Tata Cara Ibadah Umat Buddha Jawa Kuno Dihidupkan Kembali
Telah dibuat tata cara ibadah atau puja bhakti bagi umat Buddha yang akan beribadah di Candi Borobudur. Menyesuaikan dengan sejarah, tata cara ini juga dipadukan dengan tradisi budaya Jawa.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Tata cara beribadah umat Buddha Jawa kuno sesuai sejarah di masa pembangunan Candi Borobudur kembali dibangkitkan dan digunakan kembali. Dimulai diterapkan di tahun ini, ke depan, tata cara ini direncanakan akan menjadi tata cara yang akan dilakukan oleh seluruh umat Buddha yang akan beribadah di Candi Borobudur.
Demikian dituturkan oleh Anumahanayaka Sangha Agung Indonesia, Nyanasila Thera, saat ditemui, Kamis (25/5/2023).
Tata cara tersebut telah dibuat serta dirumuskan dari hasil kajian dan diskusi bersama yang dilakukan Sangha Agung Indonesia bersama umat Buddha di Bali yang ternyata masih menjalankan ritus Jawa kuno tersebut, serta tokoh budayawan dan peneliti sejarah Candi Borobudur, Hudaya Kandahjaya. Rumusan ini juga dibuat berdasarkan hasil riset dan penelitian yang pernah dibuat Hudaya.
Rumusan ini dibuat dalam jangka waktu lama, termasuk dengan melakukan upaya penelusuran, mencari tahu apakah masih ada umat Buddha yang menjalankan ibadah sesuai tradisi Jawa kuno. Dari pencarian tersebut, akhirnya diketahui tradisi tersebut masih dijalankan oleh umat Buddha keturunan Empu Tantular di Bali.
Tata cara itu disebut sebagai Dharmayatra Adi Buddha Puja. Memakai pendekatan budaya, konsep peribadatan ini juga sekaligus dipadukan dengan budaya, tradisi peribadatan masyarakat Jawa kuno.
”Salah satu bentuk ritual yang sangat khas Jawa yang dipakai dalam Dharmayatra Adi Buddha Puja adalah dengan adanya acara doa dengan dilengkapi uborampe atau sajen,” ujarnya.
Sajen yang dipakai, antara lain, bunga-bunga dari empat penjuru, buku-buku doa, dan kendi berisi air. Dalam tradisi peribadatan Jawa, sajen biasanya ditata dan disajikan di tempat doa. Namun, demi menjaga kebersihan Candi Borobudur, maka penyajian sajen nantinya akan diatur diletakkan di bukit di sebelah candi.
Tata cara Dharmayatra Adi Buddha Puja tersebut dipraktikkan oleh 30 orang yang terdiri dari biksu, samanera (calon biksu), samaneri (calon biksuni), dan umat dari Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (25/5/2023).
Berjalan kaki dari Candi Mendut dan Candi Pawon pada Kamis, tata cara peribadatan ini nantinya akan diakhiri di Candi Borobudur pada Jumat (26/5/2023).
Salah satu bentuk ritual yang sangat khas Jawa yang dipakai dalam Dharmayatra Adi Buddha Puja adalah dengan adanya acara doa dengan dilengkapi uborampe atau sajen. (Nyanasila Thera)
Di Candi Borobudur, ibadah atau puja bhakti akan dimulai pada Jumat sekitar pukul 07.00 dan berakhir sekitar pukul 11.00. Diawali dengan pradaksina dan berdoa ke langit, ritual akan diakhiri dengan acara berdoa bersama untuk roh-roh para leluhur
Bhante Nyanasila mengatakan, puja bhakti di Candi Borobudur yang dilaksanakan besok pagi sekaligus juga dilakukan untuk memperingati tepat 1.199 tahun Candi Borobudur selesai dibangun.
Kegiatan rutin
”Sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah terbangunnya Candi Borobudur, maka ke depan, kami berharap tata cara Dharmayatra Adi Buddha Puja ini menjadi kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun,” ujarnya. Candi Borobudur selesai dibangun pada 26 Mei 824.
Jika tahun ini hal itu dipraktikkan dalam tiga hari, maka dengan penyelenggaraannya secara nasional, diharapkan Dharmayatra Adi Buddha Puja bisa dilakukan oleh lebih banyak umat serta diselenggarakan lebih meriah dalam jangka waktu sekitar seminggu dan berakhir di tanggal 26 Mei.
Saat ditemui, Bhante Nyanasila beserta semua anggota rombongan beristirahat di Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) di Catra Jinadhammo di Kecamatan Borobudur, untuk selanjutnya mereka meneruskan ritual di Candi Borobudur pada Jumat pagi.
Pusdiklat Catra Jinadhammo nantinya juga akan menjadi pusat pembelajaran dan pelatihan bagi siapa saja, umat Buddha yang ingin beribadah di Candi Borobudur.
Hery, salah seorang pengurus di Pusdiklat Catra Jinadhammo, mengatakan, dengan membuka ruang pembelajaran ini, maka umat Buddha dapat belajar dan melakukan tata cara ibadah yang sama saat beribadah di Candi Borobudur.
Sebelum ada rumusan tata cara ibadah ini, umat cenderung memakai tata cara peribadatan berbeda, sesuai yang biasa dilakukan di rumah doa masing-masing.
”Dahulu, walaupun tujuan pemujaan dan penghormatannya sama, pelaksanaan ibadah di Candi Borobudur dilaksanakan umat dengan beragam tata cara yang berbeda-beda satu sama lain,” ujarnya.