Harga TBS Sawit di Kalbar Turun, Pemerintah Diminta Bertindak
Selama beberapa pekan terakhir, harga tandan buah segar (TBS) sawit di sejumlah daerah di Kalimantan Barat mengalami penurunan. Pemerintah diharapkan segera mengambil tindakan untuk mencegah terus menurunnya harga TBS.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Selama beberapa pekan terakhir, harga tandan buah segar atau TBS sawit di sejumlah daerah di Kalimantan Barat mengalami penurunan. Pemerintah diharapkan segera mengambil tindakan untuk mencegah terus menurunnya harga TBS agar para petani sawit tidak merugi.
Inovansius Karnadi (42), petani sawit di Kabupaten Sanggau, Kalbar, menuturkan, dirinya terakhir menjual hasil panennya ke pabrik pada 14 April 2023. Saat itu, harga TBS sawit masih Rp 2.710 per kilogram. Namun, setelah itu, harga TBS sawit terus menurun.
Kini, harga TBS sebesar Rp 2.210 per kg. Namun, Inovansius masih mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 1,7 juta per ton jika harga TBS sawit sebesar Rp 2.210 per kg. ”Kami tidak mengetahui pasti apa penyebab harga turun,” ujar Inovansius, Minggu (30/4/2023).
Inovansius memiliki kebun sawit di kampungnya dengan luas 12 hektar. Dia biasa melakukan panen sebanyak dua kali dalam sebulan. Dari hasil dua kali panen tersebut, dia bisa mendapat TBS sawit sebanyak 12-15 ton. ”Saya berharap harga tidak terus-menerus turun,” tuturnya.
Penurunan juga terjadi di Kabupaten Ketapang, Kalbar. Paulinus (35), petani sawit di Kabupaten Ketapang, menuturkan, pada Minggu sore, dirinya menjual TBS dengan harga Rp 2.070 per kg di tingkat penampung. Harga tersebut turun jika dibandingkan dengan harga TBS sebelum Lebaran yang mencapai Rp 2.390 per kg.
”Turunnya hampir setiap hari. Kemarin (Sabtu) Rp 2.130 per kg. Petani khawatir harga semakin anjlok. Apalagi, harga pupuk tidak turun. Harga pupuk Rp 600.000 hingga Rp 1 juta per karung ukuran 50 kg. Selain itu, harga pestisida tidak pernah turun,” ujarnya.
Dengan harga TBS sawit Rp 2.070 per kg, Paulinus mengaku masih mendapatkan laba bersih sekitar Rp 170 per kg. Adapun kebun sawit yang dimilikinya seluas 6 hektar dengan panen 6-7 ton per bulan.
”Sejauh ini, info yang saya dapat, stok penampungan pabrik full (penuh). Infonya juga akan ada pembatasan ekspor minyak sawit mentah (CPO),” ungkap Paulinus menyebut penyebab penurunan harga.
Paulinus berharap, pemerintah segera mengambil langkah agar harga TBS tidak kian anjlok. Apalagi, pemeliharaan tanaman sawit membutuhkan biaya tinggi. Oleh karena itu, jika harga TBS terus menurun, petani berpotensi mengalami kerugian.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura, Pontianak, Eddy Suratman, menilai, pemerintah harus segera melakukan antisipasi agar penurunan harga TBS sawit tidak semakin parah. Apalagi, pemerintah juga berencana membatasi ekspor CPO.
Ketika pembatasan ekspor dilakukan, dikhawatirkan industri di dalam negeri tidak membeli TBS dari petani karena terjadi kelebihan produksi. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan penyerapan TBS dari petani tetap berjalan optimal meski ada pembatasan ekspor CPO.
”Pastikan industri mampu melakukan produksi secara optimal untuk menyerap pasokan TBS dari petani. Hasil produksi dari industri, baik dalam bentuk minyak goreng maupun lainnya, juga harus bisa terserap pasar. Dengan demikian, diharapkan TBS dari petani tetap bisa terserap dan harga tidak jatuh terlalu dalam,” ungkap Eddy.