Umat Buddha Lakukan Ibadah Menggunakan Bahasa Sanskerta
Ibadah dengan tata cara baru mulai dilakukan umat Buddha di Candi Borobudur, Jumat (26/5/2023). Dalam ibadah ini, ritual dilakukan dengan bahasa Sanskerta dengan memakai kitab Jawa kuno sebagai panduan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Sejumlah biksu, samanera (calon biksu), samaneri (calon biksuni), bersiap melakukan pradaksina di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (16/4/2023). Selain untuk memperingati 1.199 tahun Candi Borobudur selesai dibangun, ritual tersebut juga untuk mengawali penggunaan kembali tata cara beribadah umat Buddha Jawa kuno sesuai sejarah pada masa pembangunan Candi Borobudur. Tata cara itu disebut sebagai Dharmayatra Adi Buddha Puja dengan salah satu bentuk ritual yang sangat khas Jawa, yakni doa yang dilengkapi uborampe atau sajen.
MAGELANG, KOMPAS — Tata cara ibadah umat Buddha Jawa kuno untuk pertama kalinya diselenggarakan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (26/5/2023). Mengacu pada sejarah di masa lampau, keseluruhan doa selama ibadah dilantunkan dalam bahasa Sanskerta.
”Bahasa untuk semua doa yang kami panjatkan dituturkan dalam bahasa Sanskerta dan seluruh pelaksanaan tata cara ibadah kali ini dilakukan dengan memakai panduan kitab Jawa kuno, Sang Hyang Kamahayanikan,” ujar Anumahanayaka Sangha Agung Indonesia Bhante Nyanasila Thera saat ditemui seusai pelaksanaan ibadah di Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat.
Tata cara ibadah Jawa kuno tersebut disebut sebagai Dharmayatra Adi Buddha Puja. Ibadah diawali dengan melakukan pradaksina di Candi Mendut pada Kamis (25/5), berlanjut di Candi Borobudur pada Jumat.
Selama dua hari tersebut, ibadah dilakukan oleh 30 orang dalam satu rombongan yang terdiri dari biksu, umat, dan samanera (calon biksu) serta samaneri (calon biksuni), yang saat ini tengah menempuh pendidikan di Mojokerto, Jawa Timur.
Sesaji diletakkan di dekat pohon bodhi, tempat sejumlah biksu yang akan melaksanakan Dharmayatra Adi Buddha Puja di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (16/4/2023). Selain untuk memperingati 1.199 tahun Candi Borobudur selesai dibangun, ritual tersebut juga untuk mengawali penggunaan kembali tata cara beribadah umat Buddha Jawa kuno sesuai sejarah pada masa pembangunan Candi Borobudur. Tata cara itu disebut sebagai Dharmayatra Adi Buddha Puja dengan salah satu bentuk ritual yang sangat khas Jawa, yakni doa dengan dilengkapi uborampe atau sajen.
Di Candi Borobudur, ibadah dilakukan dengan melakukan pradaksina di setiap relung candi di lantai 1 hingga 5. Saat berada di bangunan candi, mereka melantunkan doa-doa dengan berdiri di sisi timur.
Setelah selesai melakukan ritual di candi, ibadah dilanjutkan dengan mendaraskan doa di bawah pepohonan di bukit di sebelah candi. Ritual doa tersebut dilakukan di depan rangkaian sesaji. Adapun sesaji yang dibuat, yang disusun sebagai bagian dari simbol penghormatan dan penghaturan doa serta harapan itu, terdiri dari buah-buahan, bunga-bunga dari empat penjuru, hiasan janur, serta sejumlah makanan kecil.
Dharmayatra Adi Buddha Puja direncanakan bisa dilaksanakan dalam skala massal dengan lebih banyak umat pada saat peringatan 1.200 tahun Candi Borobudur selesai dibangun di tahun 2024.
Dharmayatra Adi Buddha Puja, menurut Bhante Nyanasila, adalah tata cara yang baru saja disusun Sangha Agung Indonesia, berdasarkan hasil kajian, dan diskusi bersama umat Buddha di Bali yang ternyata masih menjalankan ritus Jawa kuno tersebut, tokoh budayawan, serta peneliti sejarah Candi Borobudur, Hudaya Kandahjaya. Rumusan ini juga dibuat dengan berdasar hasil riset dan penelitian yang pernah dibuat Hudaya, yang kemudian disusun dalam buku Borobudur, Biara Himpunan Kebajikan Sugata.
Bhante Nyanasila mengatakan, pihaknya sangat senang bisa melakukan tata cara tersebut di Candi Borobudur, tepat di hari peringatan 1.199 tahun Candi Borobudur selesai dibangun pada 26 Mei 824.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Sejumlah rohaniwan Buddha berdoa di depan sesaji di dekat pohon bodhi saat melaksanakan ritual Dharmayatra Adi Buddha Puja di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (16/4/2023). Selain untuk memperingati 1.199 tahun Candi Borobudur selesai dibangun, ritual tersebut juga untuk mengawali penggunaan kembali tata cara beribadah umat Buddha Jawa kuno sesuai sejarah di masa pembangunan Candi Borobudur.
”Tepat pada hari berdirinya candi ini, kami sungguh berbahagia bisa melaksanakan ibadah sesuai dengan sejarah, ajaran yang ada di masa pembangunan Candi Borobudur,” ujarnya.
Dengan mulai melakukannya di tahun ini, Dharmayatra Adi Buddha Puja direncanakan bisa dilaksanakan dalam skala massal dengan lebih banyak umat pada saat peringatan 1.200 tahun Candi Borobudur selesai dibangun pada tahun 2024.
Selain rombongan dari Sangha Agung Indonesia, sejumlah rombongan lainnya juga melakukan ritual paradaksina masing-masing di halaman candi. Tidak hanya rombongan biksu, pradaksina juga tampak dilakukan oleh sejumlah wisatawan dengan didampingi oleh seorang biksu.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Ketua Lembaga Hubungan Antarlembaga dan Kerja Sama Luar Negeri Sangha Agung Indonesia Banthe Ditthisampano memimpin pradaksina dengan diikuti sebuah keluarga dari Amerika Serikat di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (26/5/2023). Pradaksina merupakan prosesi memutari bangunan candi sembari bermeditasi dan melaksanakan pemujaan kepada Sang Buddha.
Bhante Dhittisampano, yang baru saja mendampingi pradaksina bersama empat wisatawan asal Amerika Serikat, mengatakan, pradaksina dilakukan setelah para turis tersebut membuat janji bertemu sebelumnya.
”Para turis tersebut tidak sekadar ingin berjalan-jalan. Mereka ingin merasakan ketenangan dengan melakukan ritual doa. Semua itu akhirnya bisa tertuntaskan dengan mengajak mereka berdoa dan melakukan pradaksina, tiga kali mengelilingi bangunan candi,” ujarnya.
Adapun bahasa doa yang dipakai diucapkan di sepanjang ritual adalah bahasa Pali.