Pulau Rempang Dikelola Investor, Warga Lokal Minta Tak Digusur
Warga berharap pemerintah tidak melakukan penggusuran di Pulau Rempang, Batam, Kepri. Pemerintah berencana mengembangkan Pulau Rempang menjadi kawasan investasi untuk berbagai sektor industri, jasa, dan, pariwisata.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, meminta agar pemerintah tidak menggusur permukiman mereka. Sebelumnya, Badan Pengusahaan Batam dan PT Makmur Elok Graha menyepakati rencana pengembangan Pulau Rempang. Proyek itu ditargetkan bisa menarik investasi sebesar Rp 381 triliun pada 2080.
Ketua Kerabat Masyarakat Adat Tempatan, Gerisman Ahmad, Minggu (23/4/2023), mengatakan, Pulau Rempang telah dihuni warga setidaknya sejak 1834. Masyarakat asli di sana adalah suku Melayu, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat.
Pulau Rempang luasnya 16.583 hektar. Pulau itu terdiri dari dua kelurahan, Rempang Cate dan Sembulang, yang masuk dalam wilayah Kecamatan Galang, Kota Batam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 7.512 jiwa yang tinggal di pulau tersebut.
”Kami lebih dulu ada di Pulau Rempang sebelum pemerintah membentuk kawasan pelabuhan bebas di Pulau Batam, Rempang, dan Galang pada 1973. Meskipun kami masyarakat asli, tetapi pemerintah belum memberi sertifikat tanah untuk mengakui ruang hidup kami,” kata Gerisman.
Setelah Batam-Rempang-Galang ditetapkan menjadi kawasan pelabuhan bebas, seluruh lahan dikelola oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Mayoritas warga hanya memiliki hak guna bangunan. Sertifikat tanah hanya diberikan kepada warga asli di Pulau Batam. Itu pun harus lewat proses verifikasi panjang.
Adapun penandatanganan perjanjian pengembangan Pulau Rempang sebenarnya telah dilakukan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), BP Batam, dan Pemerintah Kota Batam pada 2004. Namun, rencana itu tidak terealisasi hingga 19 tahun kemudian.
Pada 12 April lalu, rencana pengembangan Pulau Rempang kembali diumumkan kepada publik di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta. Menurut rencana, Pulau Rempang akan dibangun menjadi magnet investasi untuk berbagai sektor industri, jasa, dan pariwisata.
Acara itu dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto; Kepala BP Batam yang juga Wali Kota Batam Muhammad Rudi; Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad; pemilik perusahaan pengembang wilayah PT MEG, Tommy Winata; Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Raja Juli Antoni; dan Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi.
Proyek tersebut ditargetkan bisa menarik investasi sebesar Rp 381 triliun sampai dengan 2080. Adapun investasi itu berasal dari berbagai sektor, mulai dari industri, jasa, dan pariwisata. Dari investasi tersebut diharapkan bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 306.000 orang.
Rencana itu memantik kekhawatiran warga setempat karena disebutkan PT MEG akan mengelola lahan seluas 17.000 hektar. Artinya, seluruh Pulau Rempang, termasuk area perairannya akan dikelola perusahaan.
”Kami mendukung kebijakan pemerintah untuk mengembangkan Pulau Rempang, tetapi kami mohon kampung-kampung tua yang menjadi tempat tinggal masyarakat tempatan jangan digusur,” ujar Gerisman.
Dalam pertemuan dengan wartawan pada 17 April lalu, Komisaris dan Juru Bicara PT MEG Fernaldi Anggadha menyatakan, PT MEG telah menggandeng sejumlah akademisi untuk melakukan riset sosioekonomi di Pulau Rempang. Perwakilan PT MEG juga sudah berkeliling menemui warga untuk menampung aspirasi mereka.
”Kami bukan ingin mengambil Pulau (Rempang), tidak begitu. Kami adalah rekan dari BP Batam dan Pemkot Batam untuk mengembangkan Pulau Rempang karena sudah puluhan tahun pulau itu belum bisa dikembangkan. Nanti kami akan menarik banyak investor asing ataupun investor lokal,” kata Fernaldi.
Fernaldi menambahkan, warga Pulau Rempang akan menjadi prioritas utama dalam rencana pengembangan pulau itu. Balai-balai pelatihan kerja akan segera dibangun agar warga setempat dapat memiliki keterampilan yang nantinya dibutuhkan untuk mengisi lowongan kerja di kawasan tersebut.
Menurut Gerisman, kekhawatiran warga terhadap rencana pengembangan Pulau Rempang semakin kuat setelah pemerintah menyetop dana Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan (PSPK) di Kelurahan Rempang Cate dan Kelurahan Sembulang. Anehnya, empat kelurahan lain di Kecamatan Galang tetap mendapat dana PSPK.
Keluhan warga soal mandeknya dana PSPK dibahas dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPRD Kota Batam pada 5 Maret lalu. Ketua Komisi III DPRD Kota Batam menilai, mandeknya dana PSPK bagi Kelurahan Rempang Cate dan Kelurahan Sembulang itu memang patut dipertanyakan.
Dalam kesempatan yang sama, Perwakilan Badan Perencanan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah Febrian membenarkan, dana PSPK 2023 dan perencanaan dana PSPK 2024 untuk Kelurahan Rempang Cate dan Kelurahan Sembulang memang dihentikan. Dana PSPK dihentikan karena agar pembangunan di dua kelurahan itu nantinya tidak tumpang tindih dengan rencana pengembangan Pulau Rempang oleh PT MEG ke depan.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPRD Kota Batam Muhammad Yunus menyatakan, dana PSPK yang sudah disahkan anggarannya oleh DPRD itu tidak boleh dihentikan penyalurannya. Pembangunan infrastruktur merupakan hak warga yang harus dipenuhi oleh pemerintah.