Kue Pemicu Keracunan Massal di Kotawaringin Timur Mengandung ”E Coli” dan ”Salmonella”
Kasus keracunan massal di Kabupaten Kotawaringin Timur bertambah hingga 84 orang. Puluhan orang dirawat di rumah sakit, belasan masih dirawat intensif. Setelah diperiksa, kudapan yang menjadi pemicu mengandung bakteri.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kue pemicu keracunan massal di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mengandung bakteri Escherichia coli dan Salmonella. Pedagang hingga warga membutuhkan edukasi terus-menerus agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Sebelumnya, warga Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, keracunan makanan seusai buka puasa. Mereka menyantap kue ipau, kudapan tradisional khas Kalimantan Selatan.
Akibat kejadian ini, 1 orang meninggal dan 84 orang dari lima kecamatan sempat mendapat perawatan. Sebanyak 11 di antaranya masih dirawat di RSUD Dr Murjani.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur Umar Kaderi menjelaskan, korban tewas karena kekurangan cairan setelah muntah-muntah dan diare. Korban juga telah berusia lanjut.
Umar mengatakan, bahan dasar kue hingga daging yang digunakan membuat kue ipau diperiksa di Laboratorium Dinkes Kotawaringin Timur. Hasilnya, bahan itu positif mengandung Escherichia coli dan Salmonella.
”Seharusnya, bakteri ini tidak boleh ada dalam makanan,” ujar Umar dalam jumpa media di Sampit, Kalteng, Senin (3/4/2023).
Selain itu, dia menyayangkan keterlibatan warung tempat kue mengandung bakteri itu dibuat. Menurut dia, warung sudah pernah mendapat penyuluhan tentang pengolahan makanan yang baik.
”Pasokan bahan pangan bisa berpengaruh sehingga muncul peristiwa ini. Sesuai dengan wewenang kami, kami hanya bisa lakukan pembinaan,” kata Umar.
Sebelumnya, Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor mengungkapkan akan menanggung biaya perawatan korban keracunan makanan.
”Ini menjadi pelajaran dan saya mengimbau semua masyarakat untuk bisa berhati-hati memilih dan membuat makanan,” kata Halikinnor.
Halikinnor menambahkan, pada momen Ramadhan, ada saja oknum pedagang yang memanfaatkan keadaan untuk meraih keuntungan besar. Hal itu membuat pedagang tidak teliti mengolah dagangan.
”Bulan Ramadhan mungkin pesanannya banyak sehingga mereka melakukan berbagai cara untuk memanfaatkan kesempatan mendapat keuntungan yang banyak,” kata Halikinnor.