16 Tahun Tidak Tergantikan, Muzakir Manaf Kembali Pimpin Partai Aceh
Muzakir kembali pimpin Partai Aceh sejak partai didirikan pada 2007. Kali ini, Partai Aceh menyatakan akan tampil beda, yakni menjadi partai yang terbuka atau inklusif.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BAND ACEH, KOMPAS — Muzakir Manaf atau Mualem kembali memimpin Partai Aceh, sebuah partai lokal yang dibentuk oleh para eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka. Partai Aceh akan mengubah citranya dari partai yang tertutup menjadi terbuka.
Muzakir Manaf ditunjuk atau dipilih secara aklamasi sebagai ketua umum periode 2023-2028 dalam Musyawarah Besar III Partai Aceh, Minggu (26/2/2023). Sementara sebagai sekretaris jenderal (sekjen) dipilih Kamaruddin Abu Bakar. Keduanya merupakan eks petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Seusai penutupan musyawarah besar (mubes), Muzakir mengatakan mubes berjalan demokratis. Dia menerima amanah dari para peserta dan kader untuk menjadi nakhoda hingga tahun 2028. Tugas berat menanti, Partai Aceh harus memenangi Pemilu 2024.
Muzakir telah memimpin partai itu sejak didirikan pada 2007. Muzakir mengatakan, pada periode ketiga, Partai Aceh akan tampil beda, yakni menjadi partai yang terbuka atau inklusif. Mereka harus membuka diri untuk pihak yang bukan dari kalangan eks GAM.
”Partai Aceh harus berubah sesuai perkembangan zaman. Kami juga menyediakan wadah untuk anak muda bergabung,” ujar Muzakir.
Partai Aceh menjadi satu-satunya partai lokal yang masih bertahan sejak dibentuk. Adapun partai lokal lain terpaksa harus gonta ganti nama karena perolehan suara tidak melewati ambang batas parlemen.
Perolehan suara Partai Aceh tiga pemilu berturut-turut masih paling tinggi dibandingkan dengan partai lokal lain. Namun, pada Pilkada Aceh 2017, Partai Aceh kalah melawan koalisi partai lokal dan partai nasional.
Juru Bicara Partai Aceh Nurzahri mengatakan, saat ini ketua dan sekjen terpilih akan segera membentuk struktur pengurus. Nurzahri belum bisa menyebutkan siapa saja calon pengurus.
Namun, salah satu kebijakan strategis partai, lanjut Nurzahri, adalah merangkul anak muda atau milenial. ”Kami punya sayap partai Muda Sedang tempat anak muda belajar politik,” kata Nurzahri.
Dosen Politik Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa, Muhammad Alkaf, berpendapat, sosok Muzakir Manaf belum tergantikan karena Partai Aceh masih melekat sebagai partai para eks militer GAM.
Muzakir Manaf merupakan eks panglima GAM. Setelah damai 2005, Aceh diberikan hak untuk membentuk partai lokal. Partai lokal hanya dapat mengikuti pemilu tingkat kabupaten dan provinsi.
Para eks GAM pun bersepakat membentuk Partai Aceh. Muzakir sebagai pemegang kendali tertinggi terhadap eks militer GAM didapuk sebagai ketua umum yang hingga kini belum tergantikan.
Alkar mengatakan, Muzakir menjadi satu-satunya pilihan sebab partai itu dibangun atas basis eks kombatan. Struktur partai dari pengurus pusat hingga daerah pada posisi strategis diduduki oleh eks kombatan. ”Mereka pasti hanya taat kepada panglimanya, yaitu Muzakir Manaf, itu alasan yang sangat logis,” ujar Alkaf.
Selain itu, Muzakir merupakan satu-satunya tokoh politik di eks kombatan yang sejak perdamaian hingga kini masih aktif. Dengan demikian, Muzakir dianggap punya otoritas politik untuk menjadi ketua umum partai.
Alkaf menambahkan, sudah sepatutnya Partai Aceh menjadi partai yang terbuka karena secara substansial partai ini masih menjadi harapan memperjuangkan aspirasi warga Aceh saat berhadapan dengan pemerintah pusat.
”Saya pikir, struktur inti harus dibuka untuk nonkombatan yang tidak pernah bersentuhan dengan struktur militer GAM,” ujar Alkaf.
Agar tetap menjadi partai lokal yang besar, Alkaf mendorong Partai Aceh agar membuka ruang dialog dengan lintas golongan, seperti dunia kampus, ulama, dan anak muda.
Sudah sepatutnya Partai Aceh menjadi partai yang terbuka karena secara substansial partai ini masih menjadi harapan memperjuangkan aspirasi warga Aceh saat berhadapan dengan pemerintah pusat.