Rawat Damai dan Rebut Kursi lewat Partai Aceh dan Nanggroe Aceh
Ribuan eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM menggelar silaturahmi dan konsolodidasi, Senin (23/12/2019), di Komplek Makam Pahlawan Nasional Tgk Chik Ditiro, Desa Mireu, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
JANTHO, KOMPAS — Ribuan eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menggelar silaturahmi dan konsolidasi, Senin (23/12/2019), di Kompleks Makam Pahlawan Nasional Tgk Chik Ditiro, Desa Mireu, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Konsolidasi dilakukan untuk merawat perdamaian dan berjuang merebut kursi pemerintahan melalui jalur politik.
Ketua Umum Komite Peralihan Aceh (KPA) Muzakir Manaf mengatakan untuk menghadirkan kesejahteraan dan pembangunan dibutuhkan kekuasaan, baik eksekutif maupun di legislatif. ”Partai Aceh dan Partai Nanggroe Aceh lahir dari rahim yang sama (GAM). Maka harus bersatu merebut kekuasaan untuk menyejahterakan rakyat,” kata Muzakir Manaf.
Muzakir mengajak eks GAM untuk bersatu menjaga perdamaian dan berjuang dijalur politik. Menurut Muzakir, kekuasaan politik sangat penting dalam berjuang menghadirkan kesejahteraan dan pembangunan bagi warga Aceh. ”(Kader GAM) harus rebut parlemen dan eksekutif,” ujar Muzakir Manaf.
Silaturahmi akbar itu dihadiri eks GAM seluruh Aceh. Saat kegiatan berlangsung terlihat beberapa orang mengibarkan bendera bulan bintang. Bendera itu telah disahkan menjadi bendera Provinsi Aceh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui qanun/perda pada 2013. Namun, hingga kini Kementerian Dalam Negeri belum menyetujui perda tersebut.
Adapun KPA merupakan organiasi tempat eks GAM bernaung. Organisasi ini dibentuk seusai penandatanganan perdamaian antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.
Sesuai dengan isi perjanjian itu, Provinsi Aceh diberikan hak mendirikan partai lokal. Pada 2007, para tokoh GAM mendirikan partai lokal, yakni Partai Aceh. Tahun 2012, para eks GAM kembali mendirikan Partai Nanggroe Aceh.
Partai Aceh berhasil mendominasi perolehan kursi DPRA selama tiga periode berturut-turut. Pada pemilihan kepala daerah, dari 23 kabupaten/kota di Aceh, sebanyak 10 daerah dimenangi oleh Partai Aceh.
Sejak 2006 hingga 2017, Provinsi Aceh dipimpin oleh gubernur dari kalangan GAM. Pada 2006-2012, pasangan Irwandi Yusuf–Muhammad Nazar terpilih dalam pilkada. Pada 2012, pasangan Zaini Abdullah–Muzakir Manaf menang. Adapun pada 2017, pasangan Irwandi Yusuf–Nova Iriansyah yang menang. Namun Irwandi belakangan tersandung kasus korupsi. Hanya Nova Iriansyah yang bukan dari kalangan GAM. Nova adalah kader Partai Demokrat.
Kemunculan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang akhir-akhir ini muncul di Aceh tidak ada sangkut paut dengan KPA. (Muzakir Manaf)
Muzakir mengatakan, pasca-perdamaian, eks GAM berada di bawah komando KPA. Kemunculan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang akhir-akhir ini muncul di Aceh tidak ada sangkut paut dengan KPA, meski beberapa anggota KKB merupakan eks GAM.
Tokoh senior GAM Malik Mahmud mengatakan perdamaian yang telah dicapai di Helsinki harus dirawat. Warga Aceh dan eks GAM telah berkorban untuk mendapatkan perdamaian itu. Tanpa perdamaian, pembangunan tidak akan bisa diwujudkan.
Sebelumnya, Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh Afridal Darmi mengatakan, konflik harus menjadi pelajaran penting bagi warga Aceh. Selama konflik, Aceh mengalami ketertinggalan di berbagai sektor, baik pembangunan sumber daya manusia maupun pembangunan infrastruktur.
Setelah perdamaian, Aceh mendapatkan dana otonomi khusus. Sejak 2008 hingga 2019 jumlahnya mencapai Rp 65 triliun. Dana otonomi khusus itu diharapkan memacu pembangunan di Aceh, meski beberapa pejabat daerah tersandung kasus korupsi dana otonomi khusus tersebut.
Afridal mengatakan, konflik telah mengajarkan warga Aceh untuk lebih mencintai perdamaian. Sebab, tanpa perdamaian mustahil pembangunan bisa berjalan.