Jumlah Penduduk Miskin di Aceh Singkil Tinggi, Kantong Utama di Perkebunan Sawit
Aceh Singkil masih menjadi daerah dengan penduduk miskin terbanyak di Aceh. Revitalisasi pengelolaan perkebunan hingga pembuatan infrastruktur baru menjadi prioritas.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
SINGKIL, KOMPAS — Kabupaten Aceh Singkil masih menjadi daerah dengan persentase penduduk miskin terbesar di Aceh setidaknya dalam enam tahun terakhir. Kantong kemiskinan terbesar ada di kawasan perkebunan sawit.
Penjabat Bupati Aceh Singkil Marthunis ditemui, Senin (8/5/2023), mengatakan, kantong kemiskinan mayoritas justru dialami buruh perkebunan. Perkebunan sawit itu bukan milik warga tapi pemegang hak guna usaha (HGU).
”Memang kebiasaan di Indonesia, daerah yang HGU banyak, kemiskinan tinggi. Sebab, pendapatan bagi perusahaan bukan buat warga yang bekerja sebagai buruh,” kata Marthunis.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Aceh, pada Maret 2022 tingkat kemiskinan di Aceh Singkil 19,18 persen. Adapun jumlah penduduk di kabupaten itu 130.787 jiwa.
Sementara pada 2021, kemiskinan Aceh Singkil sebesar 20,36 persen. Jika dibandingkan dengan 2017 yang persentasenya sebesar 22,11 persen, memang terjadi penurunan. Namun, hingga kini Aceh Singkil masih menjadi daerah termiskin di Aceh.
Marthunis mengatakan, perlu langkah konkret meningkatkan kesejahteraan warga, terutama pekerja di perkebunan sawit. ”Saya akan memaksa perusahaan melakukan program kemitraan dan plasma,” kata Marthunis.
Plasma merupakan areal kebun yang dibangun perusahaan inti dengan tanaman kelapa sawit sebagai bentuk kerja sama kemitraan perusahaan dengan masyarakat sekitar perkebunan. Melalui plasma, warga diharapkan mendapat sumber pendapatan dan pendampingan.
Marthunis mengatakan, satu perusahaan telah berkomitmen melakukan kemitraan dan plasma, sedangkan dua perusahaan lain masih membahasnya.
Selain itu, menurut Marthunis, Aceh Singkil membutuhkan konektivitas udara agar daerahnya mudah dijangkau. Selama ini Aceh Singkil hanya dapat diakses melalui jalur darat.
Dari Banda Aceh, ibu kota provinsi harus ditempuh 13 jam, sedangkan dari Medan, ibu kota Sumatera Utara, memakan waktu 7 jam.
”Aceh Singkil indah, tetapi orang malas ke sini karena terlalu jauh,” ujar Marthunis.
Sebenarnya Aceh Singkil memiliki Bandar Udara Syekh Hamzah Fansuri. Namun, hingga kini belum ada penerbangan.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil sedang merampungkan detail engineering design atau dokumen desain teknis untuk penerbangan pesawat ATR penerbangan regional jarak pendek.
”Mudah-mudahan tahun depan sudah bisa turun pesawat ATR. Kami akan usulkan penerbangan subsidi,” kata Marthunis.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh Teuku Ahmad Dadek mengatakan, pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, yang menghubungkan akses ke Aceh Singkil sebagian telah dilakukan. Pembangunan menggunakan dana otonomi khusus.
Salah satunya pembangunan Jembatan Kilangan sepanjang 400 meter. Jembatan itu menghubungkan ibu kota Aceh Singkil dengan Desa Kayu Menang.
Rencana pembangunan satu jembatan lagi yang menghubungkan Kayu Menang dengan tiga desa lain dan akses langsung ke Aceh Selatan akan segera dibahas.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong Aceh Zulkifli mengatakan, untuk menekan angka kemiskinan pengelolaan dana desa harus fokus pada pertumbuhan ekonomi desa. Hal itu dilakukan dengan membangun badan usaha milik desa dan penyaluran modal usaha.