KSAD Sampaikan Keprihatinan Tewasnya Prajurit TNI AD di Papua
TNI memberikan penghargaan serta penghormatan tertinggi bagi Serka Anumerta Robertus Simbolon yang telah gugur demi kedaulatan NKRI.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·2 menit baca
JAKARTA,KOMPAS – Kepala Staf TNI AD Jenderal Dudung Abdurachman menyatakan duka cita dan keprihatinan yang mendalam atas gugurnya Serka Anumerta Robertus Simbolon akibat penembakan Kelompok Separatis Teroris Papua.
Dudung Abdurachman menjadi inspektur upacara di Markas Komando Yonif PR 305/Tengkorak Kostrad Karawang, Jawa Barat, Rabu (12/4/2023), pada persemayaman Robertus.
Ia menyampaikan belasungkawa dan keprihatinan yang mendalam. Dudung menyebut, Robertus adalah salah satu prajurit terbaik TNI Angkatan Darat dalam tugas operasi menjaga kedaulatan NKRI di Papua.
“Saya atas nama pribadi dan sebagai Pimpinan TNI Angkatan Darat menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas gugurnya almarhum yang merupakan salah satu prajurit terbaik TNI Angkatan Darat, ” ujar Dudung. Ia mengatakan, TNI dan TNI Angkatan Darat telah kehilangan prajurit terbaiknya, TNI memberikan penghargaan serta penghormatan tertinggi bagi almarhum yang telah gugur demi tegaknya kedaulatan NKRI.
Serka Anumerta Robertus Simbolon yang merupakan personel Satgas Yonif PR 305/Tengkorak Kostrad, gugur setelah diserang dan terjadi kontak tembak antara pasukan TNI dengan KST Papua di Kampung Titigi, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya Papua Tengah, pada Minggu (9/4/2023) sekitar pukul 16.00 WIT.
Jenazah almarhum sebelumnya dievakuasi ke Mimika untuk selanjutnya diterbangkan ke Jakarta dan disemayamkan di Markas Komando Yonif PR 305/Tengkorak Kostrad di Karawang Jawa Barat.
Almarhum adalah lulusan Bintara tahun 2015. Jabatan terakhir almarhum Bintara Peleton I/B/305/17/1/Kostrad. Almarhum merupakan kelahiran Sitao-Tao, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara pada 24 Oktober 1994. Ia berpulang meninggalkan seorang istri bernama Merlita Silalahi.
Dalam kesempatan terpisah, aktivitas HAM Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, TNI perlu lebih memahami ekspresi kultural masyarakat di Papua. Hal ini akan mengurangi konflik yang juga memakan korban di sisi aparat, tidak hanya masyarakat.
Ia mencontohkan, ada kemarahan-kemarahan masyarakat terkait budaya yang tidak dimengerti oleh orang-orang luar Papua. Misalnya, wilayah-wilayah yang secara adat dianggap suci dengan semena-mena dibangun jadi jalan, tanpa ada konsultasi dengan masyarakat adat.
Contoh lain, di Paniai sudah ada ekspresi masyarakat terutama para perempuan untuk menghentikan konflik. Namun, karena tidak paham dengan ekspresi kultural, ekspresi masyarakat ditanggapi aparat TNI dan Polri dengan cara mengangkat senjata. Hal ini malah membuat konflik jadi semakin tajam.