Waspadai Rentetan Gempa Bumi di Jatim
Gempa bumi magnitudo 2,7 terjadi di 91 kilometer tenggara Jember, Selasa (25/4/2023) dini hari. Sebelumnya, rentetan gempa terjadi di sejumlah wilayah di Jatim. Hal itu sepatutnya melecut kewaspadaan agar tidak lengah.
Gempa bumi magnitudo 2,7 terjadi di 91 kilometer tenggara Jember pada Selasa (25/4/2023) dini hari. Oleh karena lemah, bahkan gempanya tidak tercatat secara nasional. Sebelumnya, gempa Magnitudio 6,6 di Tuban pada Jumat (14/4/2023) pukul 16.55 WIB, paling mengagetkan banyak orang. Rentetan gempa terus terjadi di beberapa lokasi di Jawa Timur belakangan ini, seolah melecut kewaspadaan masyarakat agar tidak lengah.
Rentetan gempa kecil di Jawa Timur tersebut sebenarnya cukup melegakan karena energi di dalam bumi terlepas. Dengan demikian, potensi ”ledakan energi” besar yang mungkin berdampak luas menjadi lebih kecil.
Walakin, kewaspadaan tetap harus ada mengingat beberapa waktu lalu terjadi gempa Tuban yang intensitasnya kuat dan dirasakan di banyak tempat. Apalagi, selama ini gempa bumi cenderung terjadi di sisi selatan Jawa. Gempa Tuban seolah menjadi pengingat bahwa ancaman gempa di Jatim bisa di mana saja.
Gempa bumi Tuban terjadi dengan kedalaman 632 kilometer (km), tepatnya pada 68 km barat laut Tuban, Jatim. Kedalaman gempa menjadikan getaran dirasakan luas ke berbagai lokasi di Tanah Air.
Baca juga: Gempa Bumi yang Mengingatkan Kita
Tidak sekali ini saja gempa terasa di Tuban. Tahun 2019 gempa juga terjadi dengan kedalaman tidak jauh berbeda. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat gema terjadi pada Kamis, 19 September 2019, pukul 14.06 WIB. Pusat gempa berada pada koordinat 6,40 LS dan 111,84 BT dengan magnitudo 6,1 pada kedalaman 656 km. Pusat gempa berjarak 58 km barat laut Tuban, Jawa Timur.
Berdasarkan catatan BMKG, gempa Tuban dirasakan di Kuta, Bali, dengan skala intensitas V MMI. Dengan skala ini, getaran dirasakan cukup kuat oleh hampir semua penduduk. Adapun di Karangkates, Trenggalek, Gianyar, Tulungagung, Nganjuk, Pacitan, Kediri, Tuban, Garut, dan Mataram dengan skala intensitas IV MMI.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Daryono mengatakan, berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi itu disebabkan aktivitas deformasi lengan lempeng Indo-Australia yang menunjam hingga di bawah Laut Jawa. Menurut dia, gempa tersebut memiliki mekanisme pergerakan turun (normal fault).
Selama ini, Tuban dan Laut Jawa diketahui sebagai wilayah kawasan rawan bencana kategori lemah dan sangat lemah. Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi di Jatim tahun 2010 milik Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), disebutkan bahwa Tuban masuk kategori kawasan rawan bencana gempa bumi sangat rendah dan rendah.
Artinya, kawasan ini berpotensi terlanda gempa bumi dengan intensitas IV-V MMI, di mana kecil kemungkinan terjadi kerusakan geologis. Pergerakan gempa bumi di sini pun cukup kecil, yaitu antara 0,01 g (gravitasi) sampai 0,1 g. Tuban dikenal sebagai kawasan dengan susunan batuan berumur tersier (atau lebih tua) dan batuan beku.
Masih berdasarkan peta KRB gempa bumi Jatim, rata-rata, wilayah pantai utara Jawa Timur masuk kategori sangat rendah dan rendah potensi gempa bumi.
Baca juga: Gempa M 6,9 di Laut Jawa Dirasakan hingga Jakarta karena Kedalaman Sumber
Kepala Pusat Studi Kebumian dan Kebencanaan Universitas Brawijaya Adi Susilo mengatakan bahwa terjadinya rentetan gempa bumi di Jatim harus disikapi sebagai kesadaran bahwa potensi gempa bumi bisa terjadi di lokasi mana saja di Jatim. Itu sebabnya, kita harus selalu waspada.
”Gempa Tuban menunjukkan bahwa gempa tidak selalu terjadi di selatan. Bisa terjadi di mana dan kapan saja. Itu sebabnya, mitigasi bencana dan kewaspadaan harus terus ditingkatkan,” kata Adi.
Utara Jatim
Mitigasi bencana itu misalnya, salah satunya, menyadari bahwa daerah utara Jatim, berdasarkan susunan batuan di sana, berpotensi menimbulkan amplifikasi (peningkatan kekuatan) gempa.
Penelitian tim Departemen Teknik Geofisika Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengungkap banyak fakta. Riset yang dilakukan oleh Augustika Ratna Salsabil, Anik Hilyah, Singgih Purwanto, dan M Haris Miftakhul Fajar tersebut ditulis dalam laporan berjudul ”Zona Bahaya Kegempaan akibat Patahan Aktif di Wilayah Jawa Timur dengan Pendekatan Deterministik Menggunakan Perhitungan Atenuasi Chiou-Youngs 2014”.
Hasil riset menunjukkan nilai puncak percepatan tanah maksimum atau peak ground acceleration (PGA) di Jatim, yang dirasakan suatu lapisan saat terjadi gerakan gempa, berkisar antara 0,0099 g (percepatan karena gravitasi bumi) untuk nilai terendah dan 2,0014 g untuk nilai tertinggi.
