Cegah Konflik, Gajah Sumatera di Sumsel Dipasangi Kalung GPS
BBKSDA Sumsel memasang kalung sistem pemosisian global (GPS) pada seekor gajah sumatera di kantong habitat gajah di Sumsel. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi risiko konflik dengan manusia.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Balai konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan kembali memasang satu kalung sistem pemosisian global atau GPS pada seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) betina pada salah satu kelompok gajah sumatera di kawasan kantong habitat gajah Sugihan-Simpang Heran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel. Tujuannya untuk mengetahui pergerakan kelompok gajah sehingga mengurangi interaksi negatif dengan masyarakat setempat.
Proses pemasangan dilakukan pada Minggu (14/5/2023) oleh petugas dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Selatan bersama tim PT OKI Pulp and Paper Mills, Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa, dokter hewan dan tim teknis dari BBKSDA Riau dan Bengkulu.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Sumatera Selatan Sugito, Senin (15/5/2023), mengatakan, kalung sistem pemosisian global (GPS ) dipasang pada seekor gajah sumatera betina bernama Meisya yang berada pada kelompok gajah berjumlah 13 ekor. ’Gajah betina tersebut berusia sekitar 25 tahun dan memiliki berat 2.782 kilogram (kg),’ ujarnya.
Pemasangan kalung GPS itu bertujuan untuk memahami pola pergerakan gajah melalui pemanfaatan teknologi satelit inmarsat dalam selang waktu. Teknologi ini diharapkan dapat mewujudkan prinsip koeksistensi antara aktivitas manusia dan kehidupan gajah liar di kantong habitat gajah Sugihan-Simpang Heran.
Tujuan lainnya adalah sebagai langkah mitigasi untuk mencegah interaksi negatif antara gajah sumatera dan manusia. Apalagi kawasan ini merupakan kantong habitat gajah terbesar di Sumsel.
Agar tidak terjadi kesalahan dalam proses pemasangan, ungkap Sugito, sejumlah persiapan pun dilakukan. Dimulai dengan konsolidasi untuk menyusun rencana dan strategi, membagi tugas, hingga memastikan kembali kelengkapan dan kelayakan peralatan. Tim melanjutkan dengan kegiatan survei dan memastikan gajah target.
Kepala BKSDA Sumatera Selatan Ujang Wisnu Barata menjelaskan, pemasangan kalung GPS ini merupakan yang ketiga kali dilakukan pada kelompok gajah yang berada di kawasan Sugihan-Simpang Heran. Pada 13 Mei 2022, BKSDA Sumsel juga memasang kalung GPS pada dua kelompok gajah, yaitu kelompok Meilani berjumlah 34 ekor dan kelompok Meissi berjumlah 14 ekor.
Pemasangan kalung GPS di kawasan Sugihan-Simpang Heran ini dinilai krusial karena dengan luas sekitar 632.000 hektar, kawasan ini menjadi kantong habitat gajah sumatera liar terbesar di Sumsel. Dari luasan tersebut telah disepakati delineasi koridor gajah liar lebih kurang 232.000 hektar oleh para pihak pada 23 Juni 2022. ”Keseluruhan areal koridor berada di kawasan Hutan Produksi pada wilayah konsesi APP Sinar Mas,” ujarnya.
Tujuannya agar interaksi negatif gajah liar di wilayah masyarakat dapat dikendalikan.
Penetapan delineasi pada koridor itu mengacu atas dasar pertimbangan jejak kehadiran dan hasil pemantauan berkala. Hasil dari pemantauan itu selanjutnya menjadi lokus manajemen habitat dan populasi melalui berbagai kegiatan terintegrasi.
Kegiatan itu seperti pengayaan pakan gajah, pengaturan komoditi tanaman, pembuatan batas fisik/vegetasi, serta monitoring populasi. Fasilitas ini disediakan untuk menjamin penyediaan ruang hidup dan habitat yang cukup dalam menopang kehidupan gajah liar. ”Tujuannya agar interaksi negatif gajah liar di wilayah masyarakat dapat dikendalikan,” jelas Ujang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor P.106/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri LHK No P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, gajah sumatera termasuk ke dalam satwa liar dilindungi bersama dengan 786 jenis satwa liar lainnya. Menurut The International Union for Conservation of Nature's Red List of Threatened Species (IUCN), saat ini gajah sumatera(Elephas maximus sumatranus) berstatus critically endangered (kritis).
”Sebagai tanda pengenal di lapangan, tim bersepakat memberi nama gajah betina yang dipasang GPS collar tersebut dengan nama, untuk melengkapi Meilani dan Meissi yang telah terpasang sebelumnya pada Mei 2022 lalu,” ungkap Ujang.
Sementara itu, Jasmine NP Doloksaribu, Head of Landscape Conservation APP Sinar Mas yang turut mengawal proses pemasangan kalung GPS di lapangan, menyatakan bahwa APP Sinar Mas berkomitmen mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam program human-elephant co-existence.
”Pemasangan GPS collar ini diharapkan dapat membantu dalam memahami prinsip berbagi ruang hidup antara manusia dan gajah serta merumuskan strategi aksi konservasi,” ujarnya.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Spesies, dan Genetik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia menyatakan, pemasangan kalung GPS ini merupakan bentuk asistensi melekat BKSDA Sumsel kepada mitra pemegang izin konsesi yang arealnya terdapat satwa liar dilindungi, dalam menjalankan kewajibannya.
Pemasangan kalung GPS ini merupakan bagian dari manajemen konservasi insitu. Selain untuk memantau dan mengawasi pergerakan gajah, program ini juga sekaligus sebagai mitigasi interaksi negatif yg menyebabkan konflik satwa gajah dengan manusia. ”Kegiatan ini diharapkan bisa menjadi wadah kolaborasi antarpihak dalam melakukan konservasi insitu satwa gajah di habitat alamnya sehingga tercipta harmoni hidup berdampingan manusia dan satwa gajah,” kata Indra.