Kembalinya Spirit Gotong-royong yang Lama Dirindukan
Upaya membangun ekonomi dan kesejahteraan terus diupayakan oleh warga Nusa Tenggara Timur. Sebagian warga meyakini spirit kebersamaan dan gotong royong dalam usaha bersama dapat menjadi jalan keluar.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Dalam balutan hawa sejuk, Marselina Y Sayang membuka rapat anggota tahunan Usaha Bersama Simpan Pinjam Gerbang Rezeki. Peserta yang duduk mengelilingi meja merespons dengan tepukan tangan, menghangatkan suasana pada Minggu (26/2/2023) siang itu.
Rapat berlangsung di emperan Biara Suster Camillian, salah satu tarekat dalam Gereja Katolik. Biara itu berada di perbukitan Desa Oeltua, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Letaknya jauh dari keramaian, sekitar 17 kilometer dari titik nol Kota Kupang.
Marselina tampak santai memandu jalannya rapat. Pengesahan tata tertib rapat hingga pembacaan keputusan akhir rapat berlangsung tanpa perdebatan keras. Tak ada interupsi. Koreksi dan masukan kritis sengaja dibumbuhi dengan guyonan yang memancing tawa peserta.
Forum pengambilan keputusan tertinggi itu serasa seperti tempat berkumpul anggota keluarga yang lama tak berjumpa. Padahal, peserta forum dari beragam layar belakang. Ada pelaku usaha kecil mikro dan menengah, dosen, ibu rumah tangga, penulis, politisi, hingga jurnalis.
Rapat anggota tahunan (RAT) periode 2022 merupakan yang ketiga kalinya sejak kelompok itu mulai eksis. Ini menandakan usia kelompok Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) Gerbang Rezeki memang belum lama bergulir. Pada Minggu itu, usianya baru tiga tahun, empat bulan, dan enam belas hari.
RAT diakhiri dengan pembagian sisa hasil usaha bersama atau keuntungan selama satu tahun terakhir. Besarnya bervariasi tergantung pada banyaknya simpanan serta pinjaman. Setiap anggota diabsen satu per satu untuk maju menerima amplop berisi sisa hasil usaha.
Ketua UBSP Gerbang Rezeki Apolonia M Dhiu menuturkan, kelompok itu kini beranggotakan 32 orang. Mereka mengawalinya dengan usaha simpan pinjam yang berlangsung selama dua tahun. Empat bulan terakhir, mereka menambah lagi satu unit usaha, yakni penjualan bahan pokok.
Setiap anggota diwajibkan membeli barang yang disediakan. Barang itu dibeli dari supplier besar dengan harga lebih murah sehingga harga jual kepada anggota pun tidak jauh berbeda dengan harga barang di pasaran setempat.
Disepakati pula, jika ada anggota yang memiliki dagangan, boleh juga dijajakan. Yang sering dijual adalah lele, jahe, ikan teri, dan banyak lagi. Grup whatsapp menjadi media untuk promosi. Anggota lain antusias membeli.
Pelaksanaan RAT itu minim biaya. Anggaran konsumsi yang biasanya paling tinggi ditekan hingga nol rupiah. Pasalnya, setiap peserta secara suka rela membawa makanan dari rumah masing-masing lalu disatukan di meja makan. Mereka menyantap bersama.
Ada yang membawa nasi, sayur, lauk, buah, puding, dan air mineral. Banyak jenis makanan tersaji di atas meja. Makanan yang berlimpah itu sebagian dibawa pulang. Setiap peserta begitu menikmati makanan yang dibawa peserta lain. Makanan diracik sendiri.
Kristo Blasin, pembina UBSP Gerbang Rezeki mengatakan, semangat kekeluargaan dan gotong-royong menjadi roh dari kelompok tersebut. Wujud sederhana yang dapat dilihat adalah kontribusi makanan dari masing-masing anggota pada saat RAT itu.
Kristo yang berkecimpung di banyak koperasi itu mengatakan, ada kerinduan orang-orang untuk kembali pada spirit koperasi yang sesungguhnya. Nilai itu yang kini perlahan mulai tergeser. Banyak koperasi yang seakan mengadopsi model bisnis perbankan.
Oleh karena itu, lanjut Kristo, berdirinya UBSP Gerbang Rezeki merupakan langkah kecil untuk memulai sebuah usaha bersama yang berazas kekeluargaan dan gotong-royong. Semangat itu yang ingin terus dijaga dan ditularkan.
Ketika RAT, setiap anggota mengajak keluarga terutama anak-anak untuk ikut hadir dan menyaksikan proses tersebut. "Dari sini anak-anak bisa belajar bahwa usaha bersama atau koperasi itu model pengelolaan harus demikian. Kekeluargaan dan gotong-royong jangan sampai dilupakan, " katanya.
Jika perkembangannya semakin maju, tidak tertutup kemungkinan suatu ketika UBSP Gerbang Rezeki bisa bermetamorfosis menjadi koperasi. Sejauh ini, model pengelolaan hampir sama. Bedanya, koperasi harus berbadan hukum, memiliki gedung, dan perangkat sumber daya manusia yang banyak.
Tumbuh subur
Pantauan sejauh ini, usaha bersama simpan pinjam di NTT tumbuh subur. Namun belum ada data resmi mengenai jumlahnya. Kelompok itu tidak berbadan hukum. Level di atasnya adalah koperasi yang juga menjamur di NTT dalam dua dekade terakhir.
Mengutip data Dinas Koperasi, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Provinsi NTT, total koperasi di daerah itu pada tahun 2020 sebanyak 4.202 unit. Dari jumlah itu, sebanyak 91,52 persen aktif. Adapun jumlah anggotanya mencapai 2,1 juta jiwa atau hampir separuh dari jumlah penduduk NTT.
Pengajar ilmu ekonomi dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Tuti Lawalu berpendapat, banyaknya masyarakat NTT yang menjadi anggota koperasi menunjukkan animo masyarakat membangun usaha bersama. Koperasi menjadi wadah untuk mengembangkan ekonomi mereka.
"Ada kesadaran bahwa jika menjadi anggota koperasi, orang itu memiliki koperasi tersebut. Bukan jadi nasabah melainkan anggota. Mereka berhak mendapatkan yang namanya sisa hasil usaha atau keuntungan. Ini yang berbeda dengan bank, " ujar Tuti.
Kendati demikian Tuti melihat, masih banyak anggota koperasi belum memanfaatkan pinjaman untuk hal-hal yang bersifat produktif. Uang pinjaman malah digunakan untuk membiayai pesta pora seperti pernikahan. Peminjam kemudian terlilit hutang.
Sementara itu, anggota DPRD Provinsi NTT Alex Take Ofong menilai, kehadiran koperasi sedikit tidak membantu mengangkat perekonomian masyarakat kalangan menengah ke bawah. Banyak orang dapat membangun usaha dengan modal pinjaman dari koperasi.
Jika konsisten dilakukan, kemiskinan di NTT akan turun. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di NTT per September 2022 sebanyak 1,15 juta jiwa. Angka itu setara dengan 20,05 persen. Jika dibandingkan dengan dua tahun sebelum, terjadi penurunan. Tahun 2020 sebanyak 20,90 persen dan tahun 2021 sebesar 20,99 persen.
Alex pun sepekat bahwa model bisnis koperasi haruslah berpegang pada spirit kekeluargaan dan gotong-royong. Spirit yang barangkali perlahan mulai tergerus. Di perbukitan Oeltua, sebuah kelompok kecil bernama UBSP Gerbang Rezeki mengingatkan kembali semangat itu lewat aksi nyata.