Ulah mafia tanah dapat menghalangi upaya pemerintah untuk melakukan pendataan bidang tanah menuju Indonesia lengkap. Karena itu, komitmen bersama dari semua pihak sangat dibutuhkan guna memberantas mafia tanah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Ulah mafia tanah dapat menghalangi upaya pemerintah untuk melakukan pendataan bidang tanah menuju Indonesia lengkap. Karena itu, komitmen bersama dari semua pihak sangat dibutuhkan guna memberantas mafia tanah yang masih merajalela.
”Mafia tanah harus kita hajar sampai habis,” kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto saat melakukan kunjungan ke Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (12/4/2023). Dia menyatakan, keberadaan mafia tanah riskan terjadi terutama di daerah abu-abu.
Kondisi ini terjadi ketika ada status lahan yang tidak jelas kepemilikannya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab, antara lain proses jual beli tanah di luar prosedur dan juga belum terdatanya lahan tersebut.
Masih banyak lahan yang tumpang tindih atau sertifikat ganda karena lahan tersebut tidak terdata. Akibatnya beragam sengketa lahan kerap terjadi, baik antara masyarakat dan institusi, institusi dengan institusi, atau antarmasyarakat.
Melihat masih tingginya tanah yang belum terdata, pihaknya berupaya untuk mempercepat proses pendataan melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). ”Kami berharap baik instansi maupun masyarakat mendaftarkan lahannya agar memiliki status yang jelas,” ujarnya.
Saat ini ada sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lahan yang terdata sekitar 101,1 juta bidang. Artinya terdata adalah ketika sudah diketahui siapa pemiliknya. Hanya tinggal memberikan bukti yuridis.
Namun, sampai sekarang, baru sekitar 84 juta bidang tanah yang sudah bersertifikat. Karena itu, proses pendataan harus terus didorong agar ruang gerak mafia tanah bisa semakin sempit.
Permasalahannya kini, ujar Hadi, terkadang mafia tanah lebih cerdik dibandingkan dengan aparat penegak hukum. ”Mungkin karena mereka (mafia) main lebih jauh dibanding aparat,” katanya.
Karena itu, komitmen dari semua pihak sangat dibutuhkan. Dirinya pun tidak segan untuk menindak tegas oknum yang mencoba bermain-main menjadi mafia tanah. Praktik mafia tanah pernah ia ungkap di Kalimantan Tengah dan sekarang proses penyidikannya sudah lengkap (P21).
Di sisi lain, untuk membatasi ruang gerak mafia tanah, Hadi juga mendorong pelayanan secara elektronik. Termasuk di antaranya jual beli lahan secara elektronik. Hal ini penting agar tidak ada lagi jual beli lahan di bawah tangan.
”Banyak warga yang takut untuk melakukan jual beli sesuai prosedur karena harganya mahal. Kondisi ini terjadi akibat adanya oknum yang bermain,” ucapnya.
Menurut Hadi, jika program PTSL ini berjalan lancar dan 101,1 juta bidang lahan bisa tersertifikasi, akan mendatangkan manfaat ekonomi. ”Saya memperkirakan sekitar Rp 5.190 triliun uang berputar di masyarakat, dari sertifikat yang diagunkan sebagai modal memulai usaha,” ujarnya.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengakui saat ini masih banyak lahan milik pemerintah daerah yang belum terdata. Masalahnya, banyak aset peninggalan dari sejumlah kementerian yang tidak memiliki pendataan yang jelas.
Di sisi lain, ujar Herman, banyak pegawainya yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pendataan. Oleh sebab itu, ia memerlukan bimbingan dari BPN agar proses pendataan bisa lebih rinci guna mengurangi adanya risiko sengketa lahan.
Dia menuturkan, ada beberapa aset pemprov yang ada di Yogyakarta dan Bandung yang sudah berpindah tangan. Biasanya mereka yang mempermainkan lahan itu adalah yang sudah mengerti mengenai asal-usul lahan.
”Kami tidak tahu jika aset itu sudah berpindah tangan, padahal belum ada proses lelang. Beruntung ada pihak kejaksaan yang segera memproses itu,” ujar Herman. Karena itu, dia berharap pendataan lahan terus dilakukan agar risiko permainan mafia tanah tidak terus berlanjut.
Kakanwil BPN Sumsel Kalvyn Andar Sembiring menuturkan, program PTSL harus dikerjakan secara masif. Tujuannya agar setiap aset memiliki status yang jelas. Khusus untuk aset milik instansi, di Sumsel ada 2.122 sertifikat aset milik instansi yang sudah diterbitkan.
”Harapannya pada 2025 proses sertifikasi aset milik instansi dapat diselesaikan,” ujarnya. Dengan begitu, sengketa lahan dapat diminimalkan.