Cegah Jatuh Korban, Operasi Pencarian Pilot Susi Air Harus Dievaluasi
Satu prajurit TNI gugur dan sejumlah prajurit lainnya belum diketahui nasibnya. Diperlukan evaluasi operasi pembebasan pilot pesawat Susi Air, Philip Mark Mehrtens yang ditawan kelompok kriminal bersenjata.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nduga dan Jaringan Damai Papua menilai perlu adanya evaluasi operasi pencarian pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang disandera kelompok Egianus Kogoya. Hal ini demi mencegah jatuh korban jiwa baik dari aparat keamanan dan warga sipil terus bertambah.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nduga, Ikabus Gwijangge, saat dihubungi dari Jayapura, Papua, Senin (17/4/2023) malam mengatakan, operasi pembebasan Philip dalam dua bulan terakhir akan terus memakan korban. Ia menilai operasi ini juga berdampak banyak warga di sejumlah distrik, seperti Paro, yang mengungsi ke Kenyam, ibu kota Nduga.
Ikabus memaparkan, upaya tim negosiasi yang dibentuk Pemda Nduga belum membuahkan hasil hingga kini. Hal ini disebabkan proses negosiasi disertai dengan pengiriman pasukan untuk membebaskan Philip.
Diketahui dari data Polda Papua, kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya membakar pesawat Susi Air PK-BVY setelah mendarat di Lapangan Terbang Distrik Paro, Kabupaten Nduga, 7 Februari 2023, pukul 06.17 WIT. Sebelumnya, pesawat ini terbang dari Bandara Udara Internasional Mozes Kilangin Timika, Kabupaten Mimika, pukul 05.33 WIT.
Pesawat yang dipiloti Philip itu membawa lima penumpang. KKB langsung menawan Philip setelah membakar pesawat di Lapangan Terbang Paro. Sementara lima penumpang dilepaskan pihak KKB karena merupakan warga setempat.
”Lebih baik proses pembebasan Philip hanya melibatkan Pemda Nduga dan tokoh masyarakat setempat. Kami akan lebih mudah diterima kelompok ini bernegosiasi dalam pembebasan Philip,” kata Ikabus.
Sementara itu, juru bicara Jaringan Damai Papua, Yan Christian Warinussy menyayangkan penyerangan anggota TNI di daerah Mugi-Mam, Nduga pada Sabtu (15/4). Ia berpendapat, sudah saatnya pendekatan militer dalam pembebasan Philip dikaji kembali.
”Sayang sekali ada korban dalam proses pembebasan Philip dan banyak yang belum diketahui nasibnya hingga kini. Seharusnya dalam pembebasan Philip menggunakan cara negosiasi untuk menghentikan terjadinya aksi kekerasan,” harap Yan.
Sebelumnya, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, Kolonel Kav Herman Taryaman menyatakan, Prajurit Satu Miftahul Arifin gugur akibat serangan kelompok kriminal bersenjata di daerah Mugi-Mam, Nduga, Papua Pegunungan, Sabtu kemarin. Sementara puluhan anggota TNI yang hendak mengevakuasi jenazah Miftahul juga ditembaki kelompok itu dan belum diketahui nasibnya.
Beredar informasi di media sosial sejak Sabtu malam, jumlah prajurit yang diserang KKB mencapai 36 personel. Jumlah personel yang gugur sebanyak 6 orang, Jumlah personel yang ditawan sebanyak 9 orang dan 21 personel belum diketahui nasibnya.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono bersama jajarannya telah berada di Kabupaten Mimika yang berbatasan dengan Nduga, Senin (17/4). Baik Yudo maupun Pusat Penerangan TNI belum memberikan keterangan pers terkait proses evakuasi para prajurit hingga Senin malam.
Pihak Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OM) menyatakan bertanggung jawab atas aksi penyerangan prajurit TNI di Wilayah Mugi-Mam, Nduga. Aksi ini dipimpin oleh Egianus Kogoya.
Juru bicara TPN-OPM Sebby Sambom menyatakan, jumlah prajurit TNI yang gugur mencapai 13 orang. Sebby menyatakan informasi tersebut dari pihak TPN-OPM Nduga pada Senin ini.
”Sampai saat ini masih terjadi kontak tembak di daerah Mugi-Mam dan pihak TNI menggunakan senjata bahan peledak untuk menyerang anggota kami. Cara tersebut akan membahayakan keselamatan Philip,” ucap Sebby.