Dosen UGM Tolak Gelar Guru Besar Kehormatan bagi Tokoh Non-akademik
Sejumlah dosen UGM, Yogyakarta, menyampaikan pernyataan menolak usulan pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu di sektor non-akademik. Pernyataan itu tercantum dalam surat yang beredar di media sosial.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menyampaikan pernyataan sikap untuk menolak usulan pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu di sektor non-akademik. Pernyataan sikap para dosen UGM itu tercantum dalam sebuah surat yang beredar di media sosial selama beberapa hari terakhir.
Surat tertanggal 22 Desember 2022 itu ditujukan kepada Rektor UGM serta ketua, sekretaris, ketua-ketua Komisi, dan anggota Senat Akademik UGM. Dalam surat tersebut terdapat enam poin pernyataan dari para dosen.
Pertama, profesor merupakan jabatan akademik, bukan gelar akademik. Jabatan akademik memberikan tugas kepada pemegangnya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban akademik. Kewajiban-kewajiban akademik tersebut tidak mungkin dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pekerjaan dan atau posisi di sektor non-akademik.
Kedua, pemberian gelar honorary professor (guru besar kehormatan) kepada individu yang berasal dari sektor non-akademik tidak sesuai dengan asas kepatutan. Ketiga, honorary professor seharusnya diberikan kepada mereka yang telah mendapatkan gelar jabatan akademik profesor.
Keempat, jabatan profesor kehormatan tidak memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas dan reputasi UGM. Justru sebaliknya, pemberian profesor kehormatan akan merendahkan marwah keilmuan UGM.
Kelima, pemberian profesor kehormatan ini akan menjadi preseden buruk dalam sejarah UGM dan berpotensi menimbulkan praktik transaksional dalam pemberian gelar dan jabatan akademik.
Keenam, pemberian profesor kehormatan seharusnya diinisiasi oleh departemen yang menaungi bidang ilmu calon profesor kehormatan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akademik sesuai bidang ilmunya.
”Berdasarkan poin-poin di atas, kami dosen-dosen UGM menyatakan menolak usulan pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu-individu di sektor non-akademik, termasuk kepada pejabat publik,” demikian bunyi kutipan surat tersebut.
Di dalam surat itu tercantum nama ratusan dosen UGM yang berasal dari sejumlah fakultas, misalnya Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Fakultas Biologi, Fakultas Hukum, Fakultas Filsafat, Fakultas Psikologi, dan Fakultas Ilmu Budaya.
Salah seorang dosen yang namanya tercantum dalam surat itu adalah Guru Besar Fisipol UGM Purwo Santoso. Saat dihubungi Kompas, Rabu (15/2/2023), Purwo membenarkan adanya surat tersebut.
Dia menuturkan, sebelum para dosen menandatangani surat itu, sudah ada komunikasi di antara dosen-dosen dari fakultas yang berbeda. ”Ada komunikasi lintas fakultas untuk sampai pada penandatanganan dokumen itu,” kata Purwo.
Purwo memaparkan, surat itu dibuat karena ada rumor bahwa UGM akan memberikan gelar guru besar kehormatan kepada tokoh tertentu. ”Ada rumor, UGM akan memberikan. Kami ingin menghentikan rumor dan menghentikan agenda sekiranya otoritas di UGM hendak memberikannya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Dina W Kariodimedjo mengatakan, UGM sudah memiliki tim untuk menindaklanjuti masalah tersebut. Namun, Dina belum memberikan penjelasan secara rinci terkait masalah itu.
”Sebagai info, UGM sudah punya tim untuk menindaklanjuti hal di atas,” ujar Dina saat dihubungi Kompas, Rabu siang.
Ada komunikasi lintas fakultas untuk sampai pada penandatanganan dokumen itu.