PONTIANAK, KOMPAS — Pemantauan harga dan stok bahan pokok menyongsong puasa dan Lebaran diklaim semakin intensif dilakukan di Pontianak, Kalimantan Barat. Menariknya, warga juga berinisiatif membentuk ketahanan pangan di tingkat keluarga.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono, Jumat (17/3/2023), menuturkan, pemantauan dilakukan setiap minggu hingga ke pasar tradisional. Distributor kebutuhan pokok juga diminta menyiapkan potensi lonjakan permintaan kebutuhan pokok.
”Pertemuan sudah dilakukan dengan pelaku usaha dan sejumlah pemangku kebijakan. Para distributor harus sudah mengantisipasi peningkatan kebutuhan di bulan puasa dan Idul Fitri,” ujar Edi.

Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan Kota Pontianak Junaidi menuturkan, pasar murah atau operasi pasar juga digelar di pasar-pasar tradisional. Pada Selasa (14/3/2023), misalnya, operasi pasar digelar di Pasar Kemuning. Sehari kemudian operasi pasar digelar di Pasar Mawar.
Pada Selasa (21/3/2023) operasi pasar direncanakan digelar di lokasi acara Kulminasi Matahari di Tugu Khatulistiwa, Kecamatan Pontianak Utara. ”Komoditas yang dijual selama operasi pasar ini, antara lain, beras, minyak goreng, dan gula. Beras yang digelontorkan sejauh ini sudah sekitar 3 ton dan minyak goreng sekitar 100 liter,” ujar Junaidi.
Di sisi lain, masyarakat ada yang memiliki inisiatif membentuk ketahanan pangan di tingkat keluarga. Salah satunya dilakukan Komunitas Kreasi Sungai Putat di Pontianak Utara.
Syamhudi (41), Ketua Komunitas Kreasi Sungai Putat, menuturkan, awalnya, dia dan rekan-rekannya bergerak di bidang lingkungan. Belakangan komunitas masuk ke panguatan sektor ekonomi masyarakat, yakni gerakan ekonomi hijau bersama.
Baca juga: Bank Indonesia Ajak Sinergi Kendalikan Inflasi
Gerakan komunitas dibagi dalam beberapa kelompok. Ada yang fokus pada budi daya magot dari pengolahan sampah oraganik. Ada juga skema bank sampah fokus pada jasa angkutan sampah.
Kemudian, skema Ibu-ibu ada beberapa kegiatan kuliner olahan cemilan, batik tulis, kampung gambut Siantan Hilir yang di dalamnya ada badan usaha milik RW (BUMRW). BUMRW bekerja sama dengan kelompok tani sekitar, baik kelompok pertanian, peternakan, maupun perikanan.

Beberapa segmen itu disebut ekosistem ekonomi sirkular karena mereka saling terhubung, termasuk soal isu ketahanan pangan keluarga memanfaatkan pekarangan rumah minimal menanam sayur dan kebutuhan, seperti cabai, sehingga tidak membeli. Pupuknya diambil dari hasil olahan dari pekarangan dengan magot.
”Untuk konsumsi pribadi sudah aman. Bahkan, kelebihan dari stok sayur-mayur dijual ke toko-toko sekitar. Total produksi sayur-mayur biasanya sekitar 9 ton. Di BUMRW anggotanya sekitar 600 orang,” ujar Syamhudi.
Lilis (55), warga Pontianak Barat, menuturkan, bertanam sayur-mayur memanfaatkan pekarangan rumahnya. Oleh karena itu untuk kebutuhan tertentu bisa dipenuhi secara mandiri, misalnya cabai dan beberapa bumbu.
Selain sebagai hobi, bertanam sayur-mayur juga bisa menghemat pengeluaran. Ide itu ia bagikan kepada Ibu-ibu lainnya sehingga bisa mereka lakukan di rumah masing-masing.
Baca juga: Inflasi Makin Gerus Daya Beli Masyarakat