Pembebasan Pilot Susi Air, Tim Negosiasi Diterjunkan Bertemu Kelompok Egianus
Tim negosiasi yang disiapkan Pemerintah Kabupaten Nduga dalam perjalanan ke Distrik Paro. Tim ini akan bertemu kelompok kriminal bersenjata pimpinan Egianus Kogoya yang menawan pilot Susi Air, Philip Merthens.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, telah menerjunkan tim negosiasi untuk bertemu kelompok kriminal bersenjata pimpinan Egianus Kogoya. Pertemuan ini untuk membahas upaya pembebasan pilot Susi Air, Philip Merthens, yang ditawan kelompok itu selama tujuh hari terakhir.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Matius Fakhiri, di Mimika, Papua Tengah, Selasa (14/2/2023), mengatakan, pihaknya memberikan kesempatan kepada Pemkab Nduga untuk bernegosiasi dengan kelompok Egianus dalam proses pembebasan Merthens. Tim terdiri dari tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat.
Matius menyatakan, berdasarkan informasi valid dari tokoh masyarakat setempat, Merthens yang berkebangsaan Selandia Baru ini telah disandera kelompok Egianus. Karena itu, Penjabat Bupati Nduga Namia Gwijangge telah membentuk tim untuk membuka komunikasi dengan kelompok Egianus dalam upaya pembebasan Merthens.
Berdasarkan informasi Polda Papua, kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus membakar pesawat Susi Air PK-BVY setelah mendarat di Lapangan Terbang Distrik Paro, Nduga, pada 7 Februari 2023 pukul 06.17 WIT. Pesawat yang dipiloti Merthens ini terbang dari Bandara Mozes Kilangin, Timika, Kabupaten Mimika, pada pukul 05.33 WIT.
Pesawat tersebut membawa lima penumpang, yakni Demanus Gwijangge, Minda Gwijangge, Pelenus Gwijangge, Meita Gwijangge, dan seorang bayi bernama Wetina. Namun, kelima penumpang itu dilepaskan KKB saat kejadian. Adapun Philip ditawan KKB setelah mereka membakar pesawat di Lapangan Terbang Paro.
”Pilot Susi Air, Philip Merthens, masih berada di kelompok Egianus. Dengan adanya tim yang dibentuk Pemkab Nduga untuk berkomunikasi dengan Egianus, barulah nanti bisa diketahui kondisi Philip,” kata Matius.
Ia pun memperingatkan kelompok Egianus untuk menghentikan aksi teror di Nduga. Kelompok itu menebar teror selama lima tahun terakhir di kabupaten tersebut. Aksi Egianus dan kelompoknya telah menyebabkan pembangunan di Nduga terhambat dan banyak warga yang mengungsi karena ketakutan dengan kelompok tersebut.
Dari catatan Polda Papua, kelompok Egianus telah terlibat dalam 65 kasus kejahatan, antara lain 31 kasus penembakan, 16 kasus kontak tembak, 8 kasus penyerangan, 3 kasus pembantaian warga, serta 2 kasus pembakaran sarana dan prasarana.
Ulah terakhir kelompok ini di Distrik Paro telah menyebabkan 225 warga mengungsi ke Kenyam, ibu kota Nduga. ”Kami tidak akan mundur. Kami akan melawan kelompok Egianus. Saat ini tim secara bertahap menuju ke Distrik Paro,” kata Matius.
Penjabat Bupati Nduga Namia Gwijangge menambahkan, pihaknya akan menggunakan upaya persuasif agar kelompok Egianus melepaskan Merthens. Tim akan berupaya untuk berbicara secara langsung dengan Egianus.
”Kami akan mencoba dengan maksimal untuk membebaskan Philip dalam kondisi selamat. Mudah-mudahan Tuhan membantu perjuangan kami dan membuka hati nurani Egianus untuk membebaskan Philip,” ucap Namia.
Kami juga menyandera Philip sebagai jaminan untuk negosiasi terkait aspirasi politik TPN-OPM.
Sementara itu, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), Sebby Sambom, mengatakan, pihaknya telah menunjukkan foto dan video Merthens yang disandera oleh pihak Egianus dan anggotanya kepada media massa. Ia pun menyatakan Merthens dalam kondisi sehat.
”TPN-OPM menyatakan bertanggung jawab membakar pesawat Susi Air PK-BVY di Lapangan Terbang Paro. Kami juga menyandera Philip sebagai jaminan untuk negosiasi terkait aspirasi politik TPN-OPM,” ucap Sebby.
Penyanderaan warga negara asing juga pernah dilakukan TPN-OPM di bawah pimpinan Kelly Kwalik dan Daniel Kogoya, yang merupakan ayah Egianus, pada 8 Januari 1996. Mereka menyandera 26 orang yang terdiri dari tim peneliti Cagar Alam Lorentz dan warga setempat di Desa Mapenduma, yang dulu masuk wilayah Kabupaten Jayawijaya.
Sebanyak tujuh dari 26 sandera adalah warga negara Inggris, Belanda, dan Jerman. Kelompok Kelly terlebih dahulu melepaskan 15 orang beberapa pekan setelah aksi penyanderaan. Akan tetapi, kelompok itu terus menahan 11 orang lainnya hingga awal Mei 1996.
Pada 9 Mei 1996, pasukan Komando Pasukan Khusus yang dipimpin Prabowo Subianto diterjunkan untuk melaksanakan operasi pembebasan 11 orang yang telah disandera selama 130 hari. Sembilan orang berhasil diselamatkan, sedangkan dua warga negara Indonesia ditemukan tewas dalam operasi pembebasan sandera.