Kuasa Hukum Korban Penembakan Polisi di NTT Surati Komnas HAM
Tim kuasa hukum korban penembakan oleh polisi di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, mengirim surat ke Komnas HAM. Mereka mempertanyakan proses hukum terhadap pelaku penembakan yang dinilai belum memberi keadilan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
ATAMBUA, KOMPAS — Tim kuasa hukum Natalius Dersonaris Lau alias Gerson Yaris Lau, korban penembakan oleh aparat kepolisian di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, mengirim surat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Kuasa hukum mempertanyakan proses hukum terhadap pelaku penembakan yang dinilai belum memberi keadilan bagi keluarga korban.
Natalius Dersonaris Lau merupakan warga Desa Tasain, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu. Dia meninggal setelah ditembak anggota Kepolisian Resor Belu pada 27 September 2022.
Sebelumnya, pada 6 September 2022, Natalius diduga melakukan penganiayaan terhadap sopir truk. Kasus penganiayaan itu kemudian dilaporkan ke Polres Belu.
Ketua Tim Kuasa Hukum Natalius Dersonaris Lau, Haris Azhar, dalam surat tertulis yang diterima Kompas, Rabu (8/3/2023), menyatakan, setelah diduga melakukan penganiayaan, Natalius belum pernah menerima surat panggilan untuk diperiksa oleh kepolisian. Namun, pada 27 September 2022, sejumlah anggota kepolisian mendatangi rumah Natalius.
Dua orang polisi lalu menangkap lelaki berusia 20 tahun tersebut. Menurut Haris, dalam penangkapan itu, petugas tidak memperlihatkan surat tugas serta surat perintah penangkapan dan penahanan. Petugas juga disebut tidak berkomunikasi dengan tetangga atau RT/RW setempat.
Berdasar laporan salah seorang polisi yang datang, saat itu korban hendak melarikan diri. Setelah itu, seorang anggota Polres Belu menembak korban dari arah belakang. ”Ada empat sampai lima kali tembakan ke arah korban. Salah satu tembakan mengenai bagian punggung hingga membuatnya terjatuh,” kata Haris.
Setelah kejadian itu, dua anggota Polres Belu kemudian membawa korban ke Rumah Sakit Umum Daerah Atambua yang berjarak sekitar 30 km dari lokasi. Namun, korban tidak bisa diselamatkan dan akhirnya meninggal.
Haris memaparkan, pada saat kejadian, Natalius tidak sedang memegang senjata atau barang untuk melawan petugas. Oleh karena itu, Haris menilai, ada pelanggaran dan tindak pidana dalam peristiwa tersebut.
”Anggota Polres Belu telah melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas dan melakukan tindak pidana pembunuhan dalam menjalankan tugas dengan menggunakan senjata api terhadap korban Natalius Dersonaris Lau. Menyebabkan korban meninggal dunia,” ungkap Haris.
Haris juga menyebut, orangtua korban Natalius, yakni Lambertus Lau (54) dan Yuliana Aek (50), telah dipanggil oleh Divisi Propam Polda NTT pada 25 November 2022. Keduanya diperiksa sebagai saksi terkait dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri terkait penembakan terhadap Natalius.
Lambertus dan Yuliana juga diminta menandatangani surat pernyataan damai. Surat tersebut menyatakan, keduanya berdamai dengan institusi Polri dan tidak akan mempersoalkan lagi peristiwa penembakan terhadap anaknya.
Haris menyatakan, Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 8 Tahun 2009 menyebut, setiap anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku, Ketentuan itu, antara lain, tidak boleh menghasut serta tidak boleh mengintimidasi, menakut-nakuti, dan memaksakan kehendak.
Pada saat kejadian, Natalius tidak sedang memegang senjata atau barang untuk melawan petugas.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Besar Arya Sandy mengatakan, pelaku penembakan sudah dihukum sesuai dengan kode etik Polri. Terkait proses pidana, Arya menyebut, tidak ada laporan polisi terkait peristiwa itu.
Arya menambahkan, sudah ada surat pernyataan damai antara keluarga korban dan Polda NTT. Dia menuturkan, tidak benar ada pemaksaan dan intimidasi terhadap orangtua korban.