Pernahkan Anda membatik ”totebag”? Pernahkan Anda melukis di kaus? Bersama komunitas-komunitas kreatif di Purwokerto, aktivitas seru dan menyenangkan itu bisa dijajal dengan gembira.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
Akhir pekan bagi sebagian orang menjadi kesempatan untuk rebahan, tetapi tidak bagi yang lain. Di Purwokerto, Jawa Tengah, melalui kolaborasi sejumlah komunitas, akhir pekan dimanfaatkan untuk memperluas jaringan, menambah kenalan, sekaligus mencoba hal-hal baru. Ada yang mencoba belajar membatik dengan cara kekinian. Ada pula yang memanfaatkan waktu bersama keluarga dan anak untuk melukis di media kaus.
Sabtu (1/4/2023) sore, hujan mengguyur deras. Hawa dingin nan sejuk menjelang waktu berbuka puasa rasanya cukup melenakan diri untuk berleha-leha di rumah saja. Namun, tidak bagi Karenina Indah Desintya (18), Adinda R Pangestika (23), dan Demas Adi Wicaksono (32). Mereka antusias membatik totebag dari kanvas di bawah arahan Berlinda Hera Putri atau akrab disapa Ellen (30), pemilik Rumah Batik R, di Watumas, Purwokerto Utara.
Ellen mengenalkan proses membatik menggunakan canting serta pewarna alami yang dikentalkan supaya prosesnya cepat dan tidak membutuhkan malam batik. Ellen yang meneruskan usaha batik dari kakek dan ayahnya ini menunjukkan tiga jenis canting yang akan dipakai oleh para peserta ”Fun Making Batik with Nature Colour” dalam acara ”Ngabuburit BEGA X Rumah Batik R”.
Canting paling kecil, kata Ellen, disebut canting cecek (cicak) atau juga nitik yang biasa dipakai untuk membuat titik. Canting ukuran medium disebut nglowong yang bisa dipakai untuk menggambar motif atau mempertebal sketsa. Adapun canting ukuran besar disebut nembok (tembok atau dinding) yang dipakai untuk mengeblok warna untuk ruang yang besar atau luas.
Setelah para peserta selesai membuat sketsa menggunakan pensil, mereka mulai mencoba memegang canting. Berulang kali pewarna tidak mengalir alias macet atau ada pula yang justru menetes alias ndlewer mengotori totebag. ”Ternyata menyenangkan dan bisa menjadi terapi kesabaran. Selain itu, ternyata membatik itu tidak semudah yang dibayangkan,” kata Demas, yang merupakan Founder Kampus Garasi serta BEGA alias Banyumas Edutaiment, Guide, Access.
Demas tertarik mencoba hal haru tersebut karena ingin membuat kelas-kelas pengembangan keterampilan yang sering digelar di garasi rumahnya di daerah Bobosan. Sebagai permulaan, dirinya ingin terlebih dahulu mencoba belajar membatik dan ke depannya akan mencoba berkolaborasi lagi dengan Rumah Batik R untuk menggelar kelas membatik yang lebih besar.
Sementara itu, Adinda, yang merupakan Founder Komunitas Baca Bareng Purwokerto, tertarik mengikuti pelatihan membatik ini karena ini adalah pengalaman perdananya. ”Ini pengalaman pertama kali banget. Seru sebetulnya, harus hati-hati. Aku orang yang perfeksionis,” kata Adinda sambil tertawa ketika menunjukkan ada pewarna menetes di luar sketsa motif yang disiapkannya.
Demikian pula bagi Karenina, baru lulus sekolah menengah, yang ingin mencoba belajar membatik karena membatik merupakan hal baru baginya. ”Grogi pegang canting,” ucapnya setelah berulang kali mencoba menorehkan pewarna pada kanvas totebag, tetapi selalu macet.
Ellen menyebutkan, selain sebagai bentuk kolaborasi, kegiatan ini bertujuan sebagai edukasi batik. ”Inginnya sebagai edukasi batik yang dikemas secara lebih fun (menyenangkan). Kalau tradisional itu tidak harus selamanya pakai teknik tradisional, lho. Kita bisa memanfaatkan alat tradisional yang dipakai dengan lebih simpel, lebih happy, dan ini aman buat anak-anak karena tidak pakai malam atau lilin yang panas,” papar Ellen.
Selain kelas membatik, ada pula pelatihan melukis kaus bagi anak-anak yang digelar oleh Komunitas Gantari atau singkatan dari Garasi Anak Bertalenta dan Ceria, sebuah wadah dari komunitas homeschooling. Kegiatan yang digelar di Heterospace Banyumas pada Minggu (2/4/2023) itu diikuti belasan anak-anak yang didampingi orangtuanya sekaligus mengundang sejumlah komunitas lain, seperti Komunitas Aegries, Mlampah Sareng, Griya Petualang Indonesia, dan Komunitas Baca Bareng Purwokerto.
Dalam workshop melukis, anak-anak berusia 2-5 tahun tampak antusias menyapukan kuas dengan cat akrilik aneka warna pada permukaan kausnya masing-masing. Ada yang melukis pemandangan gunung, ekskavator, mobil, bunga, ataupun pelangi. ”Biasanya di rumah menggambar pakai spidol atau krayon di kertas gambar, tetapi sekarang pakai media baju bekas. Ini jadi lebih ekspresif,” kata Riza Permana (33), yang datang bersama istri mendampingi tiga anaknya melukis.
Fatimah Fenti, guru melukis dari Komunitas Gantari, menyampaikan, kegiatan ini digelar dalam rangkaian ulang tahun Gantari sekaligus mengajak anak-anak memanfaatkan kaus lama sebagai media lukisan. ”Workshop melukis ini sebenarnya ingin mengenalkan prinsip 3R mendaur ulang, yaitu reduce, reuse, recycle dengan memanfaatkan kaus lama supaya bisa dipakai lagi. Kalau anak-anak dengan gambar mereka sendiri akan senang memakainya,” papar Fenti.
Dengan memanfaatkan waktu di akhir pekan, sejumlah orang mencoba membuat kesempatan untuk belajar hal baru. Selain menambah pengalaman, mereka juga menambah kenalan dan pertemanan. Bagi orangtua, akhir pekan pun bisa menjadi familiy time bersama buah hati tercinta. Momen tersebut kiranya bisa menjadi penyegar dan penyemangat untuk kembali mengawali rutinitas di awal pekan.
Di awal pekan ini, bisa juga kiranya kita menyusun agenda apa yang bisa dibuat pada akhir pekan nanti, baik bersama keluarga maupun teman-teman. Mari agendakan mencoba hal-hal baru nan seru....