Baca juga: Sembilan Kabupaten dan Kota di Jatim Terdampak Gempa
Daerah dengan nilai PGA tertinggi meliputi pesisir utara seperti Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Gresik. Nilai itu tervalidasi dengan kondisi geologi di sana, yang didominasi sedimen aluvium meliputi kerakal, kerikil, batu pasir, dan batu lempung.
Wilayah dengan kondisi geologi sedimen aluvium tersebut juga terdapat di pesisir pantai Tuban, Lamongan, Pasuruan, Probolinggo, serta Bojonegoro. Daerah itu disebut merupakan zona rawan gempa bumi karena bisa memicu amplifikasi (pembesaran/penguatan) gelombang gempa.
Gempa Tuban menunjukkan bahwa gempa tidak selalu terjadi di selatan. Bisa terjadi di mana dan kapan saja. Itu sebabnya, mitigasi bencana dan kewaspadaan harus terus ditingkatkan. (Adi Susilo)
Adapun daerah dengan nilai PGA terendah adalah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Sumenep. Kondisi geologi di sana didominasi batuan kompak-batuan gunung api miosen, yaitu basal, andesit, perselingan breksi, sisipan batu pasir, batu lempung, dan batu gamping. Struktur batuan seperti itu disebut mampu meredam gelombang gempa.
Meski begitu, Adi menjelaskan, rentetan gempa di Jatim itu menandakan bahwa energi di dalam bumi mulai terlepas sehingga kita tidak perlu terlalu paranoid dalam menghadapinya. ”Waspada boleh, takut dan panik berlebihan jangan,” katanya.
Baca juga: Potret akibat Gempa Malang
Generator gempa
Dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 disebutkan bahwa sesar Probolinggo memiliki gawir sesar memanjang berarah timur laut-barat daya. Gawir adalah lereng terjal dan curam yang terbentuk akibat patahan. Gawir sesar ini memotong endapan lepas Gunung Argopuro, yang berumur Pleistosen. Morfologi dari gawir sesar ini mengindikasikan pergerakan mendatar.
Di Jawa Timur terdapat dua generator gempa, yaitu zona subduksi lempeng di Samudra Hindia serta sesar aktif di daratan.
Dalam makalah berjudul ”Pemutakhiran Sumber dan Peta Gempa Indonesia Tahun 2017”, yang disampaikan Tim Pemutakhiran Peta Gempa Indonesia 2010 dan 2017 dalam seminar sehari kebencanaan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ke-72 RI, dinyatakan banyak ditemukan sesar aktif di Indonesia. Tahun 2010 ditemukan sesar berjumlah 81, pada tahun 2017 jumlahnya meningkat menjadi 295 sesar aktif.
Sesar aktif juga disebut sesar gempa. Hal itu karena pergeseran sesar ini bisa menimbulkan gempa. Sesar aktif ada di darat sehingga jika terjadi gempa maka bisa membahayakan orang dan infrastruktur di sana.
Baca juga: Diguncang Gempa, Sejumlah Bangunan di Malang, Blitar, dan Lumajang Rusak
Tim Sosialisasi Gempa Bumi dan Tsunami Stasiun Geofisika Malang dalam makalah sosialisasinya berjudul ”Potensi Gempa dan Tsunami di Jawa Timur”, menyebut bahwa setidaknya di Jawa Timur ada 7 sesar aktif dan 6 segmen sesar Kendeng.
Tujuh sesar aktif itu adalah sesar naik Pati, sesar Kendeng, sesar Pasuruan, sesar Probolinggo, sesar Wongsorejo-Banyuwangi Utara, zona sesar RMKS (Rembang Madura-Kangean-Sakala), dan Bawean Fault. Adapun 6 segmen sesar Kendeng ialah segmen Demak, segmen Purwodadi, segmen Cepu, segmen Blumbang, segmen Surabaya, dan segmen Waru.
Peta Gempa Indonesia tahun 2017menunjukkan potensi tiap-tiap sesar tersebut. Kota Surabaya dilewati 2 sesar, yaitu sesar Surabaya dan sesar Waru. Sesar Surabaya bergerak dengan kecepatan 0,1 mm per tahun dan bisa menimbulkan gempa sebesar magnitudo 6,8, sedangkan sesar Waru bisa menimbulkan gempa dengan magnitudo 7,2 dengan laju pergeseran 0,5 mm per tahun.
Kawasan lain yang dilewati sesar aktif adalah sesar Wonorejo Situbondo dengan dampak bisa menimbulkan gempa magnitudo 5,7 dengan pergerakan kecepatan 0,3 mm per tahun, sesar Probolinggo berpotensi menimbulkan gempa dengan magnitudo 6,5 serta pergerakan 0,2 mm per tahun, sesar Pasuruan berpotensi menimbulkan gempa dengan magnitudo 6,5 dengan pergerakan 0,2 mm per tahun, Blumbang Mojokerto berpotensi menimbulkan gempa magnitudo 6,9 dengan pergerakan 0,1 mm per tahun.
Selama ini, tercatat sejumlah gempa merusak di Jawa Timur. Tahun 1867 di Surabaya terjadi gempa skala VI-VII MMI. Tahun 1889 terjadi gempa dengan skala VI MMI di Pasuruan. Tahun 1937 gempa skala VII-IX MMI di Pacitan, dan seterusnya. Selain kerugian fisik, juga tercatat korban jiwa.
Rekam jejak bencana tersebut seharusnya membangkitkan kesadaran agar tidak lengah, tetapi juga tidak boleh mudah panik. Kepanikan selama ini justru menjadi salah satu penyebab meluasnya dampak bencana.
Baca juga: Aktivitas Sesar Probolinggo dan Kewaspadaan Gempa di Jatim