Pemprov NTT Segera Bangun Sentral Data Pemprov untuk Mempermudah Interkoneksi
Segera dibangun pusat data untuk interkoneksi antarpemerintah daerah di NTT. Digitalisasi yang andal mendorong percepatan pelayanan pemerintah dan melindungi desa perbatasan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur segera membangun pusat data untuk interkoneksi antarlembaga serta antara pemerintah kabupaten dan kota di NTT. Pemerintah kabupaten dan kota kemudian harus menyiapkan arsitektur sistem pemerintahan berbasis elektronik atau SPBE. Sebanyak 435 menara telekomunikasi (base tranceiver station/BTS) mendukung program ini. Sampai saat ini, baru 20 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memanfaatkan layanan internet.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Maulaka dalam rapat koordinasi bidang Komunikasi dan Informatika NTT di Kupang, Kamis (23/2/2023), mengatakan, perlu ada komitmen bersama antara dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) kabupaten dan kota dengan kepala daerah masing-masing untuk meningkatkan layanan digital di daerah. Ke depan, kemajuan suatu daerah sangat ditentukan kemajuan dan kemampuan dalam dunia digital.
”Tahun 2023 sedang disiapkan pusat data untuk interkoneksi antara organisasi perangkat daerah (OPD) tingkat provinsi, kabupaten/kota, serta DPRD provinsi dan kabupaten kota. Interkoneksi data ini sebagai bagian dari kerja kolaboratif dan transparansi untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab,” kata Abraham.
Rapat koordinasi ini dihadiri sekretaris daerah kabupaten dan kota se-NTT, para kepala dinas infokom, dan perwakilan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Dinas perpustakaan dan kearsipan daerah, bagian hubungan masyarakat Sekretariat Daerah Provinsi NTT dan kabupaten/kota, dan pemerhati dunia digital.
Menurut Abraham, alokasi anggaran untuk pengelolaan dunia digital dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga naik dari Rp 2,5 miliar dari tahun 2021 menjadi Rp 5,2 miliar tahun 2023. Khusus untuk operasional komunikasi dan informatika tahun 2023 senilai Rp 4 miliar tetapi dalam analisis secara detail, menyerap anggaran Rp 3,2 miliar.
Selama ini layanan digital menggunakan sambungan internet nirkabel (Wi-Fi), tidak sesuai ketentuan dalam penyelenggaraan pemda. Kehadiran pusat data sudah sangat mendesak. Tidak ditunggu-tunggu lagi. Dunia digital sudah jauh berkembang, dan kita pun harus mengikuti perkembangan itu.
Ia mengingatkan agar setiap pemerintah kabupaten dan kota menyiapkan arsitektur SPBE. Arsitektur SPBE ini pun sudah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 86 Tahun 2021. Perlu ada dukungan pergub karena terkait dengan penggunaan anggaran, kerja kolaborasi lintas OPD provinsi, kabupaten dan kota, serta lembaga lain untuk sinergitas pengelolaan SPBE, dan keamanan data dan informasi.
”Dalam pergub itu juga menyangkut pemanfaatan sertifikat elektronik. Jabatan struktural mana yang menggunakan tanda tangan elektronik dan mana yang tidak perlu. Ada sekitar 72 pejabat yang menggunakan tanda tangan elektronik ini. Semua ini sebagai bagian dari upaya merealisasikan aplikasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi atau Srikandi,” katanya.
Setiap pemerintah kabupaten dan kota diwajibkan menentukan dan menetapkan tim koordinasi untuk pembentukan pusat data di daerah masing-masing. ”Masing-masing kabupaten/kota wajib mengadakan bandwidth di daerah masing-masing. Ini sangat penting. Tidak bisa ditunda-tunda lagi,” tegas Maulaka.
Putra Alor ini, mengatakan, sampai hari ini NTT memiliki 435 BTS. Semua tersebar di Ende sebanyak 59 BTS, Flores Timur (1), Kabupaten Kupang (27), Manggarai (31), Manggarai Barat (54), Manggarai Timur (66), Nagekeo (1), Rote Ndao (14), Sabu Raijua (3), Sikka (5), Sumba Barat (4), Sumba Barat Daya (1), Sumba Tengah (21), Sumba Timur (89), Timor Tengah Selatan (14), dan Timor Tengah Utara (4). Sisa 41 unit BTS yang sedang dalam proses pembangunan, yakni Lembata, Malaka, Ngada, dan Belu.
Koneksi di perbatasan
Ia mengatakan, desa-desa di perbatasan Indonesia dan Timor Leste perlu dikawal. Digitalisasi di desa perbatasan perlu diperkuat dengan pengamanan yang maksimal untuk menjaga data dan informasi soal desa itu. Sejarah tentang asal usul atau pembentukan desa-desa perbatasan pun segera ditata. Ini perlu dilakukan guna menghindari klaim pihak lain sebagai bagian dari negara mereka.
Beberapa tahun lalu warga sejumlah desa di perbatasan Indonesia dan Timor Leste mengeluh soal pulsa Telkomsel tersedot Timortelkom. Warga mengalami kerugian yang cukup besar terkait penyedotan pulsa oleh Timortelkom ini. Tetapi masalah itu sudah diatasi. Masyarakat perbatasan sudah aman berselancar dalam dunia telekomunikasi.
Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (Apjatii) Wilayah Bali-Nusra Ryan Soma mengatakan, di NTT hanya ada empat perusahaan yang menggunakan layanan internet, antara lain PT Timur Telu Online dan PT Kupang Inter Media. Di Indonesia, sebanyak 860 perusahaan menggunakan jasa internet itu.
”Khusus untuk UMKM di NTT, hanya 20 persen yang menggunakan layanan internet. NTT perlu lebih kerja keras lagi. Durasi penggunaan internet untuk UMKM 10 jam per hari, sebagian besar memasarkan produk mereka melalui media sosial, khususnya Facebook. Pengelola UMKM ini juga belum masuk dalam aplikasi lokapasar (marketplace) yang tersedia,” kata Ryan.
Persoalan yang dihadapi pengelola UMKM antara lain rendahnya sumber daya manusia untuk digitalisasi, tidak memiliki gawai, dan tidak ada jaringan internet. Infrastruktur digital juga belum terkoneksi dengan baik sehingga pusat data ini perlu hadir untuk meningkatkan penggunaan digitalisasi, baik pemerintah maupun swasta.
Sektor pendidikan pun membutuhkan lebih banyak koneksi internet nirkabel di sekolah-sekolah agar siswa dengan mudah dan leluasa mengakses internet. Jika sejak dini mereka terbiasa dengan dunia digital, dalam dunia kerja nanti mereka tidak kesulitan beradaptasi dengan dunia internet ini.
Ia mengatakan, mendukung transformasi digital, konektivitas jaringan telekomunikasi dan internet yang handal, dan tersebar secara merata menjadi hal yang wajib. Tiga hal dalam mempercepat transformasi digital di NTT, yakni perluasan area yang tercakup internet terutama untuk daerah terluar, terdepan, dan tertinggal. Peningkatan pemanfaatan internet, dan persiapan SDM dalam penggunaan dan pengelolaan internet.
”Apjatii siap berkolaborasi dengan seluruh stakeholders dengan pemerintah, termasuk pemda NTT, untuk mendorong suksesnya transformasi digital. Ini untuk peningkatan ekonomi dan daya saing masyarakat. Melalui kerja kolaborasi, akses internet di NTT menjadi lebih berkualitas, sekaligus berpeluang mendorong kemajuan sektor-sektor lain, termasuk UMKM dan pendidikan,” kata Ryan.