Panen Tidak Ideal Ikut Memicu Harga Beras di NTT Tetap Tinggi
Krisis beras masih terjadi di NTT. Harga beras yang melambung tidak bisa diimbangi dengan pasokan operasi pasar yang terbatas.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Panen tidak ideal dan terbatasnya pasokan dalam operasi pasar Bulog ikut membuat harga beras tetap tinggi di Nusa Tenggara Timur selama hampir dua bulan terakhir. Banyak warga mengandalkan pasokan dari luar provinsi yang harganya lebih mahal ketimbang beras lokal.
Yustina Lau (42), petani dari Kabupatan Malaka, Rabu (15/3/2023), mengatakan, hasil panen kali ini tidak maksimal. Ia hanya mendapat 500 kilogram gabah kering giling atau setengah lebih kecil dari sebelumnya dari lahan sawah seluas 2.500 meter persegi.
Kabupaten Malaka merupakan salah satu lumbung pangan di Pulau Timor. Hasil panennya dikirim ke daerah lain hingga Timor Leste.
Menurut dia, pemicunya adalah hama dan terbatasnya asupan pupuk. Padahal, petani sudah mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk membeli pupuk nonsubsidi. Harganya 2-3 kali lipat lebih besar ketimbang pupuk subsidi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 734 Tahun 2022, pada tahun 2023, harga pupuk bersubsidi untuk urea Rp 2.250 per kg dan NPK 2.300 per kg. ”Mana dapat harga pupuk seperti itu. Kami tidak pernah tahu,” kata Lau yang mulai bertani sejak usia belasan tahun.
Panen yang jauh dari harapan itu menyebabkan ketersediaan beras lokal berkurang signifikan. Komoditas yang biasa disebut ”beras mol” itu biasanya dijual Rp 9.000-Rp 10.000 per kg saat musim panen. Kini, beras itu sulit didapat di pasar.
Akibatnya, warga setempat harus membeli beras dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur yang harganya lebih tinggi, Rp 17.000 per kg. Saat banyak warga tidak bisa membelinya, mereka beralih pada jagung yang harganya Rp 7.000 per kg.
Hasil panen tidak maksimal juga dikeluhkan petani dari Satarmese, Kabupaten Manggarai Timur, sentra pangan di Pulau Flores. Osie Merlin (36), petani setempat, mengatakan, bibit padi yang tidak bagus ditambah serangan hama menurunkan hasil panen hingga lebih dari 50 persen.
Osie menyebut, jika sebelumnya bisa mendapat 40 karung beras berukuran 50 kg per karung, dia kini hanya mendapat 14 karung. Karena sedikit, ia memilih tidak menjualnya. Dialami banyak petani lain, pasokan beras di pasar pun berkurang hingga akhirnya memicu harga hingga Rp 17.000 per kg.
Akan tetapi, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan NTT Lecky F Koli membantah terjadi gagal panen. Menurut dia, tidak ada persoalan dengan hasil panen.
”Aman,” ujarnya lewat pesan singkat.
Sementara itu, operasi pasar masih dilakukan Perum Bulog NTT. Beras dijual Rp 9.000 per kg. Operasi pasar dimulai di Kota Kupang pada Senin (13/3/2023).
Manajer Bisnis Perum Bulog Kantor Wilayah NTT Melky Lakapu mengatakan, beras yang disiapkan itu hanya 2 ton per hari. Setiap warga yang membeli diberi jatah 5 kg.
Oleh karena itu, hanya 400 warga per hari yang bisa membeli beras murah. Padahal, jumlah penduduk NTT per Januari 2023 sebanyak 5.514.216 jiwa.
Diakuinya, beras untuk operasi pasar itu terbatas lantaran disesuaikan dengan jumlah cadangan beras di gudang Bulog NTT. Selain melayani operasi pasar, secara rutin Bulog menyalurkan beras untuk aparatur sipil negara serta TNI/Polri hingga 1.150 ton per bulan.
Menurut data Badan Pusat Statistik, angka produksi beras di NTT pada tahun 2022 sebesar 442.842 ton. Adapun tingkat konsumen beras di NTT menembus setengah juta ton per tahun. Artinya, dalam kondisi normal pun NTT defisit beras.