Dampak ”One Way”, Lalu Lintas Dalam Kota Semarang Padat
Sistem satu arah yang diterapkan di jalur tol membuat beban lalu lintas berpindah ke jalur arteri dan jalan dalam kota. Di Semarang, Jateng, kepadatan terjadi di sejumlah titik.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kepadatan lalu lintas terpantau di sejumlah ruas jalan Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Rabu (19/4/2023). Kondisi itu terjadi karena adanya pemberlakuan sistem satu arah atau one way di jalur tol sejak Selasa (18/4/2023) serta adanya aktivitas masyarakat ataupun pemudik yang sudah mulai berdatangan di Kota Semarang.
Pada Rabu siang, kepadatan lalu lintas terpantau di sejumlah titik di pusat kota, seperti di kawasan Tugu Muda, Kampung Pelangi, Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Sam Poo Kong, Simpang Lima, Kalibanteng, Madukoro, Krapyak, dan Mangkang. Di sejumlah stasiun dan pusat oleh-oleh juga terjadi kepadatan.
Selain di pusat kota, kepadatan juga terjadi di wilayah atas Kota Semarang. Di wilayah atas, kepadatan lalu lintas dilaporkan terjadi di Jatingaleh, Setiabudi, dan Srondol. Jalan-jalan tersebut dilalui oleh kendaraan yang menuju ke Kabupaten Semarang, Salatiga, Temanggung, Magelang, dan DI Yogyakarta.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang Endro Pudyo Martantono menyebut, kepadatan itu mulai terjadi pada Selasa petang, saat one way mulai diterapkan di jalur tol. Untuk mengurai kepadatan, pihaknya menerapkan sejumlah rekayasa lalu lintas.
”Kami memberlakukan kebijakan belok kiri jalan terus di lampu-lampu lalu lintas, terutama di exit tol. Selain itu, kami juga terus memantau lalu lintas melalui Area Traffic Control System. Jika ada indikasi kepadatan di lampu lalu lintas akibat lampu merah, akan segera kami hijaukan supaya terurai,” kata Endro, Rabu.
Menurut Endro, sebagian kendaraan yang berlalu lalang di wilayahnya bernomor polisi dari luar Kota Semarang. Hal itu mengindikasikan pemudik sudah tiba di Kota Semarang dan sekitarnya.
Di jalan tol, kepadatan lalu lintas juga terjadi pada Rabu petang. Di Gerbang Tol Kalikangkung, misalnya, jumlah kendaraan yang melintas sudah mencapai 46.000 unit per jam. Jumlah itu meningkat dari jumlah kendaraan yang melintas di lokasi yang sama pada Selasa, yakni 30.000 unit per jam. Kondisi itu membuat antrean kendaraan di depan gerbang tol mencapai 600 meter.
”Sementara ini, one way lokal akan kami terapkan hingga ke Kilometer 442 Bawen. Kebijakan ini akan terus kami evaluasi. Kalau masih padat, akan kami perpanjang lagi sampai Salatiga,” ujar Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jateng Komisaris Besar Agus Suryo Nugroho, Rabu petang.
Tak hanya karena adanya peningkatan volume kendaraan yang melintas, kepadatan juga dipicu oleh adanya sejumlah kendaraan pemudik yang macet di tengah jalan karena kerusakan mesin. Kendaraan-kendaraan yang mogok tersebut telah diderek keluar exit tol terdekat.
Tiba di kampung
Sejumlah pemudik telah tiba di Kota Semarang pada Rabu. Sebagian besar pemudik melakukan perjalanan Selasa malam. Hal itu karena mereka mulai cuti bersama pada Rabu.
”Senang karena akhirnya bisa mudik di Lebaran tahun ini. Lebaran tahun lalu saya tidak bisa pulang karena baru saja melahirkan. Sementara itu, pada Lebaran 2021 dan 2020 saya tidak mudik karena ada imbauan untuk tidak mudik dari kantor,” ucap Ratna (28).
Ratna, yang sehari-hari bekerja di Kementerian Komunikasi dan Informatika, tahun ini mudik dari Jakarta ke Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Tahun ini, ia mudik bersama suami dan anaknya menggunakan mobil pribadi melalui jalur tol.
”Kemarin sempat ikut one way. Kebetulan, kami lewat yang jalur B, jadi lancar. Sempat tersendat sedikit di Cikampek, tapi cuma sekitar 30 menit. Setelah itu, lancar tidak macet sama sekali sampai Semarang,” tutur Ratna.
Kelegaan karena bisa mudik juga dirasakan oleh Aditya (20). Warga Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, itu merantau ke Tangerang, Banten, untuk kuliah. Tahun ini, Aditya mudik menggunakan kereta api. Ia berangkat dari Stasiun Pasar Senen dan turun di Stasiun Semarang Poncol.
”Sebenarnya, saya hampir tidak bisa mudik karena tidak dapat tiket saat war (perang). Tetapi, akhirnya saya bisa mudik karena dapat tiket dari teman yang batal mudik. Senang rasanya bisa Lebaran di kampung halaman bersama keluarga,” tutur Aditya.