Tidak Hanya Amati Gerhana Matahari Hibrida, BMKG Juga Pantau Hilal di Malang
Gerhana matahari hibrida menjadi perhatian banyak orang. Di Malang, pemantauan dilakukan di salah satu halaman masjid oleh tim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Cuaca terik mengiringi pemantauan gerhana matahari hibrida di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (20/4/2023). Pengamatan gerhana dilakukan oleh tim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Malang di halaman Masjid Agung Baiturrahman di Kepanjen. BMKG juga mengamati keberadaan hilal sebagai penanda 1 Syawal 1444 Hijriah.
Pengamatan gerhana dilakukan bersamaan dengan shalat gerhana berjemaah yang dilakukan Dewan Masjid Indonesia (DMI) setempat. Selain ratusan masyarakat umum, kegiatan ini antara lain dihadiri pengurus Nahdlatul Ulama setempat, DMI Kabupaten Malang, dan Bupati Malang M Sanusi.
BMKG mencatat waktu gerhana 2 jam 54 menit sejak awal kontak sampai gerhana berakhir. Selama itu pula cuaca cerah, hanya sesekali kumpulan awan tidak terlalu masif menghalangi. Kontak awal gerhana berlangsung pukul 09.27 WIB dan berakhir pukul 12.13 WIB. Puncak gerhana di Kepanjen pukul 10.55 WIB.
Untuk wilayah Jawa Timur, magnitude (potensi matahari tertutup bulan) paling tinggi di Banyuwangi, yakni 0,71-0,72 dan terendah di Ngawi 0,63. Adapun di Malang 0,67.
”Sekarang adalah gerhana matahari hibrida yang mana di suatu tempat orang bisa melihat gerhana cincin dan di tempat lain orang bisa melihat gerhana total. Yang paling banyak daerah mengalami gerhana sebagian,” ujar Kepala BMKG Kantor Geofisika Malang (BMKG Karangkates) Mamuri di lokasi.
Untuk wilayah Indonesia, menurut Mamuri, gerhana total hanya bisa diamati di Biak, Papua, sedangkan untuk Jawa Timur dan sebagian besar wilayah Indonesia hanya gerhana sebagian. Adapun gerhana matahari cincin bisa diamati di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Gerhana matahari hibrida seperti ini bisa terjadi 400 tahun sekali, terakhir terjadi pada 1800-an. Adapun pada 2023 ada empat kali gerhana, masing-masing gerhana matahari cincin pada 14 Oktober (tidak bisa diamati di Indonesia), gerhana bulan penumbra 5-6 Mei, dan gerhana bulan sebagian 28-29 Oktober, serta gerhana matahari hibrida yang saat ini terjadi.
Sementara itu, M Sanusi dalam sambutannya di hadapan jemaah shalat gerhana mengatakan, gerhana merupakan fenomena alam yang musti menjadi bahan untuk menambah keimanan. Betapa besar kekuasaan Allah.
”Hingga saat ini belum ada ilmuwan yang tahu sejauh mana luasnya angkasa. Baru bulan dan planet saja yang bisa dideteksi, lainnya masih banyak yang belum diketahui,” ucapnya.
Memantau hilal
Hari ini, BMKG Karangkates tidak hanya mengamati prosesi gerhana bulan melalui teleskop, tetapi juga melakukan pengamatan hilal penentu 1 Syawal. Pengamatan akan dilakukan di atas gedung kantor Bupati Malang di Kepanjen, Kamis sore.
Menurut Mamuri, proses konjungsi (posisi matahari, bumi, bulan berada dalam satu garis lurus) di wilayah Kepanjen terjadi pukul 11.12 WIB. Setelah konjungsi akan dilakukan pengamatan hilal setelah matahari terbenam.
”Ada dua kriteria untuk menentukan awal bulan hijriah, salah satunya melalui penghitungan atau hisab. Ketika konjungsi terjadi siang ini, maka bisa dikatakan nanti sore, ketika matahari terbenam, hilal sudah tinggi,” ucapnya.
Sore ini, ketinggian hilal di wilayah Kepanjen sekitar 1,47 derajat. Artinya, hilal sudah berada di atas ufuk. Namun, untuk penentuan 1 Syawal ada kriteria lain, seperti tinggi hilal minimal 2 derajat atau kesepakatan Menteri Agama Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam (Mabims) yang mensyaratkan minimal 6 derajat.
”Makanya, untuk penentuan 1 Syawal, kita menunggu hasil sidang isbat meski secara perhitungan, ketika matahari sudah terbenam, tinggi hilal di wilayah Kepanjen 1,47 derajat sudah di atas ufuk. Namun, kriteria-kriteria tadi yang menjadi pertimbangan,” katanya.