Kebahagiaan Siswa SMA di NTT Sirna Ditelan Kebijakan Masuk Sekolah Pukul 5.30
Belum ada studi yang menunjukkan bahwa memajukan jam belajar lebih pagi akan meningkatkan prestasi belajar. Prestasi meningkat jika motivasi internal yang tinggi. Motivasi tinggi jika ada hormon kebahagiaan dalam diri.
Hari masih gelap, seorang remaja diantar ayahnya ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Saat sepeda motor berhenti di depan gerbang sekolah, remaja itu buru-buru melompat dari sepeda motor dan langsung berlari masuk halaman sekolah. Ia berlalu begitu saja tanpa salam, tanpa menyalami sang ayah yang mengantarnya.
Ayahnya memandang ke arah remaja itu sambil menggelengkan kepala. "Pemerintah model apa ini. Paksa anak harus belajar jam begini. Memangnya setelah tamat SMA mereka langsung jadi profesor kah? " teriaknya, sambil pergi.
Umpatan tak mengenakkan dari orangtua murid itu tersaji di gerbang SMA Negeri 1 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (1/3/2023), sekitar pukul 05.30 WIT. Pagi itu, orangtua ramai-ramai mengantar anak mereka ke sekolah untuk belajar lebih pagi.
Belajar lebih pagi mulai pukul 05.30 diterapkan sejak dua hari sebelumnya, Senin (27/2/2023). Tak semua sekolah memberlakukan hal itu. Sebanyak 5 SMA negeri dan 5 SMK negeri di Kota Kupang yang memulai program tersebut. Peserta didik yang terlibat khusus kelas XII.
Jam sekolah dimulai lebih pagi merupakan instruksi Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat. Viktor mengutarakan ide tersebut saat tatap muka dengan para kepala sekolah akhir pekan lalu. Tanpa ada kajian, dinas pendidikan dan kebudayaan langsung mengeksekusinya.
Viktor berargumen, dengan sekolah lebih pagi, etos belajar anak meningkat. Prestasi anak juga semakin baik sehingga bisa diterima di perguruan tinggi ternama. Gol akhirnya adalah dua SMAN/SMKN di NTT masuk jajaran 200 besar terbaik di Indonesia. Begitu ambisi Viktor.
Kendati diprotes keras berbagai kalangan sejak Senin lalu, Pemprov NTT bersikeras tetap menjalankan program tersebut. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Linus Lusi menggelar konferensi pers pada Selasa (28/2) untuk menegaskan sikap itu.
Saya nelayan biasa mancing dini hari tetapi gara-gara sekolah jam begini saya harus antar anak ke sekolah. Sekarang siapa yang cari nafkah untuk keluarga saya (Rauf)
Linus bahkan tetap tidak mau mundur kendati dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD NTT, Ketua Komisi V DPRD NTT Yunus Takandewa meminta kebijakan itu dihentikan sementara. Permintaan DPRD secara resmi tertulis dalam rekomendasi rapat.
Umumnya terlambat
Sebelum pukul 05.00 WIT, Kompas menyusuri sejumlah ruas jalan di Kota Kupang. Beberapa jalan utama seperti Jalan El Tari nyaris sepi. Sesekali melintas sepeda motor yang membawa anak sekolah.
Demi keselamatan anak, orangtua harus mengantar anak mereka ke sekolah dengan kendaraan pribadi. Pasalnya, belum ada angkutan kota yang beroperasi pada jam tersebut. Angkutan baru ada sekitar pukul 06.15 WIT.
Baca juga: Mulai Sekolah Lebih Pagi Berdampak Buruk Pada Anak
Sayangnya, tak semua keluarga punya kendaraan pribadi. Mereka harus menyewa ojek dengan tarif mahal. Ada pula anak perempuan di SMAN 1 Kota Kupang yang terpaksa membawa motor sendiri tanpa pengawalan dari siapapun.
"Bapak saya sakit, ibu saya tidak bisa bawa motor, dan adik saya masih kecil, " kata seorang siswi sambil berlari ke lapangan upacara. Jarak rumahnya ke sekolah itu sekitar 5 kilometer. Ia melewati beberapa ruas jalan tanpa penerangan.
Pemberlakuan jam belajar mulai pukul 05.30 WIT tidak efektif. Di SMAN 1 Kota Kupang, dari 496 siswa, yang tiba tepat waktu hanya 19 orang. Artinya, sebanyak 477 siswa atau 96,16 persen siswa terlambat.
Siswa yang datang terlambat berjalan cepat dan sebagian berlari dari gerbang sekolah menuju kelas. Mereka berlari tanpa banyak melempar senyum. Mereka tampak tidak bersemangat.
"Saya pemalas. Ini pemaksaan. Kalau begini terus, saya pindah ke sekolah swasta, " ujar seorang siswa.
Di luar gerbang terdengar umpatan dari orangtua yang sangat kesal dengan kebijakan tersebut. "Saya nelayan biasa mancing dini hari tetapi gara-gara sekolah jam begini saya harus antar anak ke sekolah. Sekarang siapa yang cari nafkah untuk keluarga saya?" ujar Rauf (50), orangtua murid, dengan nada kesal.
Rumah Rauf di Tenau yang berjarak sekitar 9,5 kilometer dari SMAN 1 Kota Kupang. Selama ini, anak Rauf menggunakan angkutan kota dengan ratif pergi pulang tidak sampai Rp 10.000. Jika menggunakan ojek, pergi pulang memerlukan ongkos Rp 60.000.
"Kami ambil uang dari mana, " ucapnya.
Berdampak buruk
Novi Poespita Candra, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada yang juga Co-Founder "Gerakan Sekolah Menyenangkan" menduga akan tercipta suasana batin yang tidak menyenangkan di kalangan siswa maupun orangtua. Hal itu akan berdampak buruk pada prestasi siswa.
Menurutnya, belum ada studi yang menunjukkan bahwa, memajukan jam belajar lebih pagi akan meningkatkan prestasi belajar. Prestasi siswa meningkat jika motivasi internal belajar siswa tinggi. Motivasi internal tinggi jika ada hormon kebahagiaan dalam diri siswa.
"Hormon kebahagiaan muncul jika proses di sekolah memunculkan hormon dopamine (memunculkan tantangan), hormon oksitosin (memunculkan cinta kasih), hormon serotonin ( anak anak merasa bermakna), dan hormon endorphin (suasana kegembiraan), " papar psikolog itu.
Novi menilai, kebijakan sekolah lebih pagi kurang tepat dan kurang bijaksana serta kurang mempertimbangkan kondisi psikologis siswa, orangtua, dan juga guru. Dari segi kesehatan fisik bisa jadi karena terlalu pagi, anak anak belum sempat sarapan. Ini menimbulkan kelelahan kronis jangka panjang.
Dari segi emosi, lanjut Novi, lantaran terburu-buru, hal itu dapat mempengaruhi emosi anak. Begitu juga orangtua dapat tersulut emosinya jika melihat anak-anak yang belum siap. Ini sebuah kondisi buruk untuk memulai hari sekolah yang semestinya penuh motivasi dan harapan.
Novi juga tidak sependapat bahwa memajukan jam masuk sekolah akan meningkatkan etos belajar anak. Untuk meningkatkan etos semestinya dengan menciptakan kultur dan budaya belajar yang positif sehingga memunculkan motivasi internal.
Pemerhati masalah perempuan dan anak di NTT Ernesta Uba Wohon mengatakan, banyak keluhan masyarakat terutama pada guru perempuan. Mereka harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan keluarga kemudian bersiap ke sekolah.
"Bagaimana kalau mereka punya anak bayi? Ini tidak manusiawi, " ujarnya.
Menurut Ernest, perubahan jam belajar lebih pagi merupakan bentuk pemaksaan kehendak pemerintah yang berdampak buruk bagi masa depan anak. Kini, tak ada spirit merdeka belajar di sekolah. Tak ada lagi kebahagiaan di hati para siswa.
Baca juga: Masuk Sekolah Jam 5 Pagi Dinilai Tidak Ramah Anak