Setelah mengungkap struktur candi serta fondasi pintu gerbang dan pagar depan, tim arkeolog BPK Wilayah XI kini mengekskavasi Candi Gedog untuk menampilkan pagar sisi utara.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI kembali mengekskavasi situs Candi Gedog di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur. Pada ekskavasi tahap IV, tim arkeolog berupaya menampilkan pagar sisi utara.
Koordinator Tim Arkeolog Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI (sebelumnya Balai Pelestarian Cagar Budaya/BPCB Jawa Timur) Nugroho Harjo Lukito, Selasa (7/3/2023), menuturkan, pagar sisi utara akan ditampilkan sehingga menyatu dalam satu lanskap dengan struktur candi.
Ekskavasi tahap IV dilakukan pada 7-16 Maret bekerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar. ”Saat ini kami fokus pagar sama di bagian tengah bagian depan, ada struktur seperti lantai. Nanti coba kami lihat apakah itu merupakan tatanan lantai atau ada bagian bangunan lain,” ujarnya saat dihubungi dari Malang.
Untuk memudahkan proses ekskavasi sehingga sesuai target waktu, tim arkeolog dibantu ekskavator mini guna mengikis permukaan tanah sehingga penggalian bisa lebih cepat dilakukan.
Sebelumnya, dalam ekskavasi tahap I-III, BPK Wilayah XI telah mengungkap di antaranya struktur candi, fondasi pintu gerbang dan pagar depan, serta pagar sisi selatan. Pagar sisi selatan terpaksa diuruk lagi lantaran lokasinya berada di bawah saluran irigasi.
”Pagar selatan belum bisa kami tampakkan lagi karena harus menunggu jalur irigasi bersih. Perlu waktu karena harus ada pembebasan lahan juga nantinya. Kemungkinan pembebasan lahan dilakukan tahun depan oleh pemerintah daerah,” ujarnya.
Disinggung soal arti pentingnya situs Gedog, Nugroho mengatakan, jika dilihat dari struktur candi sebenarnya sudah tidak berbentuk, tinggal fondasi.
Namun, Candi Gedog punya nilai tersendiri bagi masyarakat Kota Blitar. Ada folklor yang dikaitkan dengan Gedog, yakni cerita Joko Pangon pada abad ke-18 hingga ke-19. Selain itu, Gedog juga ditulis oleh Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stamford Raffles dalam buku History of Java.
Sebelumnya, masyarakat meyakini candi itu ada di daerah tersebut, tetapi belum tahu pasti di mana lokasinya, apakah di tengah persawahan atau di bawah pohon beringin di tempat itu.
Candi Gedog diperkirakan dibangun pada abad ke-13 hingga ke-14 atau masa Majapahit awal. Hal ini, menurut Nugroho, bisa dilihat dari artefak keramik yang banyak berasal dari Dinasti Yuan. ”Fragmen relief, praba (stella arca) garapannya halus, yoni juga halus. Biasanya pengaruh seni masa Singosari masih ada pada Majapahit awal,” katanya.
Disinggung apakah Gedog juga ada kaitannya dengan Candi Penataran yang berada 13 kilometer di sisi utara, Nugroho mengatakan belum ada literatur yang menunjukkan hubungan itu. Melihat deskripsi yang disampaikan oleh Raffles, Gedog merupakan candi yang besar, indah, dengan ornamen halus.
Jadi, setelah ekskavasi ini, finishing-nya perlu pengkajian, pemugaran, guna menentukan wujud yang sebenarnya.
Nugroho merasa curiga bahwa Gedog merupakan candi pendarmaan untuk seseorang. Namun, sejauh ini belum diketahui siapa yang dimaksud karena belum ada data atau prasasti akurat yang ditemukan.
Awalnya, situs Gedog ditemukan dalam kondisi berupa tumpukan reruntuhan oleh masyarakat. ”Cerita yang berkembang dari para orang tua bahwa batu bata candi kemudian banyak diambil masyarakat. Bukan kerusakan alam (yang membuat kondisi seperti sekarang),” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Blitar Edy Wasono berharap dengan ekskavasi lanjutan ini wujud fisik secara menyeluruh dari situs Gedog bisa terlihat batas-batas dan dimensi struktur yang ada.
Menurut dia, untuk menemukan struktur Gedog tak hanya melalui ekskavasi, tetapi juga pengkajian. Disparbud Kota Blitar berencana bekerja sama dengan BPK Jatim terkait pengkajian dan pemugaran. ”Jadi, setelah ekskavasi ini, finishing-nya perlu pengkajian, pemugaran, guna menentukan wujud yang sebenarnya,” ucapnya.