Hoaks di Tanah Papua Terus Memakan Korban, Pelakunya Harus Segera Ditangkap
Hoaks atau kabar bohong terus memakan korban jiwa di tanah Papua. Pelakunya harus segera ditangkap agar tidak memicu hal yang sama terjadi kembali.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Penyebaran hoaks atau kabar bohong di tanah Papua rawan terus mengadu domba warga dan memicu kerusuhan yang menyebabkan korban tewas. Polisi diharapkan menindak tegas pelakunya agar kejadian ini tidak terjadi lagi.
Dalam tiga bulan terakhir, muncul tiga kabar bohong di Papua. Kabar pertama tentang warga yang mengalami gangguan kesehatan setelah membeli baju di Pasar Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai, Papua Tengah, 12 Desember 2022. Akibatnya, sekelompok orang membakar 50 kios dan melukai tiga warga serta satu prajurit TNI Angkatan Darat.
Selanjutnya, ada kabar komplotan penculikan anak di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, awal Januari 2023. Akibatnya, sekelompok warga di Kompleks Kokoda, Distrik Sorong Manoi, menganiaya dan membakar hingga tewas seorang perempuan yang dicurigai sebagai pelakunya pada 24 Januari 2023.
Tidak berhenti, kabar bohong tentang penculikan anak muncul lagi dan menyebabkan 10 orang tewas di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Kamis (23/2/2023). Selain itu, 13 rumah dan dua kios terbakar. Sebanyak 23 warga dan 18 orang aparat keamanan luka-luka.
”Polisi harus menangkap pelaku penyebaran hoaks dan memberikan hukuman pidana. Dampak bagi stabilitas keamanan sangat besar, ” kata juru bicara Jaringan Damai Papua, Yan Christian Warinussy di Jayapura, Jumat (24/2/2023).
Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengatakan, telah menerjunkan tim ke Wamena pasca-kerusuhan. ”Tim dari Komnas HAM akan melihat kondisi terakhir di Wamena dan upaya penanganan pemerintah daerah serta aparat keamanan,” kata Frits.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jayawijaya Ernawati Tappi mengungkapkan, warga belum bisa beraktivitas seperti biasa. Sebagian masih memilih tinggal di rumah. Warga lainnya mengungsi ke tempat aman.
”Warga takut aksi susulan dari pihak yang bertikai. Dari informasi sementara, ratusan warga telah mengungsi di Markas Polres Jayawijaya dan Markas Kodim 1702/Jayawijaya,” tutur Ernawati.
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem yang berada di Wamena, prihatin dan menyesalkan peristiwa itu. Dari hasil pantauan di RSUD Wamena, delapan orang tewas diduga karena tertembak dan dua orang lainnya diduga terluka bacok dan terkena busur panah.
Ia berpendapat, seharusnya masyarakat tidak mudah terprovokasi. ”Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua akan membentuk tim investigasi dalam peristiwa ini. Kami akan mengusut pemicu hingga terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan warga,” ucap Theo.
Mohon maaf
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Matius Fakhiri menyampaikan permohonan maaf atas kerusuhan di Wamena. Ia menyampaikan dukacita mendalam kepada keluarga korban tewas.
Matius menyatakan, pemicu terjadinya kerusuhan karena adanya informasi hoaks tentang penculikan anak. Selain itu, adanya provokasi sehingga menyebabkan bentrokan antara aparat keamanan dan warga.
”Kami sudah mengutus Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Faisal Ramadhani menyelidiki penyebar hoaks dan provokasi,” kata Matius.
Matius menambahkan, dirinya telah menginstruksikan Kepala Bidang Propam Polda Papua Komisaris Besar Gustav Urbinas ke Wamena. Tujuannya untuk mengevaluasi penanganan menghadapi massa sebelum kerusuhan.
Kini, kata Kapolda, situasi keamanan di Wamena berangsur kondusif. Polda Papua telah mengirimkan 100 personel Brimob untuk membantu Polres Jayawijaya. ”Pemda Jayawijaya bersama TNI-Polri telah berkoordinasi dengan tokoh masyarakat. Aparat keamanan juga telah melakukan penyekatan di sejumlah titik seperti Pasar Sinakma,” tutur Matius.