Surakarta dan Sukoharjo Tetapkan Tanggap Darurat Banjir
Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo menetapkan status Tanggap Darurat bencana banjir selama dua pekan ke depan. Kebijakan itu sebagai bentuk kewaspadaan jika sewaktu-waktu terjadi luapan sungai lagi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo menetapkan status Tanggap Darurat bencana banjir selama dua pekan ke depan. Ini dilakukan meski sejumlah titik banjir sudah mulai surut dan sebagian warga juga pulang ke rumah. Penetapan status Tanggap Darurat diambil sebagai bentuk kewaspadaan jika sewaktu-waktu terjadi luapan air mengingat ancaman cuaca ekstrem masih ada.
Hal itu terungkap seusai rapat koordinasi antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pemerintah Kota Surakarta, dan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo di Kompleks Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (18/2/2023). Rapat dihadiri langsung oleh Kepala BNPB Suharyanto.
”Statusnya (tanggap darurat) sudah dikeluarkan, baik oleh Bupati Sukoharjo (Etik Suryani) maupun Wali Kota Surakarta (Gibran Rakabuming Raka). Statusnya tanggap darurat dan ini berlaku 14 hari ke depan. Mudah-mudahan dalam waktu 14 hari ini sudah bisa tertangani,” kata Suharyanto seusai rapat.
Dalam kesempatan itu, Suharyanto juga menyalurkan bantuan berupa dana siap pakai serta kebutuhan logistik, seperti makanan cepat saji, alat kebersihan, matras, dan selimut. Terdapat bantuan peralatan juga berupa pelampung dan pompa air.
Untuk dana siap pakai, nilai yang dikucurkan bagi tiap-tiap daerah Rp 500 juta. Dana itu bisa digunakan untuk berbagai keperluan kedaruratan.
Suharyanto menyebutkan, status tanggap darurat ditetapkan meski dilaporkan banjir mulai surut sejak Sabtu pagi. Beberapa titik juga disebut telah kering. Sebagian pengungsi pun memutuskan pulang ke rumah mereka. Meski begitu, ancaman cuaca ekstrem berupa hujan lebat diperkirakan masih berlangsung hingga 19 Februari 2023.
Di sisi lain, Suharyanto menyatakan, pihaknya juga berencana memberlakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC) apabila cuaca ekstrem terjadi dalam kurun waktu yang lebih panjang. Ia mengaku sudah menjalin koordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) demi kebutuhan tersebut. Namun, pihaknya perlu menunggu status Tanggap Darurat dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
”Mudah-mudahan hari ini sudah bisa keluar status tanggap darurat dari Pemprov Jawa Tengah sehingga mungkin besok bisa kita lakukan TMC, yang terbukti bisa mengurangi dampak curah hujan akibat iklim yang diprediksi cukup lebat sampai 19 Februari 2023 ini,” katanya.
Suharyanto juga meminta agar penanganan bencana tidak berhenti setelah masa tanggap darurat selesai. Hendaknya dilakukan pula langkah-langkah mitigasi dan rekonstruksi sebagai bentuk pencegahan ancaman bencana serupa di masa mendatang. Ini, misalnya, pembangunan infrastruktur tertentu guna mengurangi risiko banjir.
Sekretaris Daerah Kota Surakarta Ahyani Sidik mengatakan, banjir yang terjadi kerap kali akibat air kiriman dari sungai-sungai di wilayah hulu atau daerah-daerah penyangga kota tersebut. Salah satu penyebab banjir diduga akibat kurang optimalnya pompa pembuangan air di setiap pintu air. Operasionalisasi pompa air bakal dievaluasi lagi. Begitu juga pembangunan infrastruktur berupa talut dan parapet guna mencegah banjir.
Paling utama membangun talut-talut, parapat, atau pompa karena itu memang sangat efektif.
”Nanti, kita akan bangun infrastrukturnya. Paling utama membangun talut-talut, parapat, atau pompa karena itu memang sangat efektif. Penambahan pompa bisa diatur nanti, bisa berkolaborasi juga,” kata Ahyani.
Ahyani menambahkan, kesiapsiagaan terhadap bencana selalu terjaga. Pasalnya, sejumlah kelurahan sudah memiliki Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat). Mekanisme penanganan bencana bisa sewaktu-waktu diberlakukan jika mendadak terjadi kondisi kedaruratan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surakarta Nico Agus Putranto menyatakan, sebagian besar pengungsi sudah pulang ke rumah. Namun, sebagian masih bertahan di pengungsian. Itu ditemukan di tiga kelurahan, yaitu Gandekan, Pucangsawit, dan Joyotakan.
Hingga Sabtu sore, jumlah pengungsi terhitung sekitar 140 orang di Gandekan, sekitar 200 orang di Joyotakan, dan sekitar 400 orang di Pucangsawit. ”Itu masih bertahan karena harus bersih-bersih rumah dulu. Ini, kan, baru surut Sabtu pagi. Untuk kelurahan, juga selalu siaga kapan saja jika mendadak terjadi luapan sungai lagi,” kata Nico.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukoharjo Ariyanto Mulyatmojo menyampaikan hal serupa. Banyak wilayah terdampak banjir yang telah surut airnya. Namun, belum semua pengungsi pulang ke rumah. Sebab, kondisi rumah mereka perlu dibersihkan terlebih dahulu setelah digenangi air dua hari terakhir.
”Pengungsi ini waktu pulang, kan, perlu bersih-bersih rumah dulu. Jadi, dapur umum juga masih kami siagakan untuk membantu pemenuhan kebutuhan akan makan bagi warga. Ini sambil menunggu rumah mereka bersih lagi, kemungkinan (mereka) baru benar-benar menghuni rumah masing-masing,” kata Ariyanto.