Pelaku UMKM di daerah pelosok mulai akrab dengan transaksi nontunai menggunakan metode QRIS. Tranformasi digital terus merambah.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Dengan kamera ponsel, Lala Tae (24) menyorot lembaran kertas dengan gambar berpola Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) yang digantung pada tiang kayu. Setelah muncul nama pemilik akun di layar ponsel, Lala memasukkan angka pada kolom nominal pembayaran.
Lala membayar tiga ikat sayur sawi seharga Rp 5.000 menggunakan metode pembayaran QRIS yang disediakan pedagang sayur. Transaksi nontunai itu tersaji di pasar tradisional Betun, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, suatu pagi pada 23 Februari 2023.
Kepada Mama Yosefina (50), penjual, Lala memperlihatkan keterangan pada layar ponsel. Tertulis bahwa transaksi pembayaran dengan metode QRIS itu berhasil. Yosefina pun mengangguk sembari mengacungkan jempol. ”Berarti uang sudah masuk rekening,” ujar Yosefina.
Kini, transaksi nontunai tak lagi hanya ada di wilayah perkotaan. Pembayaran dengan metode QRIS merambah dengan cepat hingga ke pelosok negeri. Penggunanya pun bukan hanya pengusaha menengah ke atas. Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pun mulai akrab dengan QRIS.
Pasar Betun berjarak lebih kurang 250 kilometer dari Kota Kupang, ibu kota NTT, atau hanya terpaut 28 kilometer dengan Pos Motamasin, batas negara Timor Leste. Hingga Februari 2023 ini, semakin banyak tempat berjualan di daerah itu yang menyediakan metode pembayaran dengan QRIS.
Menurut Yosefina, sudah lebih dari dua tahun QRIS menjadi alternatif pembayaran setelah diperkenalkan oleh salah satu lembaga keuangan di daerah itu. Mereka difasilitasi mulai dari pembukaan rekening di bank hingga pemasangan lembaran QRIS di pasar.
”Kami awalnya tidak mengerti karena rata-rata pedagang sayur di sini hanya tamatan sekolah dasar. Tetapi, setelah dicoba, ternyata tidak susah,” ujarnya.
Dengan metode itu, pedagang tidak perlu menyiapkan uang kembalian yang kadang sulit dicari. Mereka juga terhindar dari peredaran uang palsu. Keuntungan lain adalah uang yang diperoleh langsung ditabung ke rekening.
Kendati demikian, Yosefina mengakui, banyak pedagang merasa belum waktunya menggunakan QRIS. Alasannya, uang penjualan sayur langsung masuk ke rekening sehingga proses pencairannya butuh waktu. Mereka harus ke bank atau ke ATM.
”Penjual sayur ini modalnya kecil. Rata-rata Rp 500.000, yang harus diputar setiap hari. Makanya, kalau dengan tunai, kami langsung ke kebun untuk belanja sayur. Kalau harus ke bank atau ATM, kami kerepotan,” katanya.
Di sisi lain, Lala selaku pembeli merasa tertarik menggunakan QRIS dengan alasan tidak suka memegang uang tunai. ”Bikin penuh dompet saja. Kalau QRIS cukup bawah handphone saja,” katanya. Ia baru mencoba penggunaan QRIS.
Terus meningkat
Kantor Perwakilan Bank Indonesia NTT pada awal Februari 2023 lalu melaporkan, jumlah pengguna QRIS di NTT pada tahun 2021 sekitar 15.000 orang meningkat menjadi 137.459 orangpada tahun 2022. Artinya, dalam setahun, jumlah pengguna bertambah 122.459 orang atau naik 816 persen.
Selama tahun 2022, tercatat 141.727 pedagang yang menyediakan sistem pembayaran dengan QRIS. Mereka melayani 952.073 transaksi dengan nilai Rp129,83 miliar. Mayoritas transaksi terjadi di Kota Kupang, ibu kota provinsi. Sejauh ini belum ada data pasti mengenai jumlah penyedia QRIS dari kelompok UMKM beserta total transaksinya.
Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia NTT Donny H Heatubun, QRIS yang baru diluncurkan tahun 2019 itu merupakan sistem pembayaran cepat, mudah, murah, aman, dan andal. ”Bank Indonesia terus berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan QRIS melalui sisi supply (merchant QRIS) dan demand (pengguna QRIS),” katanya.
Dorongan BI untuk pertumbuhan penggunaan QRIS, lanjutnya, diwujudkan dengan meluncurkan program pasar SIAP QRIS. Sepanjang tahun 2022, peluncuran dilakukan di sejumlah pasar tradisional, seperti Pasar Oeba, Pasar Kasih Naikoten, Pasar Baru Atambua, Pasar Betun, Pasar Boubou, dan Pasar Nataga.
Ia mengakui, tantangan untuk menambah pengguna QRIS adalah banyak kalangan masyarakat yang belum mendapatkan informasi. Oleh karena itu, sepanjang tahun 2022, BI telah melakukan sosialisasi sebanyak 29 kali ke berbagai komunitas, termasuk perguruan tinggi.
”Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mendigitalisasi sistem pembayaran di NTT. Kami menargetkan penambahan minimal sebanyak 150.000 pengguna baru di tahun 2023 dengan lebih gencar lagi melakukan sosialisasi,” paparnya.
Kini hampir semua supermarket dan minimarket di Kota Kupang sudah menyediakan sistem pembayaran dengan metode QRIS. Banyak toko kecil di sepanjang Jalan Timor Raya dari Kota Kupang hingga Kabupaten Kupang juga sudah menyediakan QRIS.
Pengajar ilmu ekonomi pada Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Tuti Lawalu, berpendapat, penggunaan QRIS di NTT yang bertambah signifikan menunjukkan bahwa digitalisasi sistem pembayaran mulai berjalan. Ia optimistis, ke depan jumlah pengguna akan terus bertambah.
”Poin pentingnya adalah pelaku UMKM kita mulai bertransformasi ke dunia digital. Di tengah keterbatasan dan jauh dari kota, mereka bisa melakukannya. Transaksi digital ini sebuah keniscayaan,” ucap Tuti.
Secara umum, ia melihat banyak UMKM di wilayah perdesaan NTT sudah mulai memanfaatkan internet untuk kemajuan usaha mereka. Internet membantu mereka untuk memasarkan produk lewat media sosial.
Seiring waktu, pembayaran dengan motede QRIS bakal semakin menjamur ke pelosok-pelosok negeri. Pelaku UMKM perlu didorong menjadi agen untuk memperkenalkan transaksi digital itu kepada masyarakat.