Investor Wajib Gandeng UMKM, Capai Kontrak Rp 22,6 Triliun
Sejak diterapkan pada 2021 sampai 2022, total nilai kontrak kemitraan antara investor besar dengan UMKM lokal mencapai Rp 22,6 triliun. Namun, belum semua investor besar merangkul UMKM dalam rantai pasoknya.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mewajibkan pengusaha besar untuk menggandeng pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM lokal dalam rantai pasoknya untuk meningkatkan efek pengganda dari investasi terhadap ekonomi daerah. Kemitraan substantif itu diharapkan dapat mendorong UMKM untuk naik kelas dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Berdasarkan data Kementerian Investasi, sejak pertama kali diterapkan pada April 2021 sampai 2022, total nilai kontrak kemitraan antara investor besar dengan UMKM lokal sudah mencapai Rp 22,6 triliun dengan total 1.178 kesepakatan. Sepanjang tahun 2022, total nilai kerja sama yang tercapai adalah Rp 4,5 triliun dengan total 507 kesepakatan.
Kolaborasi terbanyak antara pengusaha besar dan UMKM sepanjang 2021-2022 masih ditemui di Jawa, yaitu Jawa Barat (392 kesepakatan senilai Rp 1 triliun), Jawa Timur (190 kesepakatan senilai Rp 387,1 miliar), Banten (119 kesepakatan senilai Rp 265,5 miliar), dan Jawa Tengah (85 kesepakatan senilai Rp 191,7 miliar).
Sementara itu, meski jumlah kesepakatannya tidak terlalu banyak, nilai kontrak yang dicatat di beberapa daerah tujuan investasi di luar Jawa tercatat sebagai yang tertinggi, yakni Sulawesi Tenggara (23 kesepakatan senilai Rp 7,4 triliun), Maluku Utara (35 kesepakatan senilai Rp 7,3 triliun), Sulawesi Tengah (71 kesepakatan senilai Rp 2,9 triliun), dan Kalimantan Timur (36 kesepakatan senilai Rp 1,7 triliun).
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi Yuliot mengatakan, dengan mewajibkan investor besar bekerja sama dengan UMKM lokal di daerah investasi tujuannya, efek pengganda dari investasi yang masuk terhadap roda ekonomi daerah bisa lebih maksimal.
Dengan demikian, investasi tidak hanya menguntungkan korporasi besar yang menanamkan modal serta mitra usahanya di ibukota seperti praktik yang selama ini berlaku, tetapi juga menguntungkan pelaku usaha kecil di daerah tujuan investasi.
“Dampaknya, sepanjang tahun 2022, UMKM mendapat tambahan omzet sekitar Rp 4,5 triliun dari investasi yang masuk. Selain menjadi modal untuk mereka bertumbuh dan ekspansi, kerja sama itu juga membukakan pasar yang pasti bagi UMKM,” kata Yuliot, Kamis (26/1/2023).
Pemerintah memfasilitasi kemitraan antara investor besar dan UMKM lokal itu melalui fitur kemitraan di aplikasi Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA). Lewat fitur itu, investor besar, baik asing maupun dalam negeri, dapat melihat daftar mitra UMKM di daerah yang dapat diajak bekerja sama.
Sejak pertama kali diterapkan pada April 2021 sampai 2022, total nilai kontrak kemitraan antara investor besar dengan UMKM lokal sudah mencapai Rp 22,6 triliun dengan total 1.178 kesepakatan.
Belum semua
Namun, menurut Yuliot, belum semua investor besar melakukan hal tersebut. Sejauh ini, kewajiban tersebut baru diwajibkan ke investor besar yang mengajukan fasilitas penanaman modal tertentu dari pemerintah, seperti insentif pemotongan atau keringanan pajak.
“Ini hanya untuk investor yang mengajukan fasilitas saja. Kalau ada investor baru yang masuk tetapi tidak mengajukan fasilitas, sifatnya kami hanya mengimbau supaya mereka mau bermitra dengan UMKM, tapi tidak ada kewajiban,” kata Yuliot.
Lepas dari kewajiban kemitraan tersebut, nilai investasi UMKM pada 2022 tercatat cukup tinggi. Menurut data Kementerian Investasi, tahun lalu, total usaha mikro kecil (UMK) yang mendapat nomor induk berusaha (NIB) mencapai 1,8 juta pelaku usaha, dengan nilai investasi senilai Rp 318,6 triliun.
Investasi UMK paling banyak tersebar di Jawa, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Banten, dengan lima sektor utamanya berupa perdagangan dan reparasi, konstruksi, hotel dan restoran, tanaman pangan, perkebunan dan peternakan, dan jasa lainnya.
Kalau ada investor baru yang masuk tetapi tidak mengajukan fasilitas, sifatnya kami hanya mengimbau supaya mereka mau bermitra dengan UMKM.
Dari investasi UMK itu, total tenaga kerja yang terserap sepanjang tahun 2022 mencapai 7,6 juta orang, dengan usaha mikro menyerap 5,57 juta orang dan usaha kecil menyerap 2,03 juta orang.
Jumlah tersebut jauh di atas realisasi penyerapan tenaga kerja oleh investasi besar. Dengan nilai investasi Rp 1.207,2 triliun sepanjang tahun 2022, tenaga kerja yang terserap hanya 1,3 juta orang, karena investasi masih didominasi oleh sektor padat modal dan padat teknologi ketimbang padat karya.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, kontribusi UMKM diandalkan untuk menciptakan lapangan kerja lebih masif. Jika hanya bergantung pada investasi besar, penyerapan tenaga kerjanya tidak terlalu tinggi karena investasi besar kini didominasi sektor pertambangan dan industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya.
Menurutnya, hal itu sejalan dengan strategi investasi hilirisasi yang digencarkan pemerintah saat ini, yang lebih condong bersifat padat modal dan teknologi. Investasi padat karya pun menjadi domain UMKM.
“Tujuan investasi memang betul untuk menciptakan lapangan pekerjaan, tapi kalau gaya kita masih gaya tahun 80-an, bagaimana kita mau maju? Ini bukan berarti padat karya kita abaikan, itu kita dorong melalui UMKM itu yang mampu menciptakan tenaga kerja sampai 7 juta orang,” kata Bahlil.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad menilai, tanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja seharusnya tidak dilempar ke sektor UMK. Meski bisa menyerap banyak tenaga kerja, pekerjaan di skala UMK umumnya ada di sektor informal yang tidak memiliki standar upah, jaminan, dan kepastian kerja sebagaimana pekerjaan di investasi besar.
“Situasi saat ini jadi tidak seimbang. Usaha besar memiliki akses ekonomi besar, tapi lapangan kerjanya sedikit. Perlu upaya ekstra untuk menarik lebih banyak investasi padat karya besar, misalnya memberi insentif dan fasilitas khusus sektor padat karya. Saat ini, kan, perhatian pemerintah masih lebih banyak ke sektor hilirisasi yang padat modal” kata Tauhid.