Bagi keluarga dan pasangan berbeda agama, Ramadhan adalah bulan yang sangat dinanti. Bulan suci Ramadhan tak hanya untuk menjalani ibadah puasa, tapi merupakan momentum untuk saling melengkapi dan menjadi lebih baik.
Oleh
Stephanus Aranditio, HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
Indonesia dikenal sebagai negara majemuk. Tradisi menyambut bulan suci Ramadhan bisa dirasakan oleh semua kalangan, termasuk keluarga dan pasangan yang menganut agama berbeda. Bagi mereka, hidup saling menghargai keyakinan menjadi komitmen bersama yang terus diperjuangkan dan diaplikasikan dalam hidup sehari-hari.
Hal ini diyakini, misalnya, oleh pasangan berbeda agama, Elizabeth Ayudya Ratna Rininta (30) dan Harry Wahyu Pratama (32). Elizabeth merupakan umat Katolik, sementara Harry umat Islam.
Tahun ini, Eliz dan Harry ini menyambut Ramadhan keempat dalam pernikahan mereka. Ramadhan tahun ini tambah bermakna karena terjadi bersamaan dengan masa Pra-Paskah. Pasangan ini pun menjalani ibadah puasa bersama. Mereka saling mendukung mengingat ibadah puasa dikenal dalam kedua agama.
Selama Ramadhan, Eliz memasak menu bergizi agar sang suami kuat menjalani ibadah puasa. Sesekali, pasangan ini membeli makanan untuk berbuka karena sibuk mengurus anak kedua yang baru lahir.
"Waktu saya sedang pantang dan puasa, dia juga berpuasa, jadi kami saling mendukung karena niatnya sama. Suami tidak minta menu khusus, makan sederhana saja," ujar di Jakarta, Minggu, (17/4/2023)
Sehari-hari, Elizabeth masak makanan sehat, yang terdiri dari telur, tahu, tempe, sayur berserat, dan menyediakan buah. "Nanti waktu sahur tinggal dihangatkan. Kami juga berbagi peran, saya masak, mas Harry cuci piring," kata Eliz.
Kebiasaan ini tidak langsung terjadi begitu saja. Pada awal pernikahan, Eliz merasa canggung karena setelah menikah mereka tinggal di rumah Harry yang berada di lingkungan masyarakat yang didominasi umat Islam di daerah Klaten, Jawa Tengah. Di desa itu, yang beragama non-Islam hanya Eliz.
Untungnya, lingkungan itu menerima Eliz. Ia sering memasak bersama tetangga untuk menu buka bersama. "Sempat merasa sepi ketika ditinggaltarawih. Tetapi, lama kelamaan justru menyenangkan, ada momen buru-buru masak buat mas bojo batalin puasa," tuturnya.
Hal serupa juga dialami Nanda Saraswati (36) dan suaminya Nurman Hidayat (34) warga Bukit Dieng, Kota Malang, Jawa Timur. Nanda merupakan umat Hindu, dan suaminya Islam.
Nanda bercerita, tak mudah menjalani bulan Ramadhan dan Lebaran saat tahun pertama pernikahannya pada 2015 silam. Sebab, mereka belum sepenuhnya mendapat restu dari orang tua pihak suami.
"Waktu itu saya dalam kondisi hamil anak pertama. Jadi, saat lebaran pertama sebagai pasangan suami dan istri, saya memutuskan tidak ikut berkunjung ke tempat suami. Saya di rumah saja," katanya.
Namun, pada tahun kedua, keluarga sang suami menjadi lebih terbuka. Hal ini terjadi seiring kelahiran anak pertama mereka. Akhirnya, pada momen lebaran kedua itu Nanda diterima dengan penuh kehangatan. Lebaran jadi momen saling berbagi. Hubungan keluarga semakin baik hingga saat ini.
Tahun ini, Nanda dan Nurman menyambut bulan Ramadhan ke delapan dalam pernikahan mereka. Ramdhan tahun ini pun sangat berkesan karena berbarengan dengan puasa pada hari raya Nyepi.
Setelah berpuasa selama 24 jam pada 22 Maret 2023, Nanda turut menemani sang suami untuk sahur pertama di bulan Ramadhan. Setelah sang suami bangun untuk sahur, tak lama dia juga berbuka puasa Nyepi.
Nanda menuturkan, tidak ada menu khusus yang diminta suami untuk sahur dan berbuka puasa. Nanda hanya memastikan makanan sehat yang disantap keluarganya seperti sayur-sayuran dan membuat menu takjil untuk berbuka. Terkadang Nanda membeli makanan dan minuman.
"Karena sudah delapan tahun dalam menjalani puasa Ramadhan dan merayakan Lebaran, jadi saya merasa tak jauh berbeda dengan keluarga lain. Kini, tantangannya bagaimana mengajarkan anak tentang toleransi dan perbedaan," ucap ibu dua anak ini.
Sementara bagi pasangan yang lebih senior, Agus Suprianto (55) dan Vincensia Nugraheni (58) bulan Ramadhan dalam perbedaan keyakinan semakin mempererat keluarga mereka. Pasangan asal Magelang, Jawa Tengah ini tidak pernah merasa berbeda, mereka tetap melayani dan menghormati satu sama lain.
Vincensia, yang merupakan umat Katolik, setiap hari memasak untuk menu berbuka dan sahur. Hal ini dilakukan untuk mendukung suami menjalankan kewajiban berpuasa. Kolak pisang menjadi menu wajib yang diminta suami.
"Habis buka malamnya saya siapin lagi untuk sahur, jadi tinggal dihangatkan. Kalau pas buka itu Bapak senang dibuatkan kolak pisang, kalau gak ya beli," kata Vincensia.
Perbedaan ini tidak menjadi masalah di keluarga mereka. Agus dan Vincensia selama 35 tahun justru senang bisa turut serta saling meramaikan dua hari raya dalam satu tahun. Momen kumpul keluarga besar pun menjadi lebih intens.
"Jadi hari raya kami ada dua, Natal merayakan, Idul Fitri merayakan. Lebaran sama Natal itu menunya ya sama, opor ayam, sambal goreng hati, lontong atau ketupat," ucapnya.
Kepentingan beribadah tidak pernah menjadi perdebatan bagi mereka berdua. Bahkan, kedua anak mereka pun dibebaskan untuk memilih agamanya ketika dewasa. Setiap hari Minggu, Agus mengantar-jemput Vincensia di gereja untuk beribadah.
Ramadhan adalah bulan yang sangat dinanti oleh masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang mempunyai keyakinan berbeda. Ramadhan dimaknai tak hanya sebagai bulan untuk berpuasa, tetapi sebagi momentum untuk saling melengkapi dan menjadi lebih baik dalam berkeluarga.