Sorakan Anggota Brimob di Sidang Kanjuruhan Dianggap Lecehkan Pengadilan
Aksi sorak anggota Brimob Polda Jatim saat sidang Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (14/2/2023), dinilai sebagai bentuk intimidasi dan penghinaan terhadap pengadilan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil mengecam tindakan kalangan anggota Satuan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Timur yang bersorak saat sidang Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (14/2/2023) petang. Aksi yang dituding sebagai dukungan terhadap tiga terdakwa dari anggota Polri itu merupakan penghinaan terhadap pengadilan atau contempt of court.
”Merupakan perilaku tercela dan tidak pantas dilakukan di pengadilan karena perbuatan itu menimbulkan kegaduhan dan bentuk intimidasi terhadap jaksa penuntut umum,” kata Habibus Shalihin dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Rabu (15/2/2023).
Terhadap hal itu, Koalisi Masyarakat Sipil telah melayangkan permintaan kepada Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo untuk menegur dan menjatuhkan sanksi kepada anggota Brimob.
Selasa atau kemarin, puluhan anggota Brimob berada di Pengadilan Negeri Surabaya untuk pengamanan. Mereka memblokade lorong penghubung ruang sidang Cakra dengan ruang tunggu terdakwa dan ruang jaksa. Saat jaksa hendak memasuki ruang sidang untuk kelanjutan persidangan, anggota Brimob berteriak dan bersorak ”brigade” sehingga jaksa merasa terganggu.
Mereka kembali bersorak saat ketiga terdakwa melintasi barisan dan memasuki ruang sidang. Ketiganya ialah bekas Komandan Kompi 1 Batalyon A Satuan Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarwaman, bekas Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi, dan bekas Kepala Bagian Operasional Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto.
”Petugas keamanan pengadilan bahkan sampai berkali-kali mengingatkan anggota Brimob yang berada di sana untuk tidak membuat kegaduhan dalam persidangan,” kata Habibus. Namun, peringatan itu tidak diindahkan dan menjadi bentuk penghinaan terhadap pengadilan.
Rakhmat Hary Basuki, jaksa penuntut umum, sempat memprotes pengacara terdakwa. ”Saya akan laporkan karena sudah tidak kondusif,” ujarnya.
Habibus melanjutkan, pengungkapan kasus Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022, yang menimbulkan korban 135 orang meninggal dan 647 orang terluka seusai laga sepak bola Arema FC dengan Persebaya Surabaya itu penuh kejanggalan. Misalnya, penetapan cuma enam tersangka yang lima di antaranya sedang menjalani sidang. Dua terdakwa lainnya ialah bekas ketua panitia pelaksana Abdul Haris dan bekas petugas keselamatan dan keamanan Suko Sutrisno.
Mungkin itu spontanitas untuk memberikan dukungan kepada rekannya yang menjadi terdakwa.
Sidang-sidang yang digelar sejak 16 Januari 2023 juga kurang memerhatikan kepentingan keluarga korban. Di sidang perdana, diadakan secara dalam jaringan (online) dan hanya dihadiri segelintir keluarga korban. Sidang-sidang berikutnya lebih banyak dihadiri wartawan dan petugas. Selain itu, tiga terdakwa dari anggota Polri menunjuk rekannya dari Polda Jatim sebagai penasihat hukum.
”Tindakan yang arogan, intimidatif, dan penghinaan terhadap pengadilan,” kata Habibus.
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Komisaris Muhammad Fakih mengatakan, sorakan anggota Brimob di sidang pada Selasa itu terjadi secara spontan atau diklaim tanpa ada perintah dari unsur pimpinan.
”Mungkin itu spontanitas untuk memberikan dukungan kepada rekannya yang menjadi terdakwa,” kata Fakih. Anggota Brimob yang berada di PN Surabaya itu berada dalam bawah kendali operasi (BKO) Polrestabes Surabaya untuk pengamanan sidang.