Edukasi Keuangan dan Lingkungan bagi Petani di Desa Genjot Ekonomi Lokal
Peningkatan wawasan bisnis berbasis lingkungan bagi warga desa dibutuhkan di tengah permintaan pasar untuk produk yang bersih dan ramah lingkungan. Pengusaha dan petani perlu dibekali pengetahuan terkait hal itu..
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Peningkatan produktivitas petani perlu didorong untuk meningkatkan daya saing produk di pasaran. Edukasi mengenai keuangan dan lingkungan juga penting, khususnya di tengah tuntutan global terkait aspek riwayat produk yang mereka hasilkan.
Wawasan lingkungan yang lebih komprehensif juga membuat investasi bisa lebih mudah masuk.
Hal tersebut menjadi bahasan penting dalam diskusi ”Gotong Royong Menciptakan Ekosistem Bisnis Lestari” di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (19/5/2023). Co-founder Java Kirana, Noverian Aditya, menerangkan, petani di desa sulit meningkatkan produktivitasnya karena kerap terganjal permasalahan keuangan dan pemanfaatan lahan. Hal ini pula yang membuat bisnis skala desa jarang dilirik oleh investor.
Melihat hal tersebut, pendampingan terkait pendanaan dan peningkatan produktivitas perlu dilakukan.
Selain itu, petani juga perlu diajarkan untuk menanam komoditas dengan cara-cara yang ramah lingkungan agar produk lebih dapat diterima di pasaran. Aspek kejelasan riwayat (tracebility) produk kini menjadi salah satu faktor penentu bagi konsumen dalam membeli suatu barang.
”Petani di Indonesia rata-rata hanya smallholders yang menggarap lahan kurang lebih 1 hektar. Uang hasil panen kurang dikelola baik, yang membuat petani terjebak utang dan meminjam ke tengkulak. Tengkulak biasanya meminta dibayar dengan seluruh hasil musim panen berikutnya,” jelasnya.
Secara umum, permasalahan teknis dan pendanaan membuat bisnis yang dikelola di tingkat desa sulit berkembang dan berpotensi gagal.
Literasi keuangan terkait pembiayaan lewat kredit juga belum optimal. Noverian yang membina ratusan petani kopi di Bogor dan Garut menilai, kesalahan mengelola kredit sering berujung pada terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Dampak nyata yang ia lihat adalah perubahan lahan kopi menjadi villa yang mulai marak di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
”Secara global, harga kopi naik, terus tetapi petani kita tidak menikmatinya. Produktivitas juga penting. Dengan luasan satu hektar yang sama, petani kopi di Vietnam produktivitasnya tiga kali lipat dari petani kopi di Indonesia,” ucapnya.
Coordinator Business Sustanaibility Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Oke Fifi Abriany menerangkan, bisnis yang dirintis pemuda-pemudi di desa kerap gagal karena tidak memiliki akses dan pengetahuan mumpuni. Ditambah lagi, bisnis yang dibangun harus mematuhi aspek-aspek lingkungan dengan standar yang cukup tinggi.
Pada tahun 2020, LTKL memulai proyek pendampingan bisnis di Kabupaten Siak, Riau. Dengan wilayah yang setengahnya berupa gambut, musim kekeringan kerap memicu kebakaran di sana. Pihaknya pun memulai penelitian agar kejadian tersebut dapat diminimalkan dan dalam prosesnya bisa mendatangkan keuntungan ekonomi bagi para warga.
Dalam risetnya, potensi ikan gabus dinilai menjadi salah satu yang bisa dimanfaatkan. Berdasarkan temuan awal, kehadiran ikan gabus di saluran air yang ada di antara gambut membuat kondisi gambut menjadi lebih lembab. Hal itu diharapkan membuat gambut lebih tahan terhadap ancaman kekeringan yang memicu kebakaran.
Pemuda-pemudi di desa butuh kesempatan, pendampingan, dan riset agar bisnis lokal bisa maju.
Selain itu, ekstrak ikan gabus dapat diolah menjadi albumin atau obat pemulih luka. Beberapa hasil produk olahan pun sudah dipasarkan di apotek-apotek di Siak dan beberapa daerah di provinsi Riau. Perusahaan berbasis masyarakat, Alam Siak Lestari, pun didirikan untuk mengakselerasi bisnis warga.
”Perlu diberi kesempatan dan ruang karena mereka ingin bisnis lokal maju. Sembari mereka juga berkomitmen untuk mendukung pelestarian lingkungan,” jelasnya.
Menarik modal
Investor kini menjadikan nilai-nilai lingkungan sebagai salah satu poin dalam keputusan penanaman modal. Co-founder Katalys Partner Rama Manusama menjelaskan, investor tidak hanya melirik keuntungan saja, tetapi juga dampak positif dari investasi yang ia tanam di suatu tempat.
Selain itu, mulai muncul tren investasi yang berfokus di satu wilayah atau komoditas saja atau jurisdiction approach investment. Menanam modal secara terfokus dinilai lebih baik karena dampak dan hasil dari investasi lebih mudah ditelusuri. Salah satu contoh yang ia paparkan adalah investasi sebesar 14 juta dollar AS yang dikucurkan ke salah satu distrik di Peru, Amerika Selatan. Fokus investasi diberikan kepada para petani kopi di sana.
”Bisnis sekarang dituntut rantai pasoknya bersih dan mudah ditelusuri kepastian rantai pasoknya, lalu investor mau mendanai. Kerja sama dan pendampingan secara komprehensif harus dilakukan,” ucapnya.
Anggota Komite Pengembangan Kewirausahaan Asosiasi Pengusaha Indonesia, Lishia Erza Budiman, menjelaskan, manajer perusahaan perlu turun ke lapangan untuk membangun komunikasi dengan warga desa terkait standar yang mereka harus penuhi agar produknya diterima di pasaran.
Edukasi mengenai teknik pelestarian dan kebermanfaatannya harus dilakukan bertahap. Hal ini agar para petani ataupun pengusaha di desa tidak ”kaget” dengan segala tuntutan lingkungan yang kini harus mereka taati.
”Supaya warga kita tidak hanya jadi reseller, tetapi juga pusat distribusi dan bagian dari rantai pasok barang yang lebih luas,” jelasnya.