Pedagang dadakan bermunculan di Kota dan Kabupaten Magelang. Mereka menawarkan berbagai kebutuhan untuk meraup rezeki Lebaran.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS – Mendekati Lebaran, banyak pedagang dadakan bermunculan di Kota dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Selain berasal dari luar kota, sebagian di antara mereka adalah orang yang sebelumnya menekuni profesi berbeda dan mendadak memutuskan berjualan demi mendapatkan rezeki Lebaran.
Nanik (55) adalah salah satu pedagang dadakan yang menggelar barang dagangan berupa sepatu dan sandal di Jalan Sriwijaya, Kota Magelang. Sehari-hari ia bekerja sebagai pengasuh anak di Jakarta. Aktivitasnya berdagang sepatu dan sandal biasa ia lakukan saat mendapatkan cuti Lebaran dari majikan empat tahun terakhir.
Aktivitas berdagang di Magelang itu sudah ia persiapkan sejak sebelum puasa. Sebanyak 21 karung sepatu dan sandal yang akan ia jual saat Lebaran tahun ini dipesan dan dibelinya dari pasar grosir di Bogor.
Sejak awal puasa, barang dagangan tersebut mulai dikirim ke rumahnya di Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang. Nanik yang kemudian mudik pada Minggu menyebutkan, kegiatan ini sudah dijalankannya selama empat tahun terakhir. Dia biasanya akan berdagang selama dua minggu, mulai H-7 Lebaran hingga H+7 Lebaran.
Kesempatan untuk memanfaatkan waktu juga dilakukan oleh Alfin (30), warga Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Sebelumnya, dia biasa menjadi sopir pengangkut material bangunan, termasuk pasir dan batu, dengan menggunakan mobil bak terbuka. Namun, karena mulai H-7 Lebaran kendaraan pengangkut bahan galian C dilarang melintas, sejak Minggu (16/4/2023), dia berjualan ayam hidup yang dipasok dari Kabupaten Sukoharjo.
Sembari mudik, saya sekaligus berupaya meraup rezeki tambahan.
Selama enam hari berjualan, dia mampu menjual lebih dari 400 ayam. Sebagian besar pembelinya adalah pedagang yang membeli ayamnya untuk dijual kembali.
Pedagang yang membeli lebih dari 100 ayam dikenai harga Rp 45.000 per ekor. Adapun untuk kalangan konsumen rumah tangga, harga ayam ditawarkan Rp 55.000 per kg. Berjualan hingga H-1 Lebaran, dia pun memastikan tidak akan menaikkan harga jual.
Alfin menuturkan, aktivitas berdagang ayam ini baru dijalankannya tahun ini.
”Selain karena baru mendapatkan ide, baru tahun inilah saya bisa mengumpulkan modal untuk membeli ayam,” ucapnya.
Sementara itu, Tini (48), warga Desa Karanganyar, Kecamatan Borobudur, mengatakan, pada hari-hari biasa, dirinya sebenarnya berjualan di Pasar Borobudur. Namun, karena suasana di Kota Magelang biasanya lebih ramai orang berbelanja, selama dua minggu terakhir dia pun memutuskan untuk pindah ke Pasar Rejowinangun.
Tidak meminta izin kepada siapa pun, dia menempati ruang kosong di bawah tangga naik di pasar tersebut. Tini berjualan taplak meja plastik berbagai ukuran.
Hal serupa dilakukan oleh Yati (50), pedagang dari Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang. Biasa berdagang di rumah, dalam dua minggu terakhir dia pun pindah berdagang menjual berbagai makanan kering tradisional, seperti rengginang dan slondok, dengan menempati ruang-ruang kosong yang ada di dalam Pasar Rejowinangun.
Setiap hari, dia selalu berpindah-pindah tempat dan tidak pernah menempati area yang sama.
”Tiap hari saya selalu berkeliling mencari-cari lokasi yang strategis dan kira-kira akan ramai dikunjungi pembeli,” ujarnya. Sama seperti Tini, dia pun menempati area pasar tanpa meminta izin kepada siapa pun.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Pasar Rejowinangun Dodong Hariyanto mengatakan, pihaknya mempersilakan pedagang-pedagang dadakan untuk berjualan di area Pasar Rejowinangun.
Dia memaklumi hal itu sebagai fenomena yang terjadi menjelang hari raya Idul Fitri.
”Ketika sudah tiba Lebaran, pedagang-pedagang dadakan tersebut biasanya akan secara otomatis hilang dari pasar,” lanjutnya.
Pedagang-pedagang tersebut dibebaskan untuk menempati area mana saja. Namun, ketika berdagang di dekat pedagang resmi pasar, diharapkan mereka pun mau meminta izin terlebih dahulu.