian antuasias.
”Sambutan warga sungguh luar biasa dan mengharukan. Jika bisa menangis, sebenarnya kami ingin menangis melihat antuasiasme warga saat ini,” ujarnya.
Kesempatan sekali seumur hidup
Banyak warga luar kota juga ingin menyambut rombongan biksu di Kota Magelang. Ita Sri Utami (41), salah seorang warga yang juga umat Buddha asal Kabupaten Semarang, mengaku menyempatkan datang karena dirinya tidak berkesempatan untuk menyambut para biksu di Ambarawa.
”Kami harus datang ke mari (Kota Magelang), karena rombongan biksu dari Thailand ini belum tentu kami temui lagi di sepanjang umur kami,” ujarnya.
Ita yang datang bersama suami dan dua anaknya, juga membawa beberapa botol minuman untuk diberikan para para biksu.
”Dengan memberi minuman, saya sekaligus ingin mengajari, memberi contoh pada anak-anak saya tentang bagimana menanam karma baik untuk kehidupan di masa depan,” ujarnya.
Keramaian warga di sekitar TITD Liong Hok Bio sudah terpantau terjadi sejak Selasa siang sekitar pukul 14.30. Semakin sore, kerumunan orang semakin padat.
Banyak orang dari berbagai latar belakang agama tetap setia menunggu kedatangan biksu, sekalipun jadwal kedatangan mereka mundur dari rencana kedatangan yang semula dijadwalkan pukul 16.00.
Andi (20), salah seorang warga dari Kelurahan Panjang, Kecamatan Magelang Tengah misalnya, menunggu karena kedatangan para biksu dengan berjalan kaki adalah hal yang dianggapnya harus dilihat secara langsung.
”Kedatangan biksu semacam ini tidak cukup disaksikan melalui Youtube,” ujarnya penuh semangat.
Di tengah masyarakat itu, ada 32 terapis yang tergabung dalam Perkumpulan Pengobat Tradisional Indonesia (PPTI). Mereka berinisiatif menyambut para biksu dengan memberikan layanan pijat gratis untuk para biksu di TITD Liong Hok Bio.