ASF Mewabah, Ternak Babi di Batam Berkurang Drastis
Mewabahnya virus ASF membuat populasi babi di peternakan Pulau Bulan, Batam, menurun drastis. Program pengembangbiakan dihentikan karena Singapura menutup impor babi dari Batam.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Wabah virus demam babi Afrika membuat populasi babi berkurang 75 persen di peternakan Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau. Peternakan babi terbesar di Indonesia itu sebelumnya menyuplai 15 persen kebutuhan daging babi untuk Singapura.
Peternakan babi di Pulau Bulan dimiliki oleh PT Indotirta Suaka. Menurut perwakilan PT Indotirta Suaka, Tjatur Isnandar, populasi babi di Pulau Bulan menurun dari sebelumnya lebih dari 200.000 ekor menjadi tinggal 50.000 ekor.
Sebelum virus demam babi Afrika (African swine fever/ASF), peternakan itu rata-rata setiap hari mengekspor 1.000 babi siap potong ke Singapura. Data Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian menunjukkan, sepanjang 2018, peternakan itu mengekspor 271.000 babi yang bernilai sekitar Rp 1,1 triliun.
”Target kami, dalam waktu satu tahun populasi babi dapat ditingkatkan kembali menjadi 200.000 ekor,” kata Tjatur dalam rilis pers Badan Karantina Pertanian, Kamis (25/5/2023).
Dihubungi secara terpisah, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Tanjung Pinang Aris Hadiyono menjelaskan, berkurangnya populasi babi di peternakan itu bukan hanya karena mati terjangkit ASF. Populasi babi juga berkurang karena pengembangbiakan memang dihentikan sejak ekspor ke Singapura dihentikan.
Sebelumnya, Badan Pengawas Makanan Singapura (Singapore Food Agency/SFA) menemukan virus ASF dalam babi hidup yang dikirim dari Pulau Bulan pada 19 April 2023. Sejak saat itu, negara tersebut menghentikan impor babi dari peternakan Pulau Bulan di Batam.
Meskipun ekspor ke Singapura terhenti, peternakan Pulau Bulan masih menyuplai daging babi untuk warga Batam. Menurut Aris, sejak 8 Mei, peternakan itu telah 112 kali memasok daging babi untuk pasar di Batam.
Kepala Balai Karantina Pertanian Bambang meninjau peternakan di Pulau Bulan pada 24 Mei. Ia meminta penanganan wabah ASF harus dilakukan dengan cepat agar peternakan tersebut dapat segera melakukan ekspor kembali.
Bambang menilai biosekuriti telah diterapkan dengan ketat di peternakan Pulau Bulan. Meski demikian, biosekuriti masih harus diperketat lagi dengan membagi peternakan tersebut menjadi 22 subkompartemen.
Hal itu bertujuan memisahkan ternak ke dalam beberapa kelompok sehingga apabila salah satu subkompartemen terjangkit virus, penyakitnya tidak akan menyebar ke semua hewan di peternakan tersebut.
Adapun Tjatur menilai, penanganan wabah ASF dapat lebih cepat jika pemerintah mengizinkan PT Indotirta Suaka mengimpor vaksin dari Vietnam. Vaksin itu juga akan diproduksi secara mandiri di peternakan tersebut.