Makam Aulia Sono, Magnet Baru Wisata Religi di Sidoarjo
Magnet baru wisata religi di ”Kota Delta” itu diharapkan menjadi daya ungkit ekonomi kreatif serta sarana mensyiarkan daya juang para ulama kepada generasi masa depan.
Situs makam leluhur pendiri organisasi Nahdlatul Ulama di Desa Sidokerto, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, mulai ramai dikunjungi peziarah setelah direvitalisasi. Magnet baru wisata religi di ”Kota Delta itu” diharapkan menjadi daya ungkit ekonomi kreatif serta sarana mensyiarkan daya juang para ulama kepada generasi masa depan.
Kabupaten Sidoarjo dikenal sebagai kota industri manufaktur dan menjadi jujugan urbanisasi masyarakat dari sejumlah daerah di Jawa Timur. Selain itu, penyangga Surabaya ini tersohor sebagai penghasil komoditas perikanan, seperti bandeng, udang, dan rumput laut.
Belum banyak yang tahu, daerah di kawasan delta Sungai Brantas tersebut menyimpan potensi destinasi wisata religi, terutama bagi umat Muslim. Terkini, situs pemakaman para ulama pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Sono yang diperkirakan dibangun pada tahun 1800-an atau berusia lebih dari 200 tahun.
Pada kompleks tersebut, antara lain, terdapat makam Kiai Muhayyin, Kiai Abu Mansur, dan Kiai Zarkasy. Selain itu, Kiai Said dan Kiai Ma’shum Ahmad. Pesantren Sono juga merupakan tempat bergurunya pendiri sekaligus Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Hasyim Asy’ari.
Baca juga: Kebangkitan Wisata Religius
Lokasinya yang berada di dalam kompleks Gudang Pusat Senjata dan Optik Elektronik (Guspusjat) II Puspalad TNI Angkatan Darat menyebabkan bangunan cagar budaya ini tidak banyak diketahui oleh publik. Dulu, butuh izin khusus untuk masuk dan berziarah.
Oleh karena itulah, sejak setahun lalu, Pemkab Sidoarjo meminta izin pinjam pakai aset TNI dan merevitalisasi kawasan tersebut menjadi destinasi wisata ziarah agar bisa dikunjungi masyarakat umum. Gayung pun bersambut, permintaan itu disetujui oleh KASD Jenderal Dudung Abdurrachman.
Proyek revitalisasi makam berjalan sejak Agustus 2022 lalu dan saat ini sudah rampung seluruhnya. Obyek wisata juga telah resmi dibuka sejak Kamis (4/5/2023) lalu sehingga para peziarah bisa datang kapan saja. Waktu operasionalnya tidak dibatasi, yakni selama 24 jam penuh.
Berdasarkan pengamatan Kompas, pekerjaan revitalisasi, antara lain, meliputi pembangunan gapura atau pintu masuk destinasi wisata, pembangunan pagar atau dinding pembatas, serta penyediaan fasilitas tempat parkir kendaraan. Selain itu, terdapat sebuah pendopo yang berfungsi sebagai tempat berdoa sekaligus tempat istirahat pengunjung.
Dengan total lahan seluas 3.956 meter persegi, kompleks pemakaman para kiai Sono itu kini menjelma sebagai kawasan wisata religi terluas dan termegah di Sidoarjo. Bahkan, di tempat ini pernah digelar acara shalawat yang dihadiri 5.000 seniman dari Ikatan Seni Hadrah Indonesia (Ishari) Sidoarjo.
Baca juga: Berlibur Menikmati Wisata Religi Hingga Pantai
”Sebelum resmi dibuka sudah mulai ramai pengunjungnya. Kebanyakan datang pada Kamis malam atau saat hari libur. Bahkan, pada bulan puasa lalu ramai yang datang,” ujar Lukito (55), warga Sidokerto, Senin (8/5/2023).
Dia optimistis setelah resmi dibuka, pengunjung yang datang semakin banyak. Alasannya, animo masyarakat, terutama Jatim, dalam berwisata ziarah sangat tinggi. Hal itu diharapkan berdampak pada ekonomi warga lokal, seperti pedagang makanan minuman dan para penyedia jasa lainnya.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan, selain menjadi daya ungkit ekonomi rakyat setelah pandemi Covid-19, pembangunan makam aulia Pesantren Sono bertujuan mengenalkan nilai-nilai perjuangan para ulama pada masa penjajahan Belanda. Kegigihan ulama dalam mensyiarkan agama, mendidik masyarakat, dan melawan penjajah patut diteladani oleh generasi masa kini dan nanti.
”Sekitar awal abad ke-19 atau 200 tahun silam, Sidoarjo merupakan pusat peradaban Islam. Setidaknya pernah menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam. Hal itu ditandai dengan banyaknya ulama besar yang menimba ilmu atau mondok di sini,” ujar Muhdlor.
Dia menyebutkan, selain KH Hasyim Asy’ari, ulama yang pernah berguru di Pesantren Sono adalah pendiri Ponpes Lirboyo, Kediri, KH Abdul Karim, dan pendiri Ponpes Ploso, Kediri, KH Ahmad Djazuli. Selain itu, putra Kiai Said, yakni Kiai Ali Mas’ud atau Mbah Ud, dikenal sebagai salah satu wali sehingga makamnya yang berada di Desa Pagerwojo, Sidoarjo, banyak dikunjungi peziarah.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan, peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia juga sangat besar. Mereka mengajarkan tentang pentingnya nilai kebangsaan, nilai ketakwaan dan nilai pengorbanan untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar.
Memperkaya Destinasi Wisata
Di sisi lain, kehadiran obyek wisata makam aulia Sono diharapkan bisa memperkaya destinasi wisata religi di bumi Jenggala, julukan lain Sidoarjo. Salah satu tempat yang terkenal adalah makam Dewi Sekardadu di Dusun Kepetingan, Desa Sawohan, Buduran, yang ramai dikunjungi setiap bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa.
Dewi Sekardadu merupakan ibunda Sunan Giri, salah satu dari sembilan wali yang mensyiarkan agama Islam di Indonesia. Bahkan, masyarakat lokal memiliki tradisi khusus, yakni mendatangi pesarean atau tempat pemakaman Dewi Sekardadu setiap menjelang datangnya bulan Ramadhan.
Para nelayan yang tinggal di kawasan pesisir Sidoarjo juga menggelar tradisi nyadran atau petik laut sebagai wujud rasa syukur atas karunia Sang Pencipta. Mereka akan berziarah ke makam Dewi Sekardadu dan membawa tumpeng dengan perahu ke tengah laut, kemudian menenggelamkannya.
Sekitar awal abad ke-19 atau 200 tahun silam, Sidoarjo merupakan pusat peradaban Islam. Setidaknya pernah menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam.
Destinasi lain adalah makam Mbah Ud dan makam ulama Pondok Pesantren Al Hamdaniyah di Desa Siwalan Panji, Kecamatan Buduran. Pondok yang dibangun pada 1787 tersebut didirikan oleh Kiai Haji (KH) Hamdani dari Pasuruan. Beliau meninggal dan dimakamkan di dekat pesantren.
Ahmad Muhdlor berencana memugar kompleks makam Kiai Hamdani dan keturunannya agar bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata religi. Selama ini, makam tersebut banyak dikunjungi peziarah. Pengunjung juga tertarik melihat pesantren yang pernah menjadi tempat menimba ilmu pendiri NU, Kiai Hasyim Asy’ari.
Selain menjadi santri, KH Hasyim Asy’ari juga menikah dengan salah satu putri pengasuh pondok, yakni KH Ya’qub. Namun, istri beliau meninggal lebih dulu. Jejak keberadaan KH Hasyim selama nyantri diabadikan dengan mempertahankan kamar yang beliau tempati.
Kehadiran destinasi wisata religi makam aulia Sono juga mendapat apresiasi dari Pemerintah Provinsi Jatim. Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak optimistis akan menjadi daya tarik wisatawan, terutama peziarah. Dia juga mendukung rencana pemda menjadikan lokasi tersebut pusat kegiatan masyarakat berbasis keagamaan.
”Ini akan jadi daya tarik wisatawan. Upaya menggali nilai-nilai luhur bangsa dan menanamkan semangat nasionalisme akan kami dukung sepenuhnya,” ucap Emil, Kamis (4/5/2023).
Pemprov Jatim, lanjut Emil, saat ini juga tengah mendorong pengembangan industri pariwisata dalam upaya memajukan ekonomi kreatif. Terkait dengan wisata religi, provinsi yang berada di ujung timur Pulau Jawa ini memiliki banyak destinasi, seperti kawasan Wisata Sunan Ampel, Surabaya; makam Sunan Giri di Gresik; makam Sunan Drajat di Lamongan; serta makam Sunan Bonang di Tuban.
Mantan Bupati Trenggalek ini mengatakan, industri pariwisata memiliki dampak ganda (multiplier effect) karena memicu tumbuhnya usaha kecil menengah, seperti pedagang makanan dan minuman, kerajinan tangan, usaha jasa penginapan, dan usaha jasa lainnya, seperti penyediaan moda transportasi.
Pemprov Jatim memiliki komitmen kuat mendorong berkembangnya sektor pariwisata dengan cara, antara lain, mempromosikan destinasi wisata unggulan kepada wisatawan domestik dan mancanegara. Obyek wisata unggulan yang banyak diminati turis mancanegara, antara lain, adalah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kawah Ijen, Pulau Gili Iyang, Taman Nasional Baluran, serta Bangsring Banyuwangi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di Jatim melalui pintu masuk Bandara Juanda Surabaya selama Maret 2023 mencapai 10.653 orang. Jumlah tersebut turun sebesar 10,26 persen dibandingkan dengan kunjungan pada Februari 2023 yang mencapai 11.919 orang.
Kepala BPS Jatim Dadang Hardiman mengatakan, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di Jatim sebenarnya mengalami kecenderungan naik dalam tiga tahun belakangan ini. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Maret 2022 lalu, misalnya, hanya 57 orang, sedangkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Maret 2021 sebanyak 52 orang.
”Secara umum pola kedatangan wisman ke Jatim pada bulan Maret selama tiga tahun terakhir menunjukkan tren yang naik seiring dengan berangsur pulihnya kondisi Covid-19,” ujar Dadang.
Berangsur pulihnya kembali bisnis pariwisata di Jatim sepatutnya tidak disia-siakan oleh pemerintah daerah untuk mendulang cuan dari wisatawan mancanegara ataupun domestik. Seperti pepatah lama, siapa cepat dia dapat.
Baca juga: Kunjungan Wisata Religi Meningkat Saat Libur Lebaran