Peracik dan Pengedar Tembakau Gorila Diringkus Polresta Banyumas
Polresta Banyumas, Jawa Tengah, meringkus peracik dan pengedar tembakau sintetis atau tembakau gorila. Dalam kasus itu, polisi tak hanya menyita tembakau gorila, tetapi juga ganja, psikotropika, dan obat keras.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Satuan Reserse Narkoba Polresta Banyumas, Jawa Tengah, meringkus peracik dan pengedar tembakau sintetis atau tembakau gorila. Dalam kasus itu, polisi tak hanya menyita tembakau gorila, tetapi juga ganja, psikotropika, dan obat keras. Peredaran tembakau gorila harus diwaspadai karena bisa menimbulkan halusinasi dan merusak otak.
”Satuan Narkoba Polresta Banyumas berhasil menangkap dua pelaku pengedar obat daftar G (obat keras) dan psikotropika. Saat dilakukan pengembangan, ditemukan juga pembuatan tembakau sintetis atau tembakau gorila,” kata Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu di Purwokerto, Kamis (13/4/2023).
Edy menyampaikan, tersangka pertama yang ditangkap adalah LW (23) yang merupakan pengedar obat terlarang. Dia ditangkap di salah satu barbershop atau tempat potong rambut di Jalan Jenderal Sudirman, Purwokerto.
”Saat ditangkap, LW sedang mengedarkan obat-obatan daftar G. Lalu kami kembangkan, ternyata obat-obat itu didapat dari IW (26), warga Maos, Cilacap. Kemudian digeledah di rumahnya, ditemukan obat-obatan, ganja, juga produksi tembakau sintetis,” ujarnya.
Menurut Edy, IW merupakan residivis kasus narkotika yang menjalani hukuman penjara pada tahun 2016-2017. Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, IW meracik tembakau gorila lalu diperjualbelikan secara daring dengan harga Rp 1 juta per paket. Tiap paket memiliki berat sekitar 5 gram.
Dalam kasus tersebut, polisi menyita 109,8 gram tembakau gorila siap edar, 30,86 gram ganja, 2.020 butir obat psikotropika, dan 132.688 butir obat daftar G. Obat daftar G yang disita itu antara lain tramadol, trihexyphenidyl, obat warna putih berlogo Y, hexymer, obat warna kuning berlogo DMP, obat warna kuning berlogo MF, dan dolgesik.
Sementara itu, psikotropika yang disita polisi terdiri dari alprazolam, alprazolam dexa, zypraz, merlopam, calmelt, alprazolam mersifarma, atrax, dan otto alprazolam.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polresta Banyumas Komisaris M Yogi Prawira menambahkan, berdasarkan keterangan tersangka, obat-obatan dan bahan tembakau gorila itu didapat dari wilayah Jawa Barat. Proses produksi tembakau sintetis itu sudah berlangsung setahun terakhir.
”Untuk pembuatannya, tersangka membeli tembakau biasa di pasar-pasar. Kemudian dia memesan cairan dari Jawa Barat, lalu dicampurkan alkohol yang dimasukkan spray. Dalam pembuatannya, pelaku harus memakai masker tiga lapis karena uapnya itu sama seperti menghirup tembakau sintetis yang sudah jadi,” ujar Yogi.
Pengawas Farmasi dan Makanan Loka Pengawas Obat dan Makanan Kabupaten Banyumas, Sriajiyono, menyampaikan, kandungan tembakau sintetis itu lebih berbahaya dari ganja karena bisa memberikan efek samping berupa meningkatkan detak jantung, halusinasi, dan keinginan bunuh diri.
”Efek ganja sintetis ini juga bisa merusak otak karena bekerja di susunan saraf pusat. Jadi, kerusakannya bisa permanen. Ini juga digunakan di kalangan remaja dan pelajar sehingga sangat disayangkan,” kata Sriajiyono.
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, IW meracik tembakau gorila lalu diperjualbelikan secara daring dengan harga Rp 1 juta per paket.
Sriajiyono menambahkan, obat-obat daftar G juga bisa menimbulkan efek buruk jika dikonsumsi sembarangan. ”Bisa menimbulkan depresi pernapasan dan irama jantung. Jika digunakan terus-menerus, bisa memberi efek kecanduan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Sriajiyono berharap, para orangtua mengawasi anak-anak mereka dengan lebih baik supaya tidak terjerumus mengonsumsi tembakau sintetis dan obat-obatan berbahaya tersebut.