Geliat pertumbuhan ritel modern lokal turut memperluas jangkauan pemasaran produk UMKM di Sumatera Barat. Simbiosis mutualisme ritel lokal dan UMKM menghasilkan efek pengganda pada perekonomian daerah.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
Silmiah Tamara (50) masih ingat bagaimana ia memulai usaha kue bolunya pada tahun 2002. Berbekal uang Rp 100.000 dari celengan anaknya, perempuah yang karib dipanggil Miah ini memberanikan diri menjual kue bolu buatannya yang ia pelajari secara otodidak dari sang ibu.
Kue-kue perdana Miah itu dijualtitipkan ke Adinegoro Swalayan, toko swalayan lokal di Jalan Adinegoro, Kota Padang. Keberanian ibu tiga anak ini berbuah manis. Kue-kuenya diminati oleh para pembeli.
Sejak saat itu, Miah rutin menitipkan kue bolunya ke toko swalayan tersebut. Berikutnya, ia juga memasok produknya ke toko-toko cabang Adinegoro Swalayan. Karena prospek yang bagus, Miah sejak 2009 yakin untuk memasok kue bolunya ke toko-toko swalayan lain di Kota Padang.
”Sekarang dalam seminggu saya memproduksi 300 kue bolu. Awal-awal dulu cuma bisa 6-10 kue dalam seminggu,” kata Miah, pemilik usaha ”Bolu Dedek” yang berproduksi di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Minggu (19/3/2022).
Saat ini, produk Bolu Dedek dapat dijumpai di sejumlah toko ritel modern lokal di Kota Padang, antara lain di 5 toko grup Citra, 8 toko grup Budiman, 3 toko Aciak Mart, 3 toko grup Dalas-Smile, dan 5 toko grup Adinegoro Swalayan/grup Yossi. Produk dijual dengan sistem konsinyasi.
Menurut Miah, pertumbuhan minimarket/toko swalayan lokal turut berdampak positif terhadap pertumbuhan usahanya. Sekitar 90 persen produknya dipasarkan di toko-toko swalayan lokal, sisanya dijual di rumah. Keberadaan ritel-ritel lokal itu menjadi sarana efektif dalam memasarkan produk-produk UMKM.
”Keberadaan toko swalayan lokal ini sangat membantu menunjang perekonomian kami-kami yang kecil ini. Kalau tidak, di mana kue-kue kami dipasarkan? Kami tidak punya toko,” ujarnya.
Kisah serupa diungkapkan oleh Yeni Fitra, pemilik usaha Kerupuk Azizah yang berbasis di Kelurahan Batu Gadang, Kecamatan Lubuk Kilangan. Keberadaan minimarket/toko swalayan lokal sangat membantu pemasaran produknya. Kerupuk Azizah antara lain memproduksi kerupuk bawang, kerupuk kedele, kerupuk ubi ungu, dan stik kentang.
Yeni merintis usaha kerupuk itu sejak 2009. Produk dengan ukuran kemasan 200 gram itu dipasok ke minimarket/toko swalayan lokal di Padang. Produknya direspons positif oleh konsumen. Saban tahun, usahanya semakin berkembang. ”Awal-awal, saya hanya memasok ke 5-10 toko. Sekarang di Padang saja, ada 100 toko,” katanya.
Menurut Yeni, sekitar 75 persen produk Kerupuk Azizah dipasarkan di minimarket/toko swalayan lokal baik di Padang maupun kabupaten/kota lain di Sumbar. Toko-toko yang menampung produk Yeni, antara lain, di grup Citra, grup Budiman, Aciak Mart, grup Yossi/Adinegoro Swalayan, dan grup Dalas-Smile.
Berkembangnya UMKM seiring tumbuhnya minimarket/toko swalayan lokal juga punya efek pengganda terhadap penyerapan tenaga kerja. Yeni, misalnya, di awal merintis usaha hanya punya 1-2 pegawai, sekarang bertambah menjadi 20 pegawai. Begitu pula dengan Miah yang sempat memberdayakan 5-6 tetangga selama 2012 hingga pandemi Covid-19 melanda.
Keberadaan toko swalayan lokal ini sangat membantu menunjang perekonomian kami-kami yang kecil ini. (Silmiah Tamara)
Rata-rata minimarket/toko swalayan lokal di Padang, seperti Citra, Budiman, Aciak, dan Dalas memang menyediakan tempat khusus bagi produk UMKM. Produk UMKM itu dominan berupa makanan, baik kue basah maupun kering. Toko mendapatkan persentase dari setiap produk yang terjual.
Budiman Swalayan cabang Ulak Karang, misalnya, menyediakan dua rak untuk menampung produk UMKM secara gratis. Toko juga menyediakan petugas khusus yang mengelola dan menangani produk UMKM.
”Sudah 1.200 merek dagang produk UMKM yang kami wadahi. Dalam satu merek dagang itu, ada beberapa jenis/item lagi,” kata Gusriwandi, Manajer Human Resources Development (HRD) Budiman Swalayan.
Gusriwandi menjelaskan, Budiman Swalayan tidak membatas-batasi UMKM dalam memasok produk. Walakin, ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi, antara lain punya nomor induk berusaha (NIB), sertifikat pangan industri rumah tangga (PIRT), dan sertifikat halal.
Sementara itu, Irawati Meuraksa, pemilik grup Dalas-Smile, mengatakan, tokonya menerima semua produk UMKM lokal asalkan semua perizinan terpenuhi dan harga bersaing. Di toko Dalas Swalayan, Jalan Andalas, misalnya, ada sekitar 150 UMKM yang menjadi mitra.
”Ada sekitar 1/3 rak kami isinya sudah produk UMKM. Kami memfasilitasinya gratis, tidak ada sewa,” kata Irawati. Selain itu, grup Dalas-Smile juga rutin memberikan masukan kepada UMKM agar produk mereka semakin bagus.
Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan, jumlah UMKM di Sumbar sangat banyak dan menjadi salah satu penopang ekonomi provinsi ini. Keberadaan ritel lokal menjadi tempat pemasaran produk-produk UMKM.
Simbiosis mutualisme antara toko ritel lokal dan UMKM itu, kata Mahyeldi, telah berdampak positif pada perekonomian daerah. Karena itu, masyarakat justru resistan pada ritel modern berjejaring Nasional karena ritel-ritel modern itu memasok produk dari luar Sumbar sehingga produk UMKM lokal terancam.
”Munculnya ritel-ritel lokal dan meluas ke daerah lainnya, tentu ini menjadi hal positif bagi perekonomian daerah,” kata Mahyeldi.
Menurut Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas Syafruddin Karimi, keberadaan minimarket/toko swalayan lokal memang berdampak positif terhadap produk UMKM. Toko ritel lokal ini menyediakan saluran distribusi yang efektif bagi produk UMKM sehingga memungkinkan menjangkau konsumen yang lebih luas dan meningkatkan penjualan.
”Karena minimarket lokal biasanya lebih dekat dengan masyarakat, mereka lebih memahami kebutuhan dan preferensi konsumen lokal,” kata Syafruddin.