Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Perintahkan Penembakan Gas Air Mata
Terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan dari anggota Polri mengakui memberi perintah penembakan gas air mata untuk pengendalian massa dalam insiden berdarah 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan dari anggota kepolisian mengakui memberi perintah penembakan gas air mata dalam insiden berdarah 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tujuannya, demi mengendalikan massa di tempat itu.
Hal itu diungkapkan bekas Komandan Kompi 3 Satuan Brigade Mobil Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Hasdarmawan dan bekas Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi dalam sidang lanjutan Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (26/1/2023). Terdakwa lainnya, bekas Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resor Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto menyatakan tidak memberikan perintah penembakan gas air mata.
Penembakan itu memicu kepanikan dan kericuhan penonton yang memadati Stadion Kanjuruhan dalam lanjutan laga Liga 1 antara tuan rumah Arema FC dan Persebaya Surabaya. Penembakan gas air mata mengakibatkan kepanikan penonton.
Penonton mencoba menyelamatkan diri tetapi dalam kondisi berdesakan, berimpitan, dan atau terinjak-injak. Akibatnya, 135 tewas dan lebih dari 600 jiwa terluka. Hampir seluruhnya adalah Aremania atau pendukung Arema FC.
Menurut Hasdarmawan, Kompi 3 mendapat perintah dari Polda Jatim untuk membantu Polres Malang menjaga laga Liga 1 itu. Sebanyak 90 personil dikerahkan. Sembilan anggota di antaranya membawa senjata gas air mata.
Insiden dipicu situasi setelah pertandingan usai. Banyak penonton memasuki lapangan. Steward atau pengawas berusaha menghalaunya. Namun, situasi tidak terkendali. Sebagian penonton melempar batu, botol, atau lainnya ke lapangan.
Hasdarmawan melanjutkan, bersama pasukannya mencoba memeringatkan penonton. Namun, hal itu diabaikan. Mereka lantas bergerak ke sisi selatan lapangan, termasuk anggota yang membawa senapan gas air mata.
“Semakin banyak lemparan. Saya perintahkan anggota untuk persiapan penembakan,” katanya.
Hasdarmawan mengatakan, selanjutnya memerintahkan penembakan yang dilakukan sembilan pembawa senjata gas air mata. Masing-masing pembawa senjata menembak empat kali. Akibatnya, tercatat 36 kali tembakan.
Akan tetapi, Hasdarmawan menampik memerintahkan penembakan ke tribun penonton. Penembakan ke arah ancaman atau serangan pelemparan benda. “Ke tribun tidak ada,” ujarnya.
Penembakan itu terjadi tanpa komando perwira lebih tinggi atau atasan. Hasdarmawan sempat menghubungi atasannya kepala seksi operasional. Namun, panggilan lewat handy talkie itu tidak mendapat respon.
Setelah itu, Hasdarmawan dan pasukan keluar untuk membantu evakuasi tim Persebaya dalam mobil taktis, Barracuda. Pasukannya melepaskan lagi dua tembakan untuk mengurai massa yang sempat memblokade jalan mobil taktis.
Sedangkan Bambang mengatakan, 29 polisi bertugas menjaga tim Persebaya dari hotel ke stadion dan sebaliknya. Seusai laga yang berakhir dengan kemenangan Persebaya itu, Bambang dan anak buahnya melindungi tim tamu yang bergegas menuju ruang ganti.
“Kami buat perlindungan dengan tameng di atas kepala karena sudah ada lemparan dan bertubi-tubi,” katanya.
Bambang melanjutkan, anggota polisi berusaha bertahan dan mencegah penonton yang mencoba menerobos. Petugas dan penonton berimpitan di lorong dan timbul kericuhan. Bambang melihat sejumlah anggota polisi terluka sehingga memerintahkan dua orang melepaskan tembakan gas air mata.
“Anggota (polisi) terbatas dan sebagian terluka sehingga saya perintahkan dua anggota lainnya menembakkan gas air mata,” katanya.
Seingat Bambang, ada lima tembakan yang dilepaskan dan mengarah ke tengah lapangan. Alasannya, di lapangan kian banyak penonton sudah memasuki arena tersebut.
Bambang tidak mengetahui mana yang lebih dahulu menembak gas air mata, apakah pasukannya atau pasukan Hasdarmawan. Penembakan terpaksa ditempuh karena anggota (polisi) mulai diserang.
“Kalau kami tidak menembakkan gas air mata, pertahanan bisa jebol sedangkan di dalam (ruang ganti) masih ada pemain,” ujarnya.
Adapun, terdakwa Wahyu menyatakan, panitia pelaksana tidak memberikan sosialisasi atau larangan penggunaan gas air mata dalam rapat koordinasi persiapan pertandingan pada 15 September 2022 dan 28 September 2022.
“Tidak pernah disampaikan (larangan gas air mata),” kata Wahyu.
Untuk pengamanan, Wahyu mengatakan, Polres Malang meminta bantuan pasukan ke Polda Jatim dan resor terdekat. Dalam surat permohonan, Wahyu tidak menulis perihal larangan senjata gas air mata.
Padahal, dalam berita acara pemeriksaan, Wahyu mengetahui adanya larangan senjata itu untuk pertandingan. Informasi adanya larangan itu datang dari kepala satuan intelkam Polres Malang di luar rapat koordinasi persiapan pertandingan.