Terlibat Tawuran yang Menewaskan Anak Anggota DPRD, Puluhan Pelajar Tegal Diciduk
Sejumlah orang yang terlibat dalam tindak kekerasan yang mengakibatkan seorang anak meninggal di Tegal, Jawa Tengah, terancam hukuman penjara hingga 12 tahun. Pengawasan peserta didik ditingkatkan sebagai antisipasi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Puluhan orang yang mayoritas merupakan anak di bawah umum diringkus polisi karena terlibat dalam tawuran yang menewaskan AFA (15), anak dari seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, beberapa hari lalu. Tawuran itu dipicu saling ejek di media sosial.
Tawuran pelajar itu terjadi di kawasan Jalan Lingkar Kota Slawi di Kecamatan Pangkah pada Kamis (9/3/2023) petang. Dalam tawuran yang melibatkan dua sekolah menengah pertama itu, AFA meninggal. Pelajar kelas IX itu meninggal setelah kaki dan lengannya dilukai dengan senjata tajam.
Kasus itu kemudian diusut polisi. Puluhan orang yang mengetahui atau terlibat dalam kejadian itu ditangkap lalu diperiksa. Kepala Kepolisian Resor Tegal Ajun Komisaris Besar Mochammad Sajarod Zakun mengatakan, ada tiga tindak pidana dalam peristiwa itu, yakni kekerasan terhadap anak, membawa senjata tajam, dan pencurian.
”Dalam kasus kekerasan terhadap anak ada enam pelaku, yakni RDA (17), RS (17), TAP (16), GZM (15), J (13), dan DAA (17). Keenam pelaku atau anak yang berhadapan dengan hukum ini melakukan aksinya secara bersama-sama dan melukai korban sampai korban meninggal menggunakan senjata tajam,” kata Sajarod dalam konferensi pers di kantor Polres Tegal, Senin (13/3/2023).
Sementara itu, dalam pelanggaran Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 tentang membawa senjata, polisi menetapkan dua orang sebagai tersangka dan sebanyak 12 anak berkonflik dengan hukum. Dua tersangka tersebut adalah Muhamad Eko Ariyanto (19) dan Elzanda Restian Pangestu (18). Adapun anak berkonflik dengan hukum antara lain MRM, MBT, AAS, AMI, FNI, MP, DRS, DFM, RR, WHA, MMF, dan MAF.
”Dari tangan mereka disita sejumlah senjata tajam, seperti celurit, samurai, pedang, dan gobang sisir. Sejata ini tidak digunakan untuk melukai korban, tetapi dibawa saat tawuran,” ujar Sajarod.
Dari hasil pengembangan, polisi mendapati fakta bahwa tersangka Muhamad Eko dan AMI tidak hanya sekali terlibat tindak pidana membawa senjata tajam. Sebelumnya, pada Minggu (26/2/2023) dini hari, Muhamad Eko dan AMI pernah membawa senjata tajam sambil menggejar seorang anak berusia 14 tahun di wilayah Procot, Kecamatan Slawi. Anak tersebut ketakutan kemudian berlari ke sebuah minimarket.
Saat berlari menyelamatkan diri, ponsel anak tersebut terjauh. Ponsel itu diambil oleh AMI lalu dijual kepada DAA, yang merupakan salah satu pelaku kekerasan terhadap AFA.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tegal Ajun Komisaris Vonny Farizki menyebut, penanganan perkara dalam kasus itu dipisahkan dalam dua sistem, yaitu sistem peradilan pidana biasa untuk tersangka dewasa dan sistem peradilan pidana anak untuk anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang berkonflik dengan hukum. Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara menanti mereka.
Menurut Vonny, tawuran itu bermula dari adanya saling ejek antarsekolah di media sosial. Anak-anak yang saling ejek itu kemudian janjian bertemu untuk tawuran. ”Dari pihak sekolah pelaku ada 30 orang dan dari pihak sekolah korban ada 15 orang. Karena kalah jumlah, orang-orang dari sekolah korban melarikan diri. Saat melarikan diri, korban tertinggal dan saat itulah korban dianiaya,” ujarnya.
Vonny menambahkan, saat ditemukan polisi di area persawahan pada Kamis petang, korban masih dalam kondisi bernapas dan nadinya masih berdenyut. Korban lalu dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo Slawi untuk mendapat pertolongan medis. Setelah dirawat selama beberapa jam, korban meninggal karena kehabisan darah.
Maraknya tawuran yang belakangan terjadi membuat sebagian orangtua di Kabupaten Tegal resah. Mereka berharap, pihak sekolah turut membantu mengawasi anak-anak mereka agar tidak terlibat dalam aksi tawuran.
”Sejak ramai kasus-kasus tawuran itu, saya langsung mengantar dan menjemput anak saya ke sekolah. Biasanya, anak saya pulang bareng teman-temannya, naik sepeda motor,” kata Agus (42), warga Kelurahan Pakembarang, Kecamatan Slawi.
Orangtua dari siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Slawi itu mengaku tidak masalah ia dan istrinya harus bergantian mengantar atau menjemput anaknya. Bagi mereka, yang terpenting, mereka bisa memastikan anaknya masuk sekolah dan kembali sampai di rumah dengan aman.
Surat edaran
Kasus tawuran yang menyebabkan korban jiwa melayang itu membuat pemerintah setempat langsung mengambil langkah. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal, misalnya, mengeluarkan surat edaran tentang antisipasi keterlibatan peserta didik dalam perbuatan tercela.
Dalam Surat Edaran bernomor 965/04/07796 itu, kepala sekolah diminta melarang peserta didik mengendarai kendaraan bermotor sendiri ke sekolah. Penggunaan ponsel juga dilarang. Bagi siswa yang memerlukan ponsel untuk berkomunikasi dengan orangtuanya diminta menitipkan ponselnya kepada wali kelas masing-masing sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai dan baru boleh diambil saat sudah selesai.
Sejak ramai kasus-kasus tawuran itu, saya langsung mengantar dan menjemput anak saya ke sekolah. Biasanya, anak saya pulang bareng teman-temannya naik sepeda motor.
”Kepala sekolah juga kami imbau untuk melakukan pembinaan secara intensif kepada peserta didik dan bekerja sama dengan instansi-instansi terkait. Pembinaan bisa dilakukan melalui berbagai kegiatan misalnya upacara bendera dan kegiatan kerohanian,” tutur Kepala Seksi Pendidikan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal Mahmudin.
Kepala sekolah juga diminta menjalin komunikasi aktif dengan orangtua peserta didik untuk memantau dan mengawasi peserta didik usai pulang sekolah. Untuk meningkatkan pengawasan di lingkungan sekolah, diinstruksikan untuk mengaktifkan satuan tugas keamanan Sekolah serta mengoptimalkan penggunaan kamera pemantau (CCTV).