Muhammadiyah Meminta Semua Pihak Hargai Kemungkinan Perbedaan Penetapan Idul Fitri
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta semua pihak menghargai kemungkinan perbedaan dalam penetapan hari raya Idul Fitri tahun ini. Perdebatan yang tidak produktif terkait perbedaan itu juga diminta dihentikan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta semua pihak menghargai kemungkinan perbedaan dalam penetapan hari raya Idul Fitri tahun ini. Perdebatan yang tidak produktif terkait perbedaan tersebut juga diminta dihentikan agar tidak timbul kebencian dan permusuhan di antara elemen bangsa.
”Jika betul-betul berbeda, kami harapkan baik elite, tokoh agama, maupun umat dan warga saling toleran, saling menghargai,” kata Haedar dalam acara temu media, Selasa (18/4/2023) sore, di kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Yogyakarta.
Sejak jauh-jauh hari, Muhammadiyah telah menetapkan Idul Fitri tahun ini jatuh pada Jumat (21/4/2023). Sementara itu, pemerintah baru akan mengambil keputusan terkait penetapan Idul Fitri dalam sidang isbat pada Kamis (20/4/2023). Berdasarkan perkiraan sejumlah pihak, ada kemungkinan perbedaan dalam penetapan Idul Fitri tahun ini.
Terkait kemungkinan perbedaan itu, Haedar mengimbau semua pihak menghentikan perdebatan yang bisa membuat sesama anak bangsa saling membenci dan merendahkan. Apalagi, umat Islam di Indonesia sudah memiliki beberapa kali pengalaman terkait perbedaan penetapan Idul Fitri.
”Perdebatan yang berkaitan dengan kemungkinan perbedaan Idul Fitri, kami imbau untuk dicukupkan. Lebih-lebih, yang menyangkut debat kusir yang membuat kita saling menegasikan, saling merendahkan, saling membenci, bahkan menghina satu sama lain dan mungkin saling bermusuhan,” ungkap Haedar.
Menurut Haedar, perdebatan atau diskusi terkait perbedaan penetapan Idul Fitri bisa dilakukan asalkan berlandaskan ilmu yang cukup. Sebab, jika tidak dilandasi ilmu yang memadai, perdebatan tidak akan menghasilkan sesuatu yang produktif. ”Silakan buka perdebatan-perdebatan keilmuan yang paling optimum,” tuturnya.
Haedar juga mengimbau warga Muhammadiyah dan umat Islam yang merayakan Idul Fitri pada 21 April mendatang tidak menggelar acara berlebihan. Hal ini untuk menghormati warga lain yang masih berpuasa dan belum merayakan Idul Fitri pada hari itu. ”Tetap bersahaja, biasa, dan normal. Tidak boleh mentang-mentang sudah merayakan Idul Fitri, lalu kurang menghargai yang masih puasa,” katanya.
Di sisi lain, Haedar meminta para pejabat negara menunjukkan kebijaksanaan dan kearifan dalam menyikapi kemungkinan perbedaan tersebut. Hal ini karena para pejabat negara itu seharusnya mengayomi seluruh elemen masyarakat dan tidak memihak kepada kelompok tertentu.
”Tunjukkanlah kebijaksanaan dan kearifan sebagai milik rakyat, milik semua golongan. Insya Allah, lokasi apa pun jika dipakai untuk ibadah, bahkan dua kali sekalipun di satu lokasi, itu menjadi berkah,” kata Haedar.
Metode hisab
Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar mengatakan, penetapan Idul Fitri oleh Muhammadiyah dilakukan berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal. ”Hisab hakiki wujudul hilal adalah kriteria untuk menentukan awal bulan baru Hijriah, termasuk bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah,” katanya.
Berdasarkan metode tersebut, ada beberapa syarat untuk penetapan awal bulan Hijriah. Syarat pertama adalah terjadinya ijtimak, yakni saat matahari, bulan, dan bumi berada pada garis lurus. Syarat kedua, ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam. Ketiga, pada saat matahari terbenam, bulan masih di atas ufuk atau belum terbenam.
Mengacu pada maklumat PP Muhammadiyah, ijtimak menjelang Syawal 1444 Hijriah terjadi pada 20 April 2023 pukul 11.15 WIB. Pada hari itu, tinggi bulan saat matahari terbenam di Yogyakarta adalah +1 derajat 47 menit 58 detik sehingga hilal sudah wujud dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam itu, bulan berada di atas ufuk. Dengan demikian, menurut PP Muhammadiyah, Idul Fitri jatuh pada 21 April 2023.
Jika betul-betul berbeda, kami harapkan baik elite, tokoh agama, maupun umat dan warga saling toleran, saling menghargai.
”Pada Kamis (20/4/2023) sore, parameter untuk memasuki bulan Syawal telah terpenuhi ketiganya. Oleh karena itu, Muhammadiyah memutuskan bahwa hari Jumat (21/4/2023) adalah tanggal 1 Syawal atau hari Idul Fitri,” ujar Syamsul.
Ia memaparkan, Muhammadiyah memilih metode hisab hakiki wujudul hilal karena sejumlah alasan. Salah satunya untuk memberikan kemudahan atau kepraktisan dalam penentuan awal bulan baru Hijriah. “Kemudahan itu dalam Al Quran merupakan sebuah prinsip. Salah satu yang memberi kemudahan kepada hidup kita adalah kemajuan ilmu dan teknologi,” katanya.
Menurut Syamsul, dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, penentuan awal bulan baru bisa dilakukan dengan mudah melalui penghitungan atau hisab. ”Kita enggak usah terlalu bersusah-susah dan mengeluarkan biaya yang besar untuk menentukan awal bulan baru. Ya kita cukup melakukan penghitungan,” ungkapnya.