Bukan Hanya Sawit, Harga Lada dan Karet di Kalbar Juga Turun
Selain tandan buah segar kelapa sawit, sejumlah komoditas perkebunan lain di Kalimantan Barat, misalnya lada dan karet, juga mengalami penurunan harga. Bahkan, harga lada dan karet di Kalbar anjlok jauh lebih lama.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Selain tandan buah segar kelapa sawit, sejumlah komoditas perkebunan lain di Kalimantan Barat, misalnya lada dan karet, juga mengalami penurunan harga. Bahkan, harga lada dan karet di Kalbar sudah anjlok jauh sebelum harga kelapa sawit menurun.
Thomas (46), petani lada di Kabupaten Sanggau, Kalbar, Selasa (2/5/2023), mengatakan, harga lada putih kini tinggal Rp 65.000 per kilogram (kg). Sementara itu, harga lada hitam hanya Rp 35.000 per kg.
”Padahal, pada awal tahun ini, harga lada putih masih Rp 70.000 per kg, sedangkan lada hitam Rp 42.000 per kg,” ujar Thomas yang tinggal di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Thomas memaparkan, anjloknya harga itu membuat petani lada terpukul. Dia menyebut, saat ini, keuntungan dari penjualan lada hanya sekitar Rp 30.000 per kg. Padahal, pada awal tahun ini, para petani masih bisa mendapat untung Rp 40.000 per kg.
”Sementara itu, harga pupuk mahal. Harga pupuk sekarang sekitar Rp 600.000 per karung 50 kg, naik sekitar Rp 20.000 dari sebelumnya,” ujarnya.
Thomas menuturkan, sehari-hari, dirinya mengandalkan pemasukan dari menanam lada di kebun seluas 1 hektar miliknya. Dalam sekali panen, dia bisa mendapatkan 500-600 kg lada. Hasil penjualan lada itulah yang digunakan Thomas untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk menyekolahkan tiga anaknya.
Oleh karena itu, dia berharap, harga lada bisa meningkat. Apalagi, pada tahun 2014-2016, harga lada di Kalbar pernah mencapai Rp 100.000 hingga Rp 180.000 per kg. ”Setelah itu, harga lada anjlok terus-menerus,” ungkap Thomas.
Selain lada, harga karet di Kalbar juga anjlok. Simu’ (43), petani karet di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar, menuturkan, harga karet di daerahnya hanya Rp 6.000 per kg. Menurut dia, kondisi tersebut sudah berlangsung selama setahun terakhir.
Tahun lalu, kata Simu', harga karet pernah mencapai Rp 10.000 per kg. Namun, setelah itu, harga karet mengalami penurunan. ”Makanya sekarang orang lari ke sektor lain. Banyak orang yang tidak menyadap karetnya, bahkan menebang pohon karet,” ujarnya.
Simu’ menuturkan, dirinya sudah hampir setahun tidak menyadap karet. Meski begitu, dia tidak menebang pohon-pohon karet miliknya. Dengan begitu, jika sewaktu-waktu harga membaik, dia masih bisa menyadap karet.
Berdasarkan pengamatan Kompas selama sembilan tahun terakhir di Kalbar, harga karet sangat jarang berada pada kondisi stabil. Biasanya, harga hanya membaik selama beberapa bulan dan setelah itu anjlok lagi.
Setelah anjlok, harga karet biasanya sulit untuk pulih kembali. Di sisi lain, penanaman karet di Kalbar juga masih menghadapi berbagai persoalan klasik, misalnya lemahnya peremajaan karet dan tata niaga yang panjang sehingga menggerus harga di tingkat petani.
Penurunan harga juga terjadi pada tandan buah segar (TBS) sawit. Harga TBS sawit di sejumlah daerah di Kalbar turun dari sekitar Rp 2.700 per kg menjadi Rp 2.200 per kg. Penurunan harga itu sudah terjadi sejak sebelum Lebaran (Kompas.id, 30/4/2023).
Anjloknya harga komoditas perkebunan rakyat itu diduga turut berpengaruh pada menurunnya nilai tukar petani (NTP) di Kalbar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalbar, NTP Kalbar pada April 2023 sebesar 142,27 poin, turun 0,08 persen dibandingkan NTP Maret 2023 yang sebesar 142,38 poin.
Pelaksana Tugas Kepala BPS Provinsi Kalbar, Firmansyah, menuturkan, ada beberapa subsektor yang mengalami penurunan NTP. Salah satunya adalah subsektor tanaman perkebunan rakyat yang turun dari 169,73 poin pada Maret 2023 menjadi 168,93 poin pada April 2023 atau turun 0,47 persen.
Berdasarkan pengamatan Kompas selama sembilan tahun terakhir di Kalbar, harga karet sangat jarang berada pada kondisi stabil